Minggu, 13 Mei 2018

TRADISI MEMBAKAR BUHUR, DUPA, HIOSWA, RATUS, KEMENYAN, DAN SEMACAMNYA


Oleh: Kyai Sekar Ulomo / Arif Muzayin Shofwan
(Peneliti Sejarah Nusantara)

Dupa, Hioswa, Ratus, Kemenyan dalam bahasa Arab biasanya disebut dengan sebutan “BUHUR”, artinya Kemenyan Arab. Di dalam Buku Jilid II: “ANTOLOGI NU SEJARAH ISTILAH AMALIAH USWAH” karya H. Soelaiman Fadeli dan Mohammad Subhan, S.Sos., yang diberi pengantar oleh KH. Abdul Muchith Muzadi dan diterbitkan oleh Penerbit “Khalista” Surabaya bekerjasama dengan Lajnah Ta’lif Wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNU) Jawa Timur pada halaman 124-125 telah disebutkan keterangannya demikian:

Buhur artinya Kemenyan. Disebut juga dengan Kemenyan Arab. Baunya harum kemanis-manisan. Berfungsi untuk menenangkan pikiran dan mengharumkan ruangan. Buhur biasa dipakai oleh sebagian warga NU (Nahdlatul Ulama) – khususnya Kaum Habaib (Para Habib) – yang suka melakukan Riyadlah (lelaku spiritual) tertentu sebagai sarana menambah konsentrasi. Tidak semua orang NU mengenal dan suka memakai harum-haruman jenis Buhur ini. Hanya mereka yang akrab dengan dunia mistik dan supranatural melalui rangkaian doa-doa yang disusun Para Ulama Pendahulu (misalnya Ratib, Hizib dan Wirid) yang suka mempergunakan. Penggunaan Buhur adalah dengan cara dibakar. Karena berasal dari Arab, biasanya alat bakar juga dibeli di toko-toko Arab sekitar daerah Ampel, Surabaya. Bagi mereka yang tidak suka dengan kemenyan bakar, ada juga yang menggunakan Hioswa (Kemenyan Cina). Sesuai dengan namanya, barang ini biasanya dibeli di toko-toko Cina dalam bentuk kotak. Sedangkan Hioswa lebih banyak berbentuk batangan seperti sapu lidi. Baik Buhur maupun Hioswa, (Dupa, Ratus; Pen) kadang terbuat dari bahan yang sama”.

Berdasarkan keterangan di atas, tradisi membakar Buhur, Dupa, Hioswa, Ratus, Kemenyan, dan semacamnya merupakan sebuah tradisi sebagian Kaum Habaib (Para Habib) dan tradisi sebagian penempuh spiritual di belahan dunia manapun, serta termasuk sebagian budaya atau tradisi Amaliyah Nahdlatul Ulama (NU). Apalagi, dalam berbagai kitab mu’tabaroh NU banyak disebutkan bahwa sebuah wirid maupun zikir disarankan memakai atau dengan membakar Dupa, Ratus, Hioswa, Buhur, Kemenyan Arab dan semacamnya. Kitab tersebut antara lain: (1) Kitab Syamsul Ma’arif Al-Kubro dan Kitab Manba’u Ushulil Hikmah, karya Syaikh Abul Abbas Bin Ali Al-Buni; (2) Kitab Sirrul Jalil, karya Syaikh Abul Hasan As-Syadzili; (3) Kitab Khozinatul Asror, karya Syaikh Muhammad Haqqi An-Nazili; dan lain sebagainya. Semoga tulisan ini bermanfaat menambah pengetahuan kita tentang tradisi Buhur, Hioswa, Ratus, Dupa, Kemenyan Arab dan semacamnya. []


 
Dikeluarkan dan Dipersembahkan Oleh:
“PUSAT STUDI SEJARAH SEKARDANGAN (PUSKAR)”
Sekardangan, Papungan, Kanigoro, Blitar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar