Jumat, 29 Juni 2018

ZIARAH KE MAKAM MBAH KYAI KASAN MUNAJAT KESAMBEN DAN MBAH KYAI IMAM SYAFAAT KESAMBEN, SERTA MBAH KYAI DIMYATI & CIKAL BAKAL DESA KASIM (BLITAR, JAWA TIMUR)


Oleh: Arif Muzayin Shofwan

Pada Hari Raya ke-5 Tahun 2018, Saya diajak Mas Putu Ari Sudana silaturrahmi ke rumah Mbak Ika Kesamben (cucu dari Mbah Kyai Kasan Munajat), diteruskan ziarah ke makam Mbah Kyai Kasan Munajat dan Mbah Kyai Imam Syafaat Kesamben, kemudian ziarah ke makam Mbah Kyai Dimyati dan Cikal Bakal Desa Kasim, Selopuro, Blitar, Jawa Timur”. (Shofwan, 2018)


Pada Hari Raya Idul Fitri ke-5, Saya diajak Mas Putu Ari Sudana bersilaturrahmi ke rumah Mbak Ika Kesamben (cucu dari Mbah Kyai Kasan Munajat). Dirumah Mbak Ika, saya dan Mas Putu Ari Sudana disuguhi beberapa makanan dan jajan berikut, antara lain:

1.    Bakso dengan Pentol Besar
2.    Nasi Soto
3.    Teh Hangat
4.    Jajan-Jajan Hari Raya Idul Fitri
5.    Dan semacamnya

Dirumah Mbak Ika, saya bertemu dengan Mas Aji Kuncoro. Setelah beberapa saat di rumah Mbak Ika berjagong-ria, kami lalu berziarah ke makam Mbah Kyai Kasan Munajat. Setelah ziarah ke makam Mbah Kyai Kasan Munajat, kami lalu silaturrahmi ke rumah Mas Aji Kuncoro yang berada di timur Masjid Al-Ikhlas Kauman, Kesamben, Blitar.

          Di rumah Mas Aji Kuncoro ini, Saya dan Mbak Ika tak lupa memetik bunga Kenanga yang berada di depan rumah Mas Aji Kuncoro. Bunga itu kemudian kami gunakan untuk nyekar di makam Mbah Kyai Imam Syafaat + Mbah Nyai Woeryan yang berada di belakang Masjid Al-Ikhlas Kauman, Kesamben, Blitar. Kedua tokoh ini merupakan Cikal-Bakal Masjid Al-Ikhlas tersebut. Mbah Nyai Woeryan masih tercatat sebagai keturunan Mbah Kyai Raden Muhammad Kasiman Sang Penghulu Pertama Blitar, yang masih trah keturunan Sunan Tembayat, Klaten, Jawa Tengah.

          Setelah kami selesai ziarah, lalu Saya dan Mas Putu Ari Sudana mohon pamit kepada Mas Aji Kuncoro dan Mbak Ika untuk meneruskan ziarah ke makam Mbah Kyai Dimyati Baran, Selopuro, Blitar. Tak lupa, setelah ziarah ke makam tersebut, Saya dan Mas Putu Ari berziarah ke makam Cikal-Bakal Desa Kasim, Selopuro, Blitar, yang berada di sebelah barat makam Mbah Kyai Dimyati itu. Cikal Bakal Desa Kasim itu antara lain: Raden Pendar, Nyai Sampingan, dan dua lainnya. Setelah itu kami pulang ke rumah, dan Mas Putu Ari Sudana lalu meneruskan silaturrahmi bersama Mas Agus Sopir-nya dalam kegiatan ini.

Mungkin ini saja catatan harian (cahar) saya. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberkati apa yang saya tulis ini. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pengasih selalu mengasihi semua hamba-Nya. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pengampun selalu mengampuni kesalahan saya dalam menulis catatan harian (cahar) saya ini. Mudah-mudahan kegiatan saya semuanya saja pada hari ini ketika, selalu membawa berkah sepanjang zaman, di kehidupan dunia dan akhirat. Amin, amin, amin, Yaa Rabbal Alamiin. Allohu Akbar. Walillahil Hamdu.

 “If you can dream it you can do it”
(Jika kamu dapat bermimpi, kamu dapat melakukannya)

“Sluman, slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan. Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)

Saya, Mas Putu Ari Sudana, Mas Aji Kuncoro sedang berziarah ke Makam Mbah Kyai Kasan Munajat Kesamben (Dokumentasi, 2018)
Saya, Mas Putu Ari Sudana, Mas Aji Kuncoro, Mas Ego, dan Mbak Ika berziarah di makam Mbah Kyai Imam Syafaat dan Mbah Nyai Woeryan yang berada di barat Masjid Al-Ikhlas Kauman, Kesamben, Blitar (Dokumentasi, 2018)
 
Saya dan Mas Putu Ari Sudana berziarah ke makam Mbah Kyai Dimyati Baran, Selopuro, Blitar (Dokumentasi, 2018)
Saya dan Mas Putu Ari Sudana berziarah ke makam Cikal-Bakal Desa Kasim Selopuro Blitar (Dokumentasi, 2018)
 
Saya dan Mas Putu Ari Sudana berada di depan Aula untuk pengajian dalam areal makam Mbah Kyai Dimyati Baran, Selopuro, Blitar (Dokumentasi, 2018)
  
Tentang Penulis

Arif Muzayin Shofwan, seorang pria ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria ini pada akhir tahun 2016 dan awal tahun 2017 bersama kawan-kawannya (seperti Yaoma Tertibi, SH., Winarto, M.Pd.I., Lussy Ana Anggarani, M.Pd., Alfiah, SE., Eka Rahmawati, M.Pd., Mohammad Miftakhul Rochman, M.Pd., Muhammad Zainal Abidin, M.Ag dan lainnya) tercatat sebagai Tim Pendiri Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar dengan empat program studi, antara lain: (1) Prodi Hukum Tata Keluarga Islam; (2) Prodi Perbankan Syariah; (3) Prodi Komunikasi Penyiaran Islam; dan (4) Prodi Ekonomi Islam. Selain itu, pria pecinta teh ini juga merupakan penggagas pertama Pusat Studi Desa dan Pemberdayaan Masyarakat (PUSDEMAS) Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar bersama Yaoma Tertibi, SH. Pria yang yang sering mengikuti berbagai kajian kebebasan beragama dan HAM serta diskusi lintas agama baik lokal maupun nasional tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.

Rabu, 27 Juni 2018

SEPUTAR KETERLIBATAN SAYA DI PENDOPO ISLAM NUSANTARA (PINUS) SEKARDANGAN, KANIGORO, BLITAR DAN KISAH LAINNYA


Oleh: Arif Muzayin Shofwan

Dusun Sekardangan merupakan sebuah tempat yang sejuk, nyaman, damai, dan tertram yang tiada tertandingi di dunia dan akhirat, doa saya. Dusun Sekardangan merupakan sebuah dusun dalam wilayah kecamatan Kanigoro. Dikisahkan bahwa, di wilayah kecamatan Kanigoro ada dua tokoh yang konon pernah menjadi tempat berguru Hadrotus Syaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari (Pendiri Nahdlatul Ulama), yaitu: (1) Mbah Kyai Muhammad Sholeh Kuningan dan (2) Mbah Kyai Kasan Jauhari Sekardangan. Dan kisah lainnya adalah Mbah Kyai Umar Mursyid Thoriqoh Naqsyabandiyah Baran-Kediri juga sering berkunjung ke Sekardangan, tepatnya di mushalla pesulukan Naqsyabandiyah kuno peninggalan Mbah Kyai Haji Abu Bakar Sang Penerus Mbah Kyai Raden Hasan Muhtar”. (Shofwan, 2018)

Sekilas tentang Sekardangan

          Dusun Sekardangan merupakan sebuah dusun di wilayah desa Papungan, kecamatan Kanigoro, kabupaten Blitar, propinsi Jawa Timur yang didirikan atau diproklamirkan oleh tiga tokoh berikut, yaitu:

1.    Kyai Ageng Purwoto Sidik (Ki Ageng Kebo Kanigoro), kakak dari Ki Kebo Kenongo (Kyai Ageng Syihabuddin), dan paman serta guru Jaka Tingkir (Kyai Ageng Abdurrohman/ Raden Mas Karebet/ Sultan Hadiwijaya) Sang Pendiri Kerajaan Islam Pajang.
2.    Nyai Gadhung Melati (dianggap sebagai istri Kyai Ageng Purwoto Sidik)
3.    Roro Sekar/ Roro Tenggok/ Roro Endang Widuri (yakni; anak dari kedua tokoh di atas).

Konon, di era perpolitikan Sultan Trenggono antara Demak dan Pajang, tokoh Kyai Ageng Purwoto Sidik (Ki Kebo Kanigoro) merupakan tokoh sentral atau intelektual berdirinya Kerajaan Islam Pajang. Maka tak heran bila beliau menjadi buron politik kerajaan Demak saat itu. Tak heran pula, bila banyak petilasan ketiga tokoh di atas (Kyai Ageng Purwoto Sidik, Nyai Gadhung Melati, dan Roro Sekar) di berbagai daerah disebabkan perpindahan mereka sebagai imbas dari perpolitikan Demak-Pajang kala itu. Hingga akhirnya, ketiga tokoh tersebut konon menjadi cikal-bakal Kelurahan Kanigoro (kelurahan saja) dan juga Dusun Sekardangan.

Selanjutnya, setelah perpolitikan Demak-Pajang telah selesai, ketiga tokoh tersebut selanjutnya kembali lagi ke daerah dusun Sarehan, desa Jatingarang, kecamatan Weru, kabupaten Sukoharjo-Solo Raya. Dan Kyai Ageng Purwoto Sidik/ Ki Ageng Kebo Kanigoro dimakamkan ditempat dusun tersebut. Dan dalam beberapa sumber, Kyai Ageng Purwoto Sidik + Nyai Gadhung Melati memiliki beberapa anak, yaitu:

1.   Ki Ageng Gribik I / Pangeran Kedhanyang di Kota Malang
Menurut cerita dari sesepuh Sekardangan, yakni Mbah Kyai Zainuddin Ad-Dasuqi, sebelum ketiga tokoh di atas kembali ke Sukoharjo-Solo Raya, ketiganya menyempatkan diri ke Ki Ageng Gribik I di Kota Malang ini. Kemudian kembali ke Sekardangan dan selanjutnya ke Sukoharjo-Solo Raya. (Data ini ada di Ranji Sarkub dan buku manuskripnya yang asli konon ada di tangan Raden Ayu Linawati Djojodiningrat Solo).

2.   Roro Endang Widuri/ Roro Sekar/ Roro Tenggok
Dalam kisah “Nagasasra dan Sabuk Inten”, S.H. Mintardja menceritakan bahwa anak Ki Kebo Kanigoro adalah Endang Widuri. Dan sifat-sifat dan perilaku Endang Widuri/Roro Sekar/Roro Tenggok yang dikisahkan S.H. Mintardja dalam buku tersebut sama persis seperti cerita tutur yang disampaikan oleh para sesepuh dusun Sekardangan dari generasi ke generasi. (Lihat “Nagasasra dan Sabuk Inten” karya S.H. Mintardja).

Demikianlah sekilas cikal bakal dusun Sekardangan, atau yang bahasa keren sekarang adalah PROKLAMATOR DUSUN SEKARDANGAN yakni sebuah dusun di wilayah kecamatan Kanigoro, kabupaten Blitar, propinsi Jawa Timur. Sebuah dusun di mana BATUR SAYA/SEDULUR PAPAT SAYA (1. KAKANG KAWAH 2. ADI ARI-ARI 3. GETIH 4. PUSER) saya ditanam di dusun yang sangat saya cintai ini. Dalam batin saya seraya berdoa: “Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, saya berterima kasih kepada SANG CIKAL BAKAL dan SANG PEMBABAT dusun Sekardangan, mudah-mudahan segala kebaikannya di terima di sisi Tuhan, dan diampuni segala kesalahannya. Amin, amin, amin. Ya Robbal Alamin.”

Ada sebuah dalil agama Islam: “MAN LAM YASYKURIN NASS, LAM YASYKURILLAH” (SIAPA YANG TIDAK BISA BERTERIMA KASIH KEPADA MANUSIA, MAKA DIA SEKALI-KALI TIDAK BISA BERSYUKUR KEPADA TUHAN-NYA). Oleh karena dalil inilah, saya selalu berterima kasih kepada CIKAL-BAKAL YANG MENCIKAL-BAKALI DUSUN SEKARDANGAN dan PARA TOKOH YANG MBABAT DUSUN SEKARDANGAN. Berterima kasih bukanlah sesuatu yang musyrik-syirik kawan. Sekali lagi, berterima kasih bukanlah sesuatu yang musyrik-syirik kawan. Kalau cumak ingin berniat musyrik-syirik gampang kok, di tempat manapun bisa. Okey?.

