Jumat, 19 Juni 2020

MENDISKUSIKAN KITAB-KITAB DAN WEJANGAN KARYA PERTAPA MAHAGURU TAN TIK SIOE SIAN


Oleh: Arif Muzayin Shofwan

Ini merupakan catatan ketika Hari Raya Idul Fitri, kemudian mendiskusikan kitab-kitab dan wejangan Pertapa Mahaguru Tan Tik Sioe Sian”. (Shofwan, 2020)


Hari Raya Idul Fitri tidak menyurutkan kami untuk tetap terus belajar. Hari Raya kala ini, saya, Ki Kunthing, Ki Komeng berada di kediaman Mbah Agung Jalan Riau 35, Sananwetan, Kota Blitar dalam rangka mendiskusikan kitab-kitab dan wejangan Pertapa Mahaguru Tan Tik Sioe Sian. Ada dua kitab foto copian karya Mahaguru Tan Tik Sioe Sian yang saat itu dimiliki oleh Mbah Agung. Pertapa Mahaguru Tan Tik Sioe Sian atau yang kadang disebut dengan: Romo Moortie, Begawan Bunga Cempaka Cina II, Pangeran Papak, dan sebutan lainnya.

  Kata petikan-petikan Pertapa Mahaguru Tan Tik Sioe Sian dalam “Kitab Hingsoon Olee-Olee” yang akhirnya saya singkat dengan “KHO” saja (untuk bagian selanjutnya; Penulis) dinyatakan sebagai berikut, antara lain:

1.   MENYEMBAH SATU TUHAN
“Wajiblah kita menyembah Yang Satu” (KHO, hal. 5). “...Artinya Tuhan Allah terlalu murah welas-asih rahmat dan rahim, Robbbil Alamin” (KHO, hal. 11).
2.   LARANGAN BELAJAR ILMU SIHIR
“....Sang Guru berpesan, jangan ada mengandung ilmu sihir, rapal-rapal, japa mantra-japa mantra. Ini ada jelek akhirnya, bisa mencelakakan dirinya sendiri. Karena itu semua tidak termasuk golongan utama dari lantarannya penuh bekakasan (makhluk jahat) dalam badannya.” (KHO, hal. 13). “...Karenanya, ilmu sihir itu sesuatu yang dipaksa semau-maunya melawan Allah! Dan iya! Teracap kali ilmu sihir itu berdekatan dengan syetan-syetan, satu tempo bisa digoda syetan juga atau rupa-rupa bekakasan (makhluk jahat).... Sebab ilmu sihir itu pemberian dari syetan juga... Hal itu lantas bisa menjadikan angkuh brutal....” (KHO, hal. 24).
3.   PENEGASAN BAGI PENEMPUH SPIRITUAL
“... Janganlah kepingin membesarkan diri; atau jangan ingin dipuji orang lain; atau ingin dikasih barang-barang orang lain (tamak). Dan jangan ingin mempunyai banyak dicintai orang lain. Dan jangan suka banyak bicara...” (KHO, hal. 24-25).

Selanjutnya, berikut ini merupakan kata-kata petikan dari Mahaguru Tan Tik Sioe Sian yang dipetik dari buku berjudul “Kitab Soetjie Ilmoe Woelang Hoetomo” yang nantinya saya singkat dengan “KSIWH” saja (untuk bagian selanjutnya; Penulis). Inilah kata-kata petikan dari kitab suci tersebut, antara lain:

1.   TIDAK BOLEH MEMAKSA ORANG LAIN
“... Janganlah kamu memaksa bagi orang lain. Tetapi ada yang paling perlu kamu paksa, yaitu hatimu sendiri saja...” (KSWIH, hal. 8)
2.   MAKNA MEMATIKAN RAGA
“Mematikan raga atau melenyapkan hawa nafsu serakah, marah, juga melupakan keduniawian, atau segala pendengaran, penglihatan, dan keinginan atau keheranan” (KSIWH, hal. 11)
3.   SYARAT BISA “NING” DALAM SEMEDI
“Apabila seseorang orang belum bisa pasrah dirinya pada TEKAD, IKHLAS, BERHATI BAJA, CEPAT dan KERAS di dalam langgeng pada dirinya, maka belumlah dia nanti bisa mengerjakan di bagian NING.” (KSIWH, hal. 15)
4.   BOHONG BISA “NING” LEBIH 25 MENIT
“Ada pula di waktu sedang semedi, Astaghfirullah lebih-lebih lagi dari beratnya. Kita si bodah ini lancang berkata barangkali bisa “NING” selama lebih dari 25 menit saja....” (KSIWH, hal. 18)

Mungkin ini saja catatan harian (cahar) saya. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberkati apa yang saya tulis ini. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pengasih selalu mengasihi semua hamba-Nya. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pengampun selalu mengampuni kesalahan saya dalam menulis catatan harian (cahar) saya ini. Mudah-mudahan kegiatan saya semuanya saja pada hari ini ketika, selalu membawa berkah sepanjang zaman, di kehidupan dunia dan akhirat. Amin, amin, amin, Yaa Rabbal Alamiin. Allohu Akbar. Walillahil Hamdu.

 “If you can dream it you can do it”
(Jika kamu dapat bermimpi, kamu dapat melakukannya)

“Sluman, slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan. Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)

Ki Kunting, Saya, dan Ki Komeng (Dokumentasi Mbak Titin, 2020)
Ki Kunting, Saya, Ki Komeng, dan Mbah Agung (Dokumentasi Mbak Titin, 2020)

Tentang Penulis

Arif Muzayin Shofwan, seorang pria ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria yang pada tahun 2020 pernah disebut oleh Ki Ageng Tapel Wates dengan sebutan “Ki Waskita” tersebut hingga kini masih tetap memiliki hobi menulis dan membaca. Yakni, menulis apa saja yang dapat dia tulis sesuai kreasi dan inspirasi yang diperolehnya. Begitu juga, membaca apa saja yang dia sukai. Selain itu, dia juga suka berziarah ke berbagai makam para wali, tokoh agung, kyai, syaikh, sunan, dan lain sebagainya. Pria penyuka wedang kopi dan rokok tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar