Minggu, 26 November 2017

MUJAHADAH LAILATUL QADAR DI MUSHALLA KUNO MBAH KYAI ABU BAKAR SEKARDANGAN, PAPUNGAN, KANIGORO, BLITAR



Oleh: Arif Muzayin Shofwan
(Sang Pengelana dari Sekardangan)

Pada bulan Ramadhan tahun 2013, Bapak Ekbal Santosa (Pak Ekbal) datang ke rumah saya. Dalam obrolan itu, Pak Ekbal mengatakan: “Ayo Mas, ngenekne mujahadah ning ngendi ngono yen pas Lailatul Qadar!. Amalane aku manut sampeyan!”. Jawab saya: “Ya ayo tho, amalane yang pas pada malam Lailatul Qadar tak carine ning kitab-kitab dulu. Ya cari yang cocok dengan sikon aja Pak Ekbal”. Jawab Pak Ekbal: “Wis sippp. Aku melu sampeyan pokok-e. Panggone ning ngendi aku yo manut sampeyan”. Haduhhh!!!.

Sepakatan demi sepakatan, akhirnya kami berdua menyepakati bermujahadah di Langgar/Mushalla Kuno Mbah Kyai Abu Bakar (yakni, sebuah langgar/mushalla kuno yang kini masih tersisa di dusun Sekardangan, desa Papungan, kecamatan Kanigoro, kabupaten Blitar, propinsi Jawa Timur). Kira-kira mushalla/langgar tersebut berdiri sekitar tahun 1700 hingga 1800-an masehi. Terdapat di tembok mushalla/langgar bagian Barat sebuah Logo Mataraman.

Ah, kembali bercerita tentang mujahadah yang saya lakukan dengan Pak Ekbal di mushalla/langgar tersebut. Yakni, tiap malam-malam ganjil Lailatul Qadar kami berdua mengamalkan wirid berikut, antara lain:

1.    SHOLAT HAJAT 2 ROKAAT PERTAMA
Setelah melakukan shalat Hajat dua rakaat, kami berdua mewiridkan:
1.    Surat Fatikah          70x (Tujuh Puluh Kali)
2.    Ayat Kursi               70x (Tujuh Puluh Kali)
3.    Surat Ikhlas            70x (Tujuh Puluh Kali)
4.    Surat Falaq             70x (Tujuh Puluh Kali)
5.    Surat Nass              70x (Tujuh Puluh Kali)

2.    SHOLAT HAJAT 2 ROKAAT KEDUA
Setelah shalat Hajat dua rakaat lagi, kemudian mewiridkan Surat al-Qadar 41x (Empat Puluh Satu Kali)

3.    SHOLAT HAJAT 2 ROKAAT KETIGA
Setelah melakukan shalat Hajat dua rakaat ketiga ini, kami berdua mewiridkan “DZIKIR NFI ISBAT” lafadz “LAILAHAILLALLOH” sebanyak-banyaknya dan ditutup dengan doa.

Konon wirid atau “DZIKIR NAFI ISBAT” sebagai wirid terakhir tersebut bisa digunakan sebagai media membuka rejeki. Hehehe. Wallahua’lam. Kata Mbah Agung Karangtengah: “Wirid pembuka rejeki iku LAILAHAILLALAH. Mengapa?. Sebab kuncine surga saja LAILAHAILLALAH. Maka dari itu, kunci rejeki iya LAILAHAILLALAH tersebut”. Hehehe, pokok dilakoni wae prayo uwis. Mbuh keno kanggo mbukak rejeki utawa ora iku wis ben-ben kono. Malah ada hadist seperti ini:

Sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa menyebut LAILAHAILLALAH sebanyak 70.000x (Tujuh Puluh Ribu Kali), maka dia sungguh menebus dirinya dari Allah” (Al-Hadist). Saya tak tahu apakah hadist ini shahih atau dlaif. Wallahua’lam.

Demikianlah mujahadah yang kami berdua lakukan pada tahun 2013 pada bulan Ramadhan pada hari-hari ganjil di “Musholla/Langgar Kuno Mbah Kyai Abu Bakar” Sekardangan, Papungan, Kanigoro, Blitar. Langgar yang sejuk dan asri, jauh dari keramaian hiruk-pikuk duniawi.

Usai melakukan mujahadah, terkadang kami mampi dulu ke rumah Mbah Kyai Syuhadak yang merupakan buyut dari Mbah Kyai Abu Bakar tersebut. Mbah Kyai Syuhadak biasanya menyuguhkan “Wedang Kopi” dan “Rokok Tengwe” kegemarannya kepada kami berdua. Setelah menghabiskan wedang kopi, kemudian biasanya kami berdua pulang ke rumah masing-masing. Inilah sebuah kisah yang pernah saya alami bersama Pak Ekbal dalam rangka ritual dan spiritual. Terima kasih Mbah Kyai Syuhadak dan Mas Agus atas wedang kopi dan tengwe-nya.

          Akhir kata, mudah-mudahan ritual yang saya lakukan bersama Pak Ekbal di Mushalla/Langgar Kuno Mbah Kyai Abu Bakar bermanfaat dan membawa berkah di kehidupan kini dan esok. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Mudah selalu memudahkan urusan-urusan dan masalah-masalah kami berdua, baik masalah duniawiyah maupun masalah ukhrawiyah. Amin Ya Rabbal Alamin.

 
Imaman Mushalla/Langgar Mbah Kyai Abu Bakar Sekardangan, di atas gawang terdapat simbol "Bunga Melati", yakni sebuah simbol dusun Sekardangan dari tokoh Nyai Gadhung Melathi (Dokumentasi, 2017)
 
Pintu ke utara bagian dalam Musholla/Langgar Mbah Kyai Abu Bakar Sekardangan (Dokumentasi, 2017)
 
Simbol "Bunga Melati" sebagai simbol dusun Sekardangan dilihat lebih dekat di atas gawang pengimaman Mushalla/Langgar Mbah Kyai Abu Bakar Sekardangan. Di dalam pengimaman inilah saya dan Pak Ekbal bermujahadah (Dokumentasi, 2017)
 
Pintu Mushalla/Langgar Mbah Kyai Abu Bakar Sekardangan (Dokumentasi, 2017)
 
Sumur tua Mushalla/Langgar Mbah Kyai Abu Bakar Sekardangan (Dokumentasi, 2017)
 
Makam Mbah Kyai Abu Bakar yang berada di bawah Pohon Jenar berada di sebelah barat mushalla/langgar kurang lebih berjarak 50 meter (Dokumentasi, 2017)
 
Makam Mbah Menthel (Sesepuh Sekardangan) berada di ujung paling baratnya makam Mbah Kyai Abu Bakar Sekardangan (Dokumentasi, 2017)
 
Makam Mbah Kyai Imam Ghozali dan istrinya. Beliau ini merupakan pewakaf tanah pendirian "Masjid Al-Mubarok" Sekardangan bagian Utara. Mbah Kyai Imam Ghozali merupakan kakek dari Mbah Mayar/Mbah Bayan (Sesepuh yang peduli dengan keberadaan Sadranan Petilasan Cikal-Bakal Dusun Sekardangan yang berada di Barat Masjid Baitul Makmur Sekardangan berjarak kurang lebih 100 meter-an). Mbah Imam Ghozali juga merupakan kakek-buyut dari Mas Kunthing Al-Kafit Sekardangan (Dokumentasi, 2017)


TENTANG PENULIS

Dr. Arif Muzayin Shofwan, M.Pd adalah lelaki kelahiran Blitar, Jawa Timur. Dia pernah menuntut ilmu keagamaan Islam di berbagai pesantren, di antaranya: Pondok Pesantren Miftahul Huda Sekardangan, Kanigoro, Blitar; Pondok Pesantren Darussalam Gaprang, Kanigoro, Blitar; Pondok Pesantren Al-Falah Trenceng, Sumbergempol, Tulungagung; Pondok Pesantren Menara Al-Fattah Mangunsari, Tulungagung; Pondok Pesantren Al-Kamal Kunir, Wonodadi, Blitar; Pondok Pesantren Mambaul Hidayah Tlogo, Kanigoro, Blitar; Pondok Pesantren Bahrul Ulum Kedungbajul, Durenan, Trenggalek; dan lain sebagainya. Pria yang memiliki hobi membaca dan menulis tersebut merupakan generasi ke-6 dari Mbah Kyai Muhammad Syakban Gembrang Serang (Purwokerto, Srengat, Blitar) bin Mbah Kyai Raden Muhammad Qosim (Eyang Kasiman yang yayasan-nya berada di utara Masjid Agung Kota Blitar).
Beberapa padepokan atau komunitas spiritual yang pernah disinggahi oleh pria tersebut, antara lain: (1) Padepokan Pusaka Sunan Tembayat Srengat-Blitar, asuhan Gus Hairi Musthofa; (2) Padepokan Laskar Wirogaten, Jatimalang-Blitar, asuhan Gus Ilham Rofi’i; (3) Padepokan Padang Jiwo, Sekardangan-Blitar, asuhan Kyai Yasin Fakih; dan padepokan-padepokan lainnya. Pria ini selalu ingat kata kyai-nya yang pernah mengatakan: “Kalau mau berjuang di desa, jangan sampai melupakan para sesepuh yang lebih dulu berjuang. Kalau di desa kita tak punya lanjaran, lebih baik kita hijrah ke desa yang lain”. Kontak person HP/WA: 085649706399.

Jumat, 24 November 2017

RISALAH DZIKIR HIFDZUL ANFAS WAL AUROD DILENGKAPI DENGAN SEPERCIK INTI WEJANGAN SUNAN TEMBAYAT



Oleh: Arif Muzayin Shofwan
(Sang Pengelana dari Sekardangan)


BAB SATU
DZIKIR HIFDZUL ANFAS

Tersebut dalam “Kitab Durratun Nashihin” halaman 260 bahwa sehari semalam itu ada 24 jam, dan nafas manusia dalam satu jam itu ada 180 nafas. Jadi sehari semalam nafas manusia itu ada 4320 nafas. Dan setiap satu nafas, besok akan ditanyai dua hal: (1) Untuk apa nafas yang masuk; dan (2) Untuk apa nafas yang keluar. Berdasarkan hal tersebut, maka sebagian ulama tharikah Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Sathariyah, dan semacamnya kemudian melakukan “Dzikir Hifdzul Anfas” (Dzikir untuk Menjaga Nafas). Yakni, dzikir untuk menjaga nafas dengan lafadz “HU-ALLOH” (Masuknya nafas berdzikir lafadz “HU” dan keluarnya nafas berdzikir lafadz “ALLOH”). Akan tetapi hal tersebut dilakukan dalam batin, artinya lisannya tidak mengucapkan. 

Sayyid Abdullah dalam “Kitab Al-Kibrit Al-Ahmar” menyatakan bahwa semua ulama ahli makrifat sepakat bahwa paling utama ibadah kepada Allah swt adalah “Dzikir Hifdzul Anfas” (Dzikir untuk Menjaga Nafas) dengan cara tersebut di atas. Mengapa?. Sebab dzikir yang demikian itu menjadi permata-permata yang membuahkan rahasia-rahasia dan cahaya-cahaya Ilahi. Sebagian ulama ahli hakekat menyatakan bahwa seseorang bisa melakukan dzikir menjaga nafas dengan melafadzkan “ALLOH-ALLOH” sesuai keluar dan masuknya nafas dan disesuaikan pula dengan irama detak jantung. Hal ini bisa dilakukan setelah usai shalat fardhu, ketika berdiri, berbaring, duduk dan lainnya. Ada banyak guru ahli tharikah (ahli spiritual) yang telah mengijazahkan dzikir ini kepada saya.

Ada pula sebagian ulama ahli makrifat (bijaksana) yang melakukan dzikir untuk menjaga nafas (dzikir hifdzul anfas) dengan melafadzkan “YA-HU” artinya “Wahai Dia”. Caranya adalah sama sebagaimana di atas. Yakni, ketika menghirup nafas melalui hidung melafadzkan “YA”, dan ketika mengeluarkan nafas melafadzkan “HU”, serta bisa pula disesuaikan dengan irama detak jantung yang berada di bawah payudara kiri kurang lebih jarak dua jari tangan. Dzikir untuk menjaga nafas seperti ini banyak dilakukan oleh kaum tharikah Akmaliyah,  Ahadiyah, dan lain sebagainya.

Pada dasarnya “Dzikir Hifdzul Anfas” (Dzikir untuk Menjaga Nafas) tersebut dapat dilaksanakan manakala sedang berdiri, duduk, berbaring, dan aktifitas-aktifitas lainnya. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah swt: “Ingatlah kepada Allah ketika berdiri, duduk dan berbaring” (QS. An-Nisa: 103); “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang/ tenteram” (QS. Ar-Ra’du: 28); dan “Ingatlah Allah banyak-banyak supaya kalian beruntung” (QS. Al-Jumuah: 9). Semoga kita termasuk golongan orang yang selalu ingat kepada-Nya. Amin- amin Ya Rabbal Alamin.

BAB DUA
AUROD DARI PARA MASYAYIKH

Ada banyak amalan atau wirid-wirid (aurod) yang saya peroleh dari para guru spiritual (masyayikh) selama menempuh berbagai macam ilmu. Saya ijazahkan amalan-amalan dari para guru saya tersebut kepada siapa saja yang berminat mengamalkannya. Mudah-mudahan amalan-amalan yang saya maksud bermanfaat bagi saya dan bagi yang berminat mengamalkannya. Saya mohon ketika akan mengamalkan hadiah Surat Al-Fatikah terlebih dahulu kepada para guru spiritual (masyayikh) yang telah mengijazahkan amalan-amalan tersebut kepada saya. Berikut merupakan amalan-amalan yang pernah saya peroleh dari para guru saya.

1.   AMALAN BASMALAH
Bacaan “Bismillahirrahmanirrahim” berkhasiat untuk kecerdasan dibaca sebanyak 786 x (Tujuh Ratus Delapan Puluh Enam Kali) setiap hari. (Ijazah dari Almaghfurlah Mbah KH. Hafidz Syafii Pengasuh Pondok Pesantren Manba’ul Hidayah Tlogo, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur).

2.   AMALAN HASBALAH
Yakni bacaan “Hasbunallah Wa Nikmal Wakil” dibaca 450 x (Empat Ratus Lima Puluh Kali) dalam sehari semalam. (Ijazah dari Almaghfurlah Mbah Kyai Daim Tingal Garum, Blitar dari Almaghfurlah Mbah KH. Abdul Hamid Pasuruan, Jawa Timur).
Keterangan:
Amalan ini juga saya dapatkan dari Almaghfurlah Mbah KH. Hasbulloh Karangsono, Kanigoro, Blitar yang beliau peroleh dari dua guru yaitu: (1) Mbah KH. Abdul Hamid Pasuruan; dan (2) Mbah KH. Makhrus Aly Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. Ketika itu, Mbah KH. Hasbulloh juga mengijazahkan Hizib Sakron kepada saya.

3.   WIRID PELAJAR (SANTRI)
Bagi pelajar atau santri sebaiknya mewiridkan “Surat Al-Fatikah” setiap hari sebanyak 41 x (Empat Puluh Satu Kali) dengan niat agar diberi kecerdasan dan kesuksesan dalam belajar. (Ijazah dari Almaghfurlah Mbah KH. Nur Ali Kebonsari, Garum, Blitar, Jawa Timur).

4.   WIRID PELAJAR (SANTRI)
Bagi pelajar atau santri sebaiknya setiap hari membaca “Yaa Badi’ As-Samaawaati Wal Ardhi                                            sebanyak 77 x (Tujuh Puluh Tujuh Kali) dengan niat agar diberi kecerdasan dan keberhasilan dalam menuntut ilmu pengetahuan. Selanjutnya, bila akan belajar dianjurkan membaca “Surat Al-Fiil” sebanyak 1 x (Satu Kali). (Ijazah dari Almaghfurlah Mbah KH. Nur Ali Kebonsari, Garum, Blitar, Jawa Timur).

5.   AMALAN AKAN UJIAN (ULANGAN) SEKOLAH
Seorang pelajar atau santri waktu ujian atau ulangan sebaiknya melaksanakan Wirid Hikmah Ibrahim yaitu “Yaa Man Allama Ibrahimal Hikmata Allimnii” dibaca 100 x (Seratus Kali) selama ujian atau ulangan sekolah. Jika akan mengerjakan test ujian atau ulangan dibaca 7x (Tujuh Kali) tanpa nafas. (Ijazah dari Almaghfurlah Mbah Kyai Zainuddin Dasuqi Sekardangan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur).

6.   WIRID NABI YUNUS
Wirid Nabi Yunus ketika berada di dalam ikan adalah “Laa Ilaha Illa Anta Subhanaka Inni Kuntu Minadholimin” sebanyak 41 x (Empat Puluh Satu Kali) sehari semalam atau sebanyak-banyaknya. (Ijazah dari Mbah Nyai Umi Kulsum Irjaz dari Almaghfurlah Mbah KH. Asngari Mursyid Tharikah Naqsyabandiyah Babadan, Wlingi, Blitar, Jawa Timur).

7.   SHOLAT HAJAT PENTING
Bila memiliki hajat bisa melakukan shalat Hajat sebanyak dua rakaat di tengah malam. Kemudian setelah salam membaca “Laisa Lahaa min Dunillahi Kaasifah” yang artinya “Tidak ada yang membukakan rahasianya selain Allah.” (QS. An-Najm: 58) sebanyak 1153 x (Seribu Seratus Lima Puluh Tiga Kali). Setelah itu, memohon kepada Allah apa-apa yang dihajatkannya. (Ijazah dari Almaghfurlah Mbah KH. Nasruddin Sekardangan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur).

8.   SURAT AL-FATIKAH UNTUK PENGOBATAN
Ikhtiar untuk mengobati sakit apa saja, dibaca sebanyak 313 x (Tiga Ratus Tiga Belas Kali) kemudian ditiupkan pada air dan diminumkan kepada yang sakit. (Ijazah dari Almaghfurlah Mbah Kyai Ali Yasin dari Mbah KH. Hadin Mahdi Mursyid Tharikah Tijaniyah, Tulungsari, Garum, Blitar, Jawa Timur).

9.   SHOLAWAT PENDEK
Yakni bacaan shalawat “Shallaloh Ala Muhammad” dibaca 1000 x (Seribu Kali) atau sebanyak-banyaknya setiap hari. Berfaidah menjadikan hidup tenang, tenteram, dan Insya Allah dikabulkan cita-citanya oleh Tuhan. (Ijazah dari Almaghfurlah Mbah KH. Makhrus Yunus Pendiri Pondok Pesantren Sunan Pandanaran Sekardangan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur).

BAB TIGA
INTI WEJANGAN SUNAN TEMBAYAT

Sunan Tembayat merupakan seorang waliyullah (kekasih Allah) murid dari Sunan Kalijaga. Beliau sering disebut dengan “Sunan Pamungkas” atau “Pangeran Pamungkas” dalam kumpulan Dewan Walisongo. Atas usul Sunan Kalijoga kepada Dewan Walisongo, maka Sunan Tembayat diangkat sebagai anggota Dewan Walisongo pada tahap terakhir untuk menggantikan Syaikh Siti Jenar (Syaikh Kasan Ali) dalam menjalankan tongkat estafet dewan kewalian di Demak Bintoro.

Disebut dengan “Sunan Tembayat” sebab dalam perjalanan uzlah dari urusan keduniawian selalu mengadakan “Patembayatan” atau “Pirukunan” ketika mengajarkan: (1) Syariat; (2) Tharikat; (3) Hakekat; dan (4) Makrifat. Beliau merupakan salah satu waliyullah yang selalu menebarkan “Patembayatan” atau “Pirukunan” kepada sesama manusia tanpa memandang agama, suku, budaya, aliran kepercayaan, dan lain sebagainya. Bila di era sekarang, mungkin Sunan Tembayat dapat disebut sebagai tokoh multikultural selain Sunan Kalijogo dan semacamnya.

Bahkan dijelaskan dalam buku berjudul “Sunan Tembayat Dialog dengan Syaikh Siti Jenar” bahwa Sunan Tembayat juga dapat merengkuh para murid Syaikh Siti Jenar (Syaikh Kasan Ali) dalam “Patembayatan” atau “Pirukunan” yang beliau lakukan. Sehingga tak heran apabila setelah kematian Syaikh Siti Jenar, maka banyak murid-murid Syaikh Siti Jenar yang kemudian menimba ilmu kepada Sunan Tembayat.

Ada banyak murid dari Sunan Tembayat yang berasal dari berbagai elemen, di antaranya: Ki Ageng Gribig (anak Ki Kebo Kanigoro/ Kyai Purwoto Sidik); Syaikh Dumbo; Nyai Ageng Tasik; Kyai Ageng Majasta; Kyai Ageng Semilir; Kyai Ageng Sabuk Janur; Kyai Ageng Sekar Delimo; Kyai Ageng Kali Datuk; Kyai Ageng Malanggati; Kyai Ageng Banyubiru; Syaikh Kewel; Syaikh Belabelu; Syaikh Damiaking; dan lain sebagainya.

Setelah wafat, jasad Sunan Tembayat dimakamkan di Gunung Cokrokembang sebelah timur perbukitan Gunung Jabalkat di wilayah kecamatan Bayat, kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Makam beliau diapit pula dengan makam kedua istrinya yang bernama Nyai Ageng Kaliwungu dan Nyai Ageng Krakitan. Selain itu, berada di sebelah selatan makam Sunan Tembayat banyak pula dimakamkan jasad para anak, cucu dan keturunannya. Mudah-mudahan inti wejangan Sunan Tembayat berupa “Patembayatan” atau “Pirukunan” yang diajarkan olehnya dapat menginspirasi semua manusia dalam mewujudkan masyarakat multikultural tanpa memandang perbedaan agama, suku, budaya, aliran kepercayaan, dan lain sebagainya.

DAFTAR RUJUKAN
Sumber Buku
Abu Naufal Bin Tamam At-Thahir (2011). Silsilah Sunan Tembayat Hingga Syaikh Muhammad Sya’ban Al-Husaini. Blitar: Penerbit Mbrebesmili Center.
Arif Muzayin Shofwan dan Putu Ari Sudana (2016). Silsilah Nasab Kyai Soeroredjo Kauman Blitar (Dari Sunan Tembayat Hingga Rasulullah). Blitar: Komunitas Sarkubiyah.
R.W. Sumbaga (2008). Kitab Primbon Atassadhur Adammakna. Ngayogyakarta Hadiningrat: Penerbit Soemodidjojo Maha Dewa.
Sarkub Danu (t.t). Sunan Bayat Dialog dengan Syaikh Siti Jenar. Yogyakarta: t.p.

Sumber Lain- lain
Amalan-amalan atau wirid-wirid (aurod) dari para guru spiritual (masyayikh) selama penulis menempuh perjalanan spiritual.
Wejangan dari para guru spiritual yang tidak dapat dijelaskan secara menyeluruh dalam buku ini.

LAMPIRAN
WEJANGAN SEBAGIAN WALIYULLAH UNTUK PENEMPUH SPIRITUAL

Wejangan Sunan Ampel kepada anak cucunya yang sedang melakukan perjalanan spiritual, di antaranya:
1.   Turua yen arep nepsu! (Apabila muncul nafsu keinginan hendaknya ditidurkan)
2.   Nepsua yen arep perang! (Apabila akan melakukan perang melawan hawa nafsu hendaknya nafsu tersebut dikerahkan semua)
3.   Peranga yen arep mangan! (Apabila muncul keinginan untuk makan hendaknya diperangi)
4.   Mangana yen arep lumaku! (Apabila akan bepergian hendaknya makan secukupnya terlebih dahulu)
5.   Lumakua yen arep turu! (Apabila muncul rasa kantuk hendaknya segera dipakai untuk berjalan-jalan).
Wejangan dari Pangeran Papak Natapraja (Kyai R.M. Djojopernomo) kepada para sahabatnya, di antaranya:
1.   Kena mlebu yen wus weruh njerone.
2.   Kena metu yen wus weruh njabane.
3.   Kena munggah yen wus weruh nduwure.
4.   Kena mudun yen wus weruh ngisore.
Demikian sekelumit lampiran untuk penempuh spiritual.

 
Arif Muzayin Shofwan dan Mas Sholihin di Selatan Makam Bung Karno Blitar (Dokumentasi, 2017)


TENTANG PENULIS

Dr. Arif Muzayin Shofwan, M.Pd adalah lelaki kelahiran Blitar, Jawa Timur. Dia pernah menuntut ilmu secara formal di TK Al-Hidayah Papungan 01 (1984); MI Miftahul Huda Papungan 01 (1991); MTsN Kunir, Wonodadi, Blitar, (1993); MAN Tlogo, Kanigoro, Blitar (1996). Setelah singgah di beberapa pesantren, dia kemudian menempuh kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Al-Muslihuun Tlogo, Blitar jurusan Sarjana Pendidikan Agama Islam (2004). Dia kemudian kuliah pada Program Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) di Universitas Kanjuruhan Malang (2009). Lalu dia menempuh Program Studi Doktor Pendidikan Agama Islam di Universitas Muhammadiyah Malang (2016). Artikel ilmiah yang pernah dipublikasikan, di antaranya: Studi Manajemen Lembaga Pendidikan Dakwah di Masjid Agung Kota Blitar (Penerbit: STID Al-Hadid Surabaya, 2014); Dakwah Walisongo dan Konstruksi Sosial Masyarakat Jawa (Penerbit: STID Al-Hadid Surabaya, 2015); Character Building melalui Pendidikan Agama Islam: Studi Kasus di MI Miftahul Huda Papungan 01 Blitar (Penerbit: IAIN Tulungagung, 2015); Merajut Kebebasan Beragama dan Hak Asasi Manusia (Penerbit: PUSAM Universitas Muhammadiyah Malang, 2015);  dan lain sebagainya. Pria generasi ke-16 dari Sunan Tembayat tersebut dapat dihubungi melalui nomor HP: 085649706399.