Sekardangan Era Mataram
          Selanjutnya, setelah kepulangan ketiga tokoh di atas ke Sukoharjo, Solo Raya, maka pada era Mataram, dusun Sekardangan merupakan sebuah dusun yang alasnya (hutan-nya) dibabat oleh beberapa tokoh berikut, yaitu:

1.   Mbah Kyai Raden Atmo Setro
Makam Mbah Kyai Raden Atmo Setro berada di Pemokaman Kuno Desa Gaprang Lor. Beliau memiliki menantu bernama Ahmad Darim dari dusun Gajah (utara dusun Sekardangan) yang pada akhirnya diganti nama dengan Mbah Kyai Raden Setro Kromo. Penulis adalah generasi ke-7 dari Mbah Kyai Raden Atmo Setro sebagai berikut: (1) Kyai Raden Atmo Setro berputra; (2) Nyai Raden Setro Kromo berputra; (3) Nyai Zainuddin Binti Kyai Abu Yamin berputra; (4) Nyai Ahmad Dasuqi berputra; (5) Nyai Umi Kulsum Irjas berputra; (6) Hj. Siti Rofiah Tamam berputra; (7) Arif Muzayin Shofwan.

2.   Mbah Kyai Raden Kasan Muhtar
Konon kendaraan beliau saat itu atau jaman mbabat dusun Sekardangan adalah berupa seekor macan. Ini kisah tutur dari para sesepuh. Banyak keluarga beliau dulu yang berada di Kauman Kalangbret Tulungagung. Kata para sesepuh Sekardangan.

3.   Mbah Kyai Raden Abu Yamin
Makam beliau berada di Pemakaman Kuno Desa Gaprang Utara. Beliau adalah ayah dari Nyai Zainuddin pada nomor 1 di atas. Konon beliau ini dulu berasal dari trah keturunan “MAKAM SENTONO” Lodoyo Blitar. Pada saat dikejar Belanda, sampailah beliau di Sekardangan ini. Kata Mbah Kyai Muhammad Zainuddin Bin Ahmad Dasuqi bahwa Mbah Kyai Raden Abu Yamin ini merupakan santri pertama di dusun Sekardangan, dan juga Mbah Kyai Raden Hasan Muhtar.

4.   Mbah Kyai Raden Tirto Sentono
Makam beliau berada di Pemakaman Umum Dusun Sekardangan berada di sebelah Selatannya makam Mbah Kyai Abdurrohman Bin Abu Yamin dan berada di sebelah Timur-nya makam Mbah Kyai Hasan Thohiran (yakni tokoh teman seperjuangan Mbah Kyai Imam Fakih dalam mendirikan Masjid Baitul Makmur Sekardangan Kidul)

5.   Mbah Kyai Raden Wongsopuro
Yakni, makamnya merupakan makam terlama di sebelah barat Masjid Baitul Makmur Sekardangan. Makam lama lagi adalah Mbah Kyai Bontani dan istrinya (makamnya di bawah Pohon Jenar dan tak pernah ada rumput di situ)

6.   Mbah Kyai Raden Barnawi
Konon beliau ini merupakan tokoh yang mendirikan tempat ibadah pertama kali di Sekardangan Kidul. Namun tempat ibadah berupa langgar tersebut sudah tak ada bekasnya.

7.   Mbah Kyai Raden Suwiryo
Beliau merupakan tokoh yang mbabat dusun Sekardangan bagian pojok Timur-Utara. Beliau merupakan leluhur Mbah Kyai Hasan Jauhari, yakni seorang yang sering disebut sebagai teman dan guru Mbah Kyai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Jombang. Konon ketika ke Sekardangan, Mbah Kyai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari Jombang sering mampir/singgah di rumah Mbah Kyai Hasan Jauhari ini. Sedangkan kalau di Kuningan, Mbah Kyai Muhammad Hasyim Asyari sering singgah/mampir di rumah Mbah Kyai Muhammad Sholeh Sang Penyusun Kitab Tauhid Nata’ijul Afkar.

Dari beberapa tokoh di atas, pada Era Diponegoro-an yang akhir-akhir, kemudian muncul tokoh bernama Mbah Kyai Imam Fakih dan Mbah Kyai Kasan Thohiran dari Bagelenan sebagai pemrakarsa berdirinya Pesantren Miftahul Huda dan Masjid Baitul Makmur Sekardangan. Dan dari semua tokoh inilah akhirnya beranak-pinak dan melahirkan berbagai keturunan di dusun Sekardangan, yakni dusun nan sejuk tak tertandingi di dunia dan akherat. Sehingga kakek-kakek jaman dulu bilang begini: “SAK SEKARDANGAN IKU ORA ONO WONG LIYO. KABEH IKU JIK DULUR TUNGGAL GETIH KABEH” (Artinya: Satu dusun Sekardangan itu tak ada orang lain. Semua masih saudara semua dan masih tunggal darah).

Saya, PINUS, Kisah Mbah Kyai Hasan Jauhari, dan Lainnya
          Keterkaitan saya dengan Pendopo Islam Nusantara (PINUS) yang diprakarsai oleh IKA-PMII (Ikatan Alumni PMII) adalah: Saya juga alumni PMII walaupun tidak pernah duduk dalam strukturalnya. Beberapa kali saya ikut macapatan “LAYANG AMBIYA” yang diadakan setiap malam Sabtu di PINUS. Pada bulan Romadhon 2018, saya mengisi kajian “Dakwah Walisongo dan Konstruksi Sosial Masyarakat Jawa” di PINUS bersama LAKPESDAM NU. Pada saat PINUS diresmikan pada tanggal 20 Juni 2018, saya juga menghadirinya.

          Ada kisah menarik ketika Pendopo Islam Nusantara (PINUS) IKA-PMII yang telah diikrarkan sebagai wakaf untuk Nahdlatul Ulama (NU) oleh Tuhan Yang Maha Kuasa diletakkan di dusun Sekardangan (desa Papungan, kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar), antara lain:

Pertama, ada banyak kisah dari sesepuh bahwa Mbah Kyai Haji Muhammad Hasyim Asyari Sang Pendiri NU, waktu muda konon sering berkunjung ke rumah Mbah Kyai Hasan Jauhari Sekardangan. Dan Mbah Kyai Hasan Jauhari ini konon merupakan teman dan guru ngaji-nya Mbah Kyai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari Jombang.

Kedua, Mbah Kyai Haji Umar Baran seorang Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah juga sering ke Sekardangan, tepatnya di Pesulukan Tarekat Naqsyabandiyah “Musholla Terkuno di Sekardangan” yang di dinding belakang pengimaman masih ada Logo Kraton Metaram-nya. Walau saat ini sudah hampir keropos termakan usia. Bahkan Mbah Kyai Haji Umar Baran ini masih saudara dekat dengan Sekardangan.

Ketiga, Sekardangan merupakan tempat Ilmu Tauhid terakhir dari jalur Mbah Kyai Muhammad Sholeh Kuningan. Mbah Kyai Zainuddin Bin Ahmad Dasuqi Sekardangan (menantu Mbah Kyai Ridwan Karangsono) pernah bercerita begini: “Mbah Kyai Muhammad Sholeh Kuningan pernah berkata bahwa Ilmu Tauhid-nya besok akan diteruskan Kyai Tlogo/Mbah Kyai Sibaweh, kemudian diteruskan Mbah Kyai Sekardangan/Mbah Kyai Imam Mahdi”. Ini merupakan isyarah Mbah Kyai Muhammad Sholeh Kuningan tentang penerus tradisi keilmuan Ilmu Tauhid yang dikembangkannya.

Oya, saat peresmian Pendopo Islam Nusantara (PINUS) yang dihadiri dan diresmikan Dr. H. Imam Nahrowi, Sang Menteri Pemuda dan Olah Raga, saya juga ikut hadir di PINUS tersebut. Acara yang dikemas oleh Mas Abdul Aziz (Ketua IKA-PMII) sangat menarik, yakni saat doa penutup memakai dua doa. Yaitu:

