Jumat, 04 Mei 2018

NYANGKRUK DAN NGOPI DI WARKOP GUS KUNTING (SEKARDANGAN, KANIGORO, BLITAR) BERSAMA MBAH KYAI SYUHADAK


Oleh: Arif Muzayin Shofwan

 Hampir setiap malam hari, Warkop Gus Kunting selalu dibanjiri oleh para penggemar wedang kopi, jahe, teh, kopi-susu, dan semacamnya. Saya pun kalau malam nggak ada kesibukan juga ikut ngopi di warkop tersebut. Dan suatu malam aku pas ngopi bersama Mbah Kyai Syuhadak Sekardangan Lor, beliau sedikit menceritakan tentang Sunan Tembayat dan ziarahnya ke Batu Ampar dan Syaikona Kholil Bangkalan.
(Shofwan, 2017)

Pada hari Rabo malam Kamis, 02 Mei 2018 setelah saya ada semacam seminar di rumah Kamituwo Febri Firmansyah tentang “Menuju Papungan Yang Sehat dan Bersih” yang disampaikan oleh Bapak Mujiono, seperti biasanya saya lalu nyangkruk dan ngopi di WARKOP GUS KUNTING Sekardangan Tengah. Malam itu, saya sama Gus Kunting dibuatkan Wedang Kopi Putih panas yang nikmat. Dengan ditemani “Rokok Lintingan Khas Mbah Kyai Syuhadak” terasa lebih nikmat. Yah, seperti biasanya, Mbah Kyai Syuhadak kalau pas cangkruk atau jagongan selalu menawarkan rokok lintingan khas-nya yang menurut sebagian orang lebih nikmat dari rokok pabrikan seperti: Surya, Djarum Super, Dji Sam Soe, dan lainnya.

Mbah Haji Agung Jl. Riau, Sananwetan Kota Blitar (Mantan Kabag BNI Kota Blitar) pernah mengatakan: “Wah, rokok yang dilinting Mbah Kyai Syuhadak itu sangat enak, melebihi enaknya Rokok Surya, Djarum Super, Dji Sam Soe, dan lainnya. Nggak tau kok lintingan Mbah Kyai Syuhadak itu kok enak sekali. Apakah waktu nglinting di-ASMA’i, atau di beri JAPA-JAPA MANTRA, pokok rokok lintingan Mbah Kyai Syuhadak ini enak sekali”. Perlu diketahui bahwa Mbah Haji Agung ini merupakan orang yang dulunya NGEFANS sama nikmatnya rokok lintingan Mbah Kyai Syuhadak. Bahkan saking NGEFANS-nya, rokok lintingan yang dibuat Mbah Kyai Syuhadak tersebut sering ditawarkan kepada kawan-kawannya Komunitas Pengajian Al-Hikam dan Hakikatul Makrifat setiap malam Jum’at di rumah beliau.

Dalam perbincangan di WARKOP GUS KUNTING Sekardangan tersebut, Mbah Kyai Syuhadak menanyakan tentang perjalanan Wisata Spiritual Komunitas Pecinta Bumi Sekardangan (KPBS) yang kami selenggarakan pada tanggal 28-29 April yang lalu. Saya lalu menceritakan kepada Mbah Kyai Syuhadak, bahwa rombongan kami yang berjumlah 19 berziarah ke beberapa makam berikut, antara lain:

1.    Syaikh Abu Naim Fathullah (Raden Sutro Menggolo), Lodoyo, Blitar.
2.    Sunan Kuning (Macanbang, Tulungagung)
3.    Sunan Tembayat/Sunan Pandanaran II (Bayat, Klaten, Jateng)
4.    Kyai Purwoto Sidik/Ki Kebo Kanigoro (Sukoharjo-Solo Raya)
5.    Bathoro Kathong (Sentono, Ponorogo)
6.    Kyai Ageng Muhammad Besari (Tegalsari, Jetis, Ponorogo)
7.    Syaikh Basyaruddin Bin Abdurrohman (Srigading, Kauman, Tulungagung)

Selain itu, Mbah Kyai Syuhadak juga bertanya tentang makam Ki Juru Mertani yang di Tulungagung itu apa jauh dengan makam Sunan Kuning. Ah, dalam hal ini saya tak bisa menjawab. Sebab saya juga belum pernah berziarah ke makam Ki Juru Mertani (Tulungagung) tersebut. Hehe, bincang-bincang malam ini sangat gayeng sebab ditemani Krupuk Gurih renyah yang diambil Gus Kunting dari dalam rumahnya. Dalam bincang-bincang itu ada Saya, Mbah Kyai Syuhadak, Gus Kunting, Burhanuddin (Gus Bogang), Ahmad Mansuri (Gus Komeng), Sulaiman (kadang saya tambahi “Nabi” menjadi “Nabi Sulaiman”), Gus Kulli Syaiin Jalil, dan lainnya.

Tak jauh dari hal di atas, Mbah Kyai Syuhadak juga menceritakan bahwa dulu juga pernah berziarah ke makam Syaikona Muhammad Kholil Bangkalan (guru Pendiri NU, KH. Hasyim Asy’ari) dan juga makam “BATU AMPAR” seperti Mbah Kyai Abu Syamsuddin dan lainnya. Saya juga menyahut tentang makam-makam yang ada di Madura tersebut. Saya juga pernah ke makam “BATU AMPAR” dan setahun sekali mungkin juga ke makam Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan. Bahkan kadang ke dua makam tersebut setahun dua kali. Yakni, bersama rombongan MIDASAPA JAYA dan bersama sebagian PENGURUS RANTING NU Papungan, Kanigoro, Blitar.

Membicarakan Sunan Tembayat, maka Mbah Kyai Syuhadak juga menceritakan bahwa Sunan Tembayat itu berguru pada Sunan Kalijogo. Adapun syarat-syarat yang ditawarkan Sunan Kalijogo untuk bisa menjadi guru Sunan Tembayat adalah: “UNTUK MENJADI MURID SUNAN KALIJOGO, MAKA SUNAN TEMBAYAT HARUS MENINGGALKAN SELURUH HARTA, WANITA, TAHTA (SAAT ITU JADI ADIPATI SEMARANG II BERBELAR SUNAN PANDANARAN II) SERTA MENEMUI SUNAN KALIJOGO DI PUNCAK GUNUNG JABALKAT” Di Puncak Jabalkat inilah Sunan Kalijogo memberi wejangan ilmu syariat, tharikat, hakikat, dan makrifat kepada Sunan Tembayat. Sewaktu ziarah, saya sering naik ke Puncak Jabalkat ini untuk napak tilas perjalanan Sunan Tembayat.

          Akhir kata, mungkin hanya ini catatan harian (cahar) saya kali ini. Cahar sifatnya hanya sebagai catatan harian berdasarkan hobi saya menulis apa yang saya ingin tuliskan, maka bila ada yang kurang komplit dalam hal ini, saya minta maaf yang sebesar-besarnya khususnya kepada diri saya pribadi. Jadi, “SAYA MEMINTA MAAF KEPADA DIRI SAYA PRIBADI. DAN ALHAMDULILLAH DIRI SAYA PRIBADI MEMAAFKAN KESALAHAN SAYA”. Yah, lanjutnya adalah suatu nikmat yang luar biasa apabila diri kita sendiri bisa memaafkan diri kita. Diri saya sendiri bisa memaafkan diri saya sendiri. Yah, saya dan teman-teman saya selalu diberkahi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Aamiin. Amiin. Amiin. Ya Rabbal Alamin.

“If you can dream it you can do it”
(Jika kamu dapat bermimpi, kamu dapat melakukannya)

“Sluman, slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan. Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)

Mbah Kyai Syuhadak saat nyangkruk dan ngopi di Warkop Gus Kunting Sekardangan Tengah (Dokumentasi, 2018)
 
Mbah Kyai Syuhadak saat nyangkruk dan ngopi di Warkop Gus Kunting Sekardangan (Dokumentasi, 2018)
 
Mbah Haji Agung saat bersemedi di makam Sunan Tembayat/Sayyid Kasan Nawawi/Sunan Pandanaran II Gunung Cokrokembang, Klaten, Jawa Tengah (Dokumentasi, 2018)

Tentang Penulis

Arif Muzayin Shofwan, seorang pria yang biasa disebut “Mbah Sambang Kuburan” ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria ini pada akhir tahun 2016 dan awal tahun 2017 bersama kawan-kawannya (seperti Yaoma Tertibi, SH., Winarto, M.Pd.I., Lussy Ana Anggarani, M.Pd., Alfiah, SE., Eka Rahmawati, M.Pd., Mohammad Miftakhul Rochman, M.Pd., Muhammad Zainal Abidin, M.Ag dan lainnya) tercatat sebagai Tim Pendiri Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar dengan empat program studi, antara lain: (1) Prodi Hukum Tata Keluarga Islam; (2) Prodi Perbankan Syariah; (3) Prodi Komunikasi Penyiaran Islam; dan (4) Prodi Ekonomi Islam. Selain itu, pria pecinta teh ini juga merupakan penggagas pertama Pusat Studi Desa dan Pemberdayaan Masyarakat (PUSDEMAS) Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar bersama Yaoma Tertibi, SH. Pria yang yang sering mengikuti berbagai kajian kebebasan beragama dan HAM serta diskusi lintas agama baik lokal maupun nasional tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar