Oleh:
Arif Muzayin Shofwan
(Sang
Pengelana dari Sekardangan)
Pada
bulan Ramadhan tahun 2013, Bapak Ekbal Santosa (Pak Ekbal) datang ke rumah
saya. Dalam obrolan itu, Pak Ekbal mengatakan: “Ayo Mas, ngenekne mujahadah ning ngendi ngono yen pas Lailatul Qadar!.
Amalane aku manut sampeyan!”. Jawab saya: “Ya ayo tho, amalane yang pas pada malam Lailatul Qadar tak carine ning
kitab-kitab dulu. Ya cari yang cocok dengan sikon aja Pak Ekbal”. Jawab Pak
Ekbal: “Wis sippp. Aku melu sampeyan
pokok-e. Panggone ning ngendi aku yo manut sampeyan”. Haduhhh!!!.
Sepakatan
demi sepakatan, akhirnya kami berdua menyepakati bermujahadah di
Langgar/Mushalla Kuno Mbah Kyai Abu Bakar (yakni, sebuah langgar/mushalla kuno
yang kini masih tersisa di dusun Sekardangan, desa Papungan, kecamatan
Kanigoro, kabupaten Blitar, propinsi Jawa Timur). Kira-kira mushalla/langgar
tersebut berdiri sekitar tahun 1700 hingga 1800-an masehi. Terdapat di tembok
mushalla/langgar bagian Barat sebuah Logo Mataraman.
Ah,
kembali bercerita tentang mujahadah yang saya lakukan dengan Pak Ekbal di
mushalla/langgar tersebut. Yakni, tiap malam-malam ganjil Lailatul Qadar kami
berdua mengamalkan wirid berikut, antara lain:
1. SHOLAT
HAJAT 2 ROKAAT PERTAMA
Setelah melakukan shalat Hajat dua rakaat,
kami berdua mewiridkan:
1. Surat
Fatikah 70x (Tujuh Puluh Kali)
2. Ayat
Kursi 70x (Tujuh Puluh Kali)
3. Surat
Ikhlas 70x (Tujuh Puluh Kali)
4. Surat
Falaq 70x (Tujuh Puluh Kali)
5. Surat
Nass 70x (Tujuh Puluh Kali)
2. SHOLAT
HAJAT 2 ROKAAT KEDUA
Setelah shalat Hajat dua rakaat lagi,
kemudian mewiridkan Surat al-Qadar 41x (Empat Puluh Satu Kali)
3. SHOLAT
HAJAT 2 ROKAAT KETIGA
Setelah melakukan shalat Hajat dua rakaat ketiga ini,
kami berdua mewiridkan “DZIKIR NFI ISBAT” lafadz “LAILAHAILLALLOH”
sebanyak-banyaknya dan ditutup dengan doa.
Konon
wirid atau “DZIKIR NAFI ISBAT” sebagai wirid terakhir tersebut bisa digunakan
sebagai media membuka rejeki. Hehehe. Wallahua’lam. Kata Mbah Agung Karangtengah:
“Wirid pembuka rejeki iku LAILAHAILLALAH.
Mengapa?. Sebab kuncine surga saja LAILAHAILLALAH. Maka dari itu, kunci rejeki
iya LAILAHAILLALAH tersebut”. Hehehe, pokok dilakoni wae prayo uwis. Mbuh
keno kanggo mbukak rejeki utawa ora iku wis ben-ben kono. Malah ada hadist
seperti ini:
Sabda
Rasulullah SAW: “Barangsiapa menyebut LAILAHAILLALAH sebanyak 70.000x (Tujuh
Puluh Ribu Kali), maka dia sungguh menebus dirinya dari Allah” (Al-Hadist).
Saya tak tahu apakah hadist ini shahih atau dlaif. Wallahua’lam.
Demikianlah
mujahadah yang kami berdua lakukan pada tahun 2013 pada bulan Ramadhan pada
hari-hari ganjil di “Musholla/Langgar
Kuno Mbah Kyai Abu Bakar” Sekardangan, Papungan, Kanigoro, Blitar. Langgar
yang sejuk dan asri, jauh dari keramaian hiruk-pikuk duniawi.