1.    Doa Berbahasa Jawa: Yakni “DOA CARAKA BALIK” dari sesepuh Macapatan LAYANG AMBIYA tiap malam Sabtu di PINUS.

2.    Doa Berbahasa Arab: Dibawakan oleh KH. Masda’in Rifai Ahyad Tokoh NU Cabang Blitar.

Mas Abdul Aziz (Ketua IKA-PMII) dalam acara tersebut juga mempromosikan UMKM Dusun Sekardangan berupa “OPAK GAMBIR”. Salah satu perwakilan pengusaha opak gambir yang maju ke depan dan wawancara dengan Kemenpora Dr. H. Imam Nahrowi adalah (1) HAJI MASRUKIN, Pengusaha Opak Gambir SEKAR MELATI; (2) MUHAMMAD YUSUF, Pengusaha Opak Gambir SEKAR MAWAR. Dalam acara itu juga ada ikrar bantuan 100.000.000 (Seratus Juta) dari MAS KHOLID yakni Pengusaha Kampung Coklat Plosorejo, Kademangan, Blitar.

Mungkin ini saja catatan harian (cahar) saya. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberkati apa yang saya tulis ini. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pengasih selalu mengasihi semua hamba-Nya. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pengampun selalu mengampuni kesalahan saya dalam menulis catatan harian (cahar) saya ini. Mudah-mudahan kegiatan saya semuanya saja pada hari ini ketika, selalu membawa berkah sepanjang zaman, di kehidupan dunia dan akhirat. Amin, amin, amin, Yaa Rabbal Alamiin. Allohu Akbar. Walillahil Hamdu.

 “If you can dream it you can do it”
(Jika kamu dapat bermimpi, kamu dapat melakukannya)

“Sluman, slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan. Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)

Dokumentasi Petilasan Cikal Bakal Sekardangan (Dokumentasi, 2018)
 
Monumen Petilasan Cikal Bakal Dusun Sekardangan (Dokumentasi, 2018)
 
Monemen Petilasan Cikal Bakal Dusun Sekardangan (Dokumentasi, 2018)
 
Monumen Petilasan Cikal Bakal Dusun Sekardangan (Dokumentasi, 2018)
 
Aku Ngisi Ngaji di PINUS Sekardangan (Dokumentasi, 2018)
Aku Ngisi Ngaji di PINUS Sekardangan (Dokumentasi, 2018)
 
Berfoto usai Ngaji di PINUS Sekardangan (Dokumentasi, 2018)

Aku Saat Ngaji di PINUS Sekardangan (Dokumentasi, 2018)
 
Manuskrip Kuno Panembahan Kajoran (1700-an) yang menjelaskan Ki Kebo Kanigoro/ Kyai Purwoto Sidik memiliki anak bernama Ki Ageng Gribik I Malang
Makam Roro Sekar/Roro Tenggok/Endang Widuri putri dari Ki Kebo Kanigoro/Ki Purwoto Sidik di areal makam kakeknya Sri Makurung Handayaningrat/Ki Ageng Pengging Sepuh di Pengging Boyolali
Makam Ki Kebo Kanigoro/ Ki Ageng Purwoto Sidik (ayah dari Roro Sekar/Roro Tenggok/Endang Widuri, Ki Ageng Gribik I Malang, dan Kyai Banyubiru II Klaten Bayat) di Dusun Sarean, Desa Jatingarang, Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo-Solo Raya.

Tentang Penulis

Arif Muzayin Shofwan, seorang pria ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria ini pada akhir tahun 2016 dan awal tahun 2017 bersama kawan-kawannya (seperti Yaoma Tertibi, SH., Winarto, M.Pd.I., Lussy Ana Anggarani, M.Pd., Alfiah, SE., Eka Rahmawati, M.Pd., Mohammad Miftakhul Rochman, M.Pd., Muhammad Zainal Abidin, M.Ag dan lainnya) tercatat sebagai Tim Pendiri Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar dengan empat program studi, antara lain: (1) Prodi Hukum Tata Keluarga Islam; (2) Prodi Perbankan Syariah; (3) Prodi Komunikasi Penyiaran Islam; dan (4) Prodi Ekonomi Islam. Selain itu, pria pecinta teh ini juga merupakan penggagas pertama Pusat Studi Desa dan Pemberdayaan Masyarakat (PUSDEMAS) Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar bersama Yaoma Tertibi, SH. Pria yang yang sering mengikuti berbagai kajian kebebasan beragama dan HAM serta diskusi lintas agama baik lokal maupun nasional tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.