Usai
melakukan mujahadah, terkadang kami mampi dulu ke rumah Mbah Kyai Syuhadak yang
merupakan buyut dari Mbah Kyai Abu Bakar tersebut. Mbah Kyai Syuhadak biasanya
menyuguhkan “Wedang Kopi” dan “Rokok Tengwe” kegemarannya kepada kami berdua.
Setelah menghabiskan wedang kopi, kemudian biasanya kami berdua pulang ke rumah
masing-masing. Inilah sebuah kisah yang pernah saya alami bersama Pak Ekbal dalam
rangka ritual dan spiritual. Terima kasih Mbah Kyai Syuhadak dan Mas Agus atas
wedang kopi dan tengwe-nya.
Akhir kata, mudah-mudahan ritual yang saya lakukan bersama
Pak Ekbal di Mushalla/Langgar Kuno Mbah Kyai Abu Bakar bermanfaat dan membawa
berkah di kehidupan kini dan esok. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Mudah selalu
memudahkan urusan-urusan dan masalah-masalah kami berdua, baik masalah
duniawiyah maupun masalah ukhrawiyah. Amin Ya Rabbal Alamin.
Imaman Mushalla/Langgar Mbah Kyai Abu Bakar Sekardangan, di atas gawang terdapat simbol "Bunga Melati", yakni sebuah simbol dusun Sekardangan dari tokoh Nyai Gadhung Melathi (Dokumentasi, 2017) |
Makam Mbah Kyai Abu Bakar yang berada di bawah Pohon Jenar berada di sebelah barat mushalla/langgar kurang lebih berjarak 50 meter (Dokumentasi, 2017) |
Makam Mbah Menthel (Sesepuh Sekardangan) berada di ujung paling baratnya makam Mbah Kyai Abu Bakar Sekardangan (Dokumentasi, 2017) |
TENTANG
PENULIS
Dr.
Arif Muzayin Shofwan, M.Pd adalah lelaki kelahiran Blitar, Jawa
Timur. Dia pernah menuntut ilmu keagamaan Islam di berbagai pesantren, di
antaranya: Pondok Pesantren Miftahul Huda Sekardangan, Kanigoro, Blitar; Pondok
Pesantren Darussalam Gaprang, Kanigoro, Blitar; Pondok Pesantren Al-Falah
Trenceng, Sumbergempol, Tulungagung; Pondok Pesantren Menara Al-Fattah
Mangunsari, Tulungagung; Pondok Pesantren Al-Kamal Kunir, Wonodadi, Blitar;
Pondok Pesantren Mambaul Hidayah Tlogo, Kanigoro, Blitar; Pondok Pesantren
Bahrul Ulum Kedungbajul, Durenan, Trenggalek; dan lain sebagainya. Pria yang
memiliki hobi membaca dan menulis tersebut merupakan generasi ke-6 dari Mbah Kyai
Muhammad Syakban Gembrang Serang (Purwokerto, Srengat, Blitar) bin Mbah Kyai
Raden Muhammad Qosim (Eyang Kasiman yang yayasan-nya berada di utara Masjid
Agung Kota Blitar).
Beberapa padepokan atau
komunitas spiritual yang pernah disinggahi oleh pria tersebut, antara lain: (1)
Padepokan Pusaka Sunan Tembayat Srengat-Blitar, asuhan Gus Hairi Musthofa; (2)
Padepokan Laskar Wirogaten, Jatimalang-Blitar, asuhan Gus Ilham Rofi’i; (3)
Padepokan Padang Jiwo, Sekardangan-Blitar, asuhan Kyai Yasin Fakih; dan
padepokan-padepokan lainnya. Pria ini selalu ingat kata kyai-nya yang pernah
mengatakan: “Kalau mau berjuang di desa,
jangan sampai melupakan para sesepuh yang lebih dulu berjuang. Kalau di desa
kita tak punya lanjaran, lebih baik kita hijrah ke desa yang lain”. Kontak
person HP/WA: 085649706399.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar