Minggu, 11 Juni 2017

ZIARAH DARI MAKAM AULIYA’ GUNUNG PEGAT SRENGAT HINGGA KE MAKAM AULIYA MBREBESMILI SANTREN PURWOKERTO-BLITAR



Oleh: Arif Muzayin Shofwan

 Ini merupakan sebuah catatan ketika saya, Mbah Tatok Aminuddin Kalipucung, Mbah Jawoko Jatimalang, dan Mas Lukie Gaprang melakukan perjalanan ziarah makam, mulai dari Makam Auliya Gunung Pegat Srengat, Mbah Maling Aguno Srengat, Eyang Singomoro Maron, dan hingga ke Makam Auliya’ Mbrebesmili Santren Purwokerto, Srengat, Blitar.” (Shofwan, 2017)


          Pada hari Minggu, 11 Juni 2017, saya, Mbah Tatok Aminuddin, Mbah Jawoko, Mas Lukie mengadakan perjalanan ziarah makam Auliya’. Pertama-tama, Mas Lukie datang ke rumah saya pada pukul 09.00 WIB. Kemudian saya dan Mas Lukie segera menuju rumah Mbah Tatok Aminuddin Kalipucung, Sanankulon, Blitar. Kurang lebih delapan menit, saya dan Mas Lukie berbincang-bincang di rumah Mbah Tatok Aminuddin, tiba-tiba Mbah Jawoko menghubungi saya. Mbah Jawoko mengatakan bahwa dia baru saja mengecat rumah dan mau ikut acara ziarah ini. Kami bertiga menunggu kedatangan Mbah Jawoko sekitar sepuluh menit-an. Sesampai Mbah Jawoko ke rumah Mbah Tatok Aminuddin Kaalipucung, kemudian kami berempat berkesepakatan untuk segera berangkat melakukan perjalanan ziarah makam bulan Ramadhan kali ini sebagai rangkaian “Ngabuburit Golek Maghrib”, artinya ngabuburit ritual ziarah makam Auliya’ untuk mendapatkan waktu Maghrib.

Namun, sebelum berziarah ke makam-makam Auliya, kami berempat berkesepakatan menuju rumah Gus Hairi Mustofa Pengasuh Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat yang berada di selatan Pasar Srengat. Di rumah Gus Hairi, kami hanya ingin ngobrol-ngobrol mengenai berbagai makam Auliya’ Gunung Pegat Srengat. Terutama sekali Mbah Tatok Aminuddin mendiskusikan dengan Gus Hairi Mustofa terkait dengan rencana peletakan batu nisan di pusara makam Mbah Kyai Raden Muhammad Qosim/Eyang Kasiman (Yakni, cikal-bakal Masjid Agung Kota Blitar dan Penghulu Pertama Blitar) yang saat itu keberadaan batu nisan-nya sudah hilang. Di rumah Gus Hairi Mustofa tersebut, Mbah Tatok Aminuddin mendiskusikan pusara makam Mbah Kyai Raden Muhammad Kasiman yang berada di antara makam Tumenggung Ndoro Tedjo dan Asisten Wedono Lodoyo. Yah, segera saya sebutkan beberapa makam Auliya yang kami ziarahi, antara lain:

1.    Makam Auliya’ Gunung Pegat Srengat-Blitar, di antaranya: (1) Makam Mbah Kyai Raden Muhammad Qosim/Eyang Kasiman. Beliau merupakan Penghulu Pertama Blitar. Namun bila dilihat dari kepenghuluan ayahnya bernama Mbah Kyai Raden Taklim, beliau menempati generasi ke-2 dalam kepenghuluan dalam sejarah Srengat-Blitar. Sebab bila Mbah Kyai Raden Taklim itu merupakan Penghulu Pertama Srengat masa lalu, maka Mbah Kyai Raden Muhammad Qosim merupakan Penghulu Pertama Blitar. Nama Kyai Raden Muhammad Qosim (Kyai Raden Muhammad Kasiman) diabadikan menjadi sebuah yayasan yang berada di situs kuno Pandopo Pangulon yang berada di Utara Masjid Agung Kota Blitar. Mengapa?. Sebab beliau merupakan cikal-bakal adanya Masjid Agung tersebut, yang di masa Kyai Raden Muhammad Kasiman keberadaan Masjid Agung Kota Blitar masih berupa sebuah surau. Dan keberadaan Masjid Agung hingga di tembok dengan megah, itu dimulai dari Mbah Kyai Raden Imam Burhan (Eyang Burhan) yang merupakan cucu dari Mbah Kyai Raden Muhammad Kasiman, yang makam cucunya ini berada di belakang Masjid Agung Kota Blitar dan generasi berikutnya. Bila dilihat dari catatan silsilah nasab, Mbah Kyai Raden Muhammad Kasiman merupakan trah keturunan dari Sunan Tembayat-Klaten sekaligus Sunan Ampel-Surabaya. Di lokasi makam Mbah Kyai Raden Muhammad Kasiman, kami berempat juga sempat berziarah ke beberapa makam, di antaranya: Makam Eyang Ndoro Tedjo, Makam Asisten Wedono Lodoyo, Makam Kyai Raden Imampuro, Makam Kyai Ronopuro, dan lain sebagainya. (2) Makam Mbah Maling Aguno. Setelah berziarah ke makam di atas, kami berempat berziarah ke Makam Mbah Maling Aguno, yang jaraknya kurang lebih lima kilometer ke Timur dari keberadaan makam di atas. Mbah Jawoko mengatakan bahwa Mbah Maling Aguno hidup pada masa Sunan Kalijogo/Berandal Lokajaya. Disebut “Maling Aguno” sebab dia merupakan maling/pencuri yang berguna. Beliau selalu mencuri barang-barang milik orang-orang kaya zaman itu, lalu dibagi-bagikan kepada fakir-miskin. Menurut Mbah Jawoko, konon Raden Trunojoyo dulu juga pernah berziarah ke makam Mbah Maling Aguno tersebut. Setelah berziarah ke makam ini, kami bertiga juga berziarah ke makam dan situs Ki Ajar Mleri, yang jaraknya juga sekitar lima kilometeran dari makam Mbah Maling Aguno.

2.    Makam Eyang Singomoro Maron, Srengat, Blitar. Keberadaan makam Eyang Singomoro ini berada di tengah-tengah sawah desa Maron, Srengat, Blitar, tepatnya berada di sebelah Selatan Pemakaman desa Maron. Di areal makam ini, Mbah Jawoko menjelaskan beberapa saudara Eyang Singomoro yang berjumlah lima. Namun saya tidak hafal siapa saja kelima saudara dari Eyang Singomoro tersebut. Kata Mbah Jawoko, sebenarnya letak makam Eyang Singomoro yang berada di tengah sawah ini bisa dipakai tempat wisata ritual dinamakan “Kampung Tani”. Misalnya, ketika metik padi diadakan dulu ritual di makam tokoh tersebut. Ah, banyak sekali ide-ide Mbah Jawoko saat itu yang saya sendiri kurang begitu paham.

3.    Makam Auliya’ Mbrebesmili Santren, Bedali, Purwokerto, Srengat, Blitar. Setelah berziarah ke makam-makam nomor 1 dan 2 di atas, kemudian kami berempat meneruskan perjalanan ziarah ke “Makam Auliya’ Mbrebesmili Santren” di Bedali, Purwokerto, Srengat, Blitar. Dikisahkan bahwa Gus Dur (KH. Abdurrohman Wahid, mantan Presiden Republik Indonesia) pernah ziarah ke makam ini. Dimakam ini dimakamkan beberapa tokoh, antara lain; (1) Mbah Kyai Raden Syakban Gembrang Serang/Mbah Kyai Syakban Tumbu, beliau merupakan anak dari Mbah Kyai Raden Muhammad Qosim/Eyang Kasiman dari istri pertama. Mbah Kyai Syakban Gembrang Serang juga merupakan cucu menantu dari Mbah Kyai Raden Witono/Sayyid Hasan Ghozali Pendiri Masjid Tiban Al-Istimrar Kalangbret, Kauman, Tulungagung. (2) Mbah Kyai Raden Muhammad Asrori, yakni beliau merupakan Pendiri dan Cikal Bakal Masjid dan Pesantren “Al-Asror” yang berada di Kedungcangkring, Pakisrejo, Srengat, Blitar. (3) Mbah Kyai Hasan Mujahid, yakni beliau merupakan suami dari Mbah Nyai Marfu’atun binti Mbah Kyai Raden Syakban Gembrang Serang. Berarti beliau merupakan menantu dari Mbah Kyai Raden Syakban Gembrang Serang sekaligus Cikal-Bakal Masjid “Baitul Hasanah” yang berada di Mbrebesmili Santren, Bedali, Purwokerto, Srengat, Blitar. Dan makam Mbah Nyai Mar’fuatun juga berada di sebelah Timur makam Mbah Kyai Hasan Mujahid ini. (4) Mbah Sayyid Bukhori Mukmin/Eyang Ponco Suwiryo, yakni beliau merupakan ayah angkat dari Pangeran Papak Natapraja/R.M. Djojopernomo Pendiri Pirukunan Purwa Ayu Mardi Utama/PAMU. Dan perlu diketahui bahwa Mbah Sayyid Bukhori Mukmin ini memiliki seorang saudara bernama Sayyid Marsuki/Eyang Suryo Kusumo yang dimakamkan di desa Banyakan-Kediri. (5) Dan ada beberapa makam lagi di areal Makam Auliya Mbrebesmili Santren tersebut, di antaranya: Mbah Sayyid Abdulloh, yakni seorang tokoh yang sering disebut-sebut oleh Mbah Kyai Imam Hambali Arifin Sang Pendiri Majelis Dzikrul Fatihin; Mbah Kyai Abdurrahman, yakni seorang tokoh yang sering disebut-sebut oleh Mbah Gatot Wisnu Wardana; Mbah Kyai Kembang Arum; Mbah Kyai Imam Kastawi, Mbah Kyai Imam Nawawi, Mbah Banjir, dan lainnya.

Sesudah berziarah ke berbagai makam di atas, saya berempat (yakni; saya Arif Muzayin Shofwan, Mbah Tatok Aminuddin, Mbah Jawoko, dan Mas Lukie) tidak meneruskan berziarah ke makam-makam lainnya. Sebab hari itu sudah hampir Maghrib, waktunya melakukan berbuka Puasa Ramadhan. Kemudian kami berempat langsung tancap gas. Dan kira-kira perjalanan berjarak lima kilo meteran, datanglah waktu Maghrib dan saatnya berbuka puasa Ramadhan. Kami berempat mampir di sebuat warung soto Lamongan di pinggir jalan dan berbuka puasa Ramadhan. Setelah itu, kami berempat langsung pulang menuju rumah masing-masing. Begitulah kiranya, dan mungkin ini saja catatan harian (cahar) saya hari ini. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberkati apa yang saya tulis ini. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pengasih selalu mengasihi semua hamba-Nya. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pengampun selalu mengampuni kesalahan saya dalam menulis catatan harian (cahar) saya ini. Mudah-mudahan kegiatan saya hari ini, semuanya saja, selalu membawa berkah sepanjang zaman, di kehidupan dunia dan akhirat. Amin, amin, amin, Yaa Rabbal Alamiin.

 “If you can dream it you can do it”
(Jika kamu dapat bermimpi, kamu dapat melakukannya)

“Sluman, slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan. Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)

 
Lokasi pusara makam Mbah Kyai Raden Muhammad Qosim/Eyang Kasiman Cikal Bakal Masjid Agung Kota Blitar yang sudah hilang batu nisannya, atas petunjuk Drq. Mas Tranggono Selaku Ketua Yayasan Ky. Raden Muhammad Kasiman Pandopo Pangulon, Utara Masjid Agung Kota Blitar dan atas petunjuk Gus Hairi Mustofa Pengasuh Padhepoakan Pusaka Sunan Tembayat dan Mbah Jawoko, yang akan ditandai batu nisan oleh Mbah Tatok Aminuddin atas nama yayasan (Dokumentasi, 2017)
Arif Muzayin Shofwan berfoto di samping barang-barang antik milik Gus Hairi Mustofa Srengat (Dokumentasi, 2017)
 
Arif Muzayin Shofwan dan Mbah Jawoko di samping pusara makam Mbah Kyai Raden Muhammad Qosim/Eyang Kasiman Penghulu Blitar (Dokumentasi, 2017)
Mbah Jawoko, Arif Muzayin Shofwan, dan Mas Lukie berada di makam Eyang Singomoro, Maron, Srengat, Blitar (Dokumentasi, 2017)
Mbah Jawoko, Arif Muzayin Shofwan, dan Mbah Tatok Aminuddin berfoto di samping makam Tumenggung Ndoro Tedjo berada di barat makam Kyai Raden Muhammad Qosim/Eyang Kasiman di Gunung Pegat, Srengat, Blitar (Dokumentasi, 2017)
 
Mbah Tatok Aminuddin dan Arif Muzayin Shofwan berada di samping makam Mbah Imampuro dan Mbah Kyai Ronopuro (Dokumentasi, 2017)
Tulisan makam R. Ngt. Ronopuro di Gunung Pegat, Srengat, Blitar (Dokumentasi, 2017)
Tulisan makam H. Moh. Imampoero di Gunung Pegat, Srengat, Blitar (Dokumentasi, 2017)
Mbah Jawoko sedang tafakur di Makam Mbah Maling Aguno Gunung Pegat, Srengat, Blitar (Dokumentasi, 2017)
Mas Lukie, Mbah Tatok Aminuddin, dan Mbah Jawoko berada di makam Mbah Maling Aguno Gunung Pegat, Srengat, Blitar (Dokumentasi, 2017)
Situs makam Ki Ajar Mleri di Jl. Ranggawuni, Bagelenan, Ponggok, Blitar (Dokumentasi, 2017)
Makam Sayyid Bukhori Mukmin/Mbah Kyai Ponco Suwiryo dalam areal makam Auliya' Mbrebesmili Santren, Bedali, Purwokerto, Srengat, Blitar (Dokumentasi, 2017)
Areal makam Auliya Mbrebesmili Santren, Bedali, Purwokerto, Srengat, Blitar. Di sini dimakamkan jasad Mbah Kyai Raden Syakban Gembrang Serang, Mbah Kyai Muhammad Asrori, Mbah Kyai Kasan Mujahid, Sayyid Abdullah, Mbah Nyai Marfuatun, Mbah Kyai Kembang Arum, Mbah Kyai Abdurrahman, Mbah Kyai Imam Kastawi dan lainnya (Dokumentasi, 2017)
 

Tentang Penulis

Arif Muzayin Shofwan, seorang pria ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria ini pada akhir tahun 2016 dan awal tahun 2017 bersama kawan-kawannya (seperti Yaoma Tertibi, SH., Winarto, M.Pd.I., Lussy Ana Anggarani, M.Pd., Alfiah, SE., Eka Rahmawati, M.Pd., Mohammad Miftakhul Rochman, M.Pd., Muhammad Zainal Abidin, M.Ag dan lainnya) tercatat sebagai Tim Pendiri Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar dengan empat program studi, antara lain: (1) Prodi Hukum Tata Keluarga Islam; (2) Prodi Perbankan Syariah; (3) Prodi Komunikasi Penyiaran Islam; dan (4) Prodi Ekonomi Islam. Selain itu, pria pecinta teh ini juga merupakan penggagas pertama Pusat Studi Desa dan Pemberdayaan Masyarakat (PUSDEMAS) Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar bersama Yaoma Tertibi, SH. Pria yang yang sering mengikuti berbagai kajian kebebasan beragama dan HAM serta diskusi lintas agama baik lokal maupun nasional tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.

Rabu, 07 Juni 2017

MENEMUI ROMO PRASETIA CHUNG, BROKOHAN DAN SARASEHAN KEBANGSAAN DI MAKAM BUNG KARNO, KEMUDIAN MEMBACA SURAT YASIN DI RUMAH MBAK NASIDATUL LAILI, JALAN MURIA BLITAR



Oleh: Arif Muzayin Shofwan

 Ini merupakan sebuah catatan ketika saya menemui Romo Prasetia Chung di depan Toko Jamu Jago Ngunut-Tulungagung, kemudian mengikuti Brokohan dan Sarasehan Kebangsaan di Makam Bung Karno atas undangan Saudara Jimmy Yanuar tokoh GMNI Blitar, serta membaca Surat Yasin bersama kawan LPDMA di rumah Mbak Nasidatul Laili Kota Blitar.” (Shofwan, 2017)


          Pada Hari Selasa, 06 Juni 2017, bertepatan dengan Hari Lahirnya Bung Karno Sang Proklamator RI, sekitar pukul 13.00 WIB saya meluncur ke Ngunut-Tulingagung untuk bertemu dengan Romo Prasetia Chung. Pertemuan saya dengan Romo Prasetia Chung Surabaya ini adalah berkaitan dengan sebuah buku. Ceritanya, saya pesan buku berjudul “Melihat Kehidupan ke Dalam” yang isinya berupa ceramah-ceramah Bhante Sri Pannavaro Mahathera terkait dengan Dhamma Sang Buddha. Buku ini diterbitkan oleh Vihara Mahasampati Medan. Yah, saya memang ingin baca buku tersebut, dan Romo Prasetia Chung Surabaya ketepatan ketika saya WA akan bepergian ke Tulungagung, sehingga saya mengadakan pertemuan di Ngunut untuk mengambil sebuah buku yang dimaksud. Dan tepat pukul 14.00 WIB, Romo Prasetia Chung menyerahkan buku tersebut kepada saya, dan kemudian saya akan segera meneruskan acara saya Brokohan dan Sarasehan Kebangsaan Plus Berbuka Bersama atas undangan Saudara Jimmy Yanuar (mantan Ketua GMNI Kota Blitar). Langsung saja saya tancap gas dan naik perahu Getek di Tambangan Ngunut, dan bayarnya sangat murah yakni Rp. 3000 (Tiga Ribu Rupiah).

          Sesampai di tempat Brokohan dan Sarasehan Kebangsaan yakni Makam Bung Karno, saya langsung duduk di samping Mas Doni Widodo Papungan. Saya tanya Mas Doni Widodo tentang di mana keberadaan Mbah Yanti. Mas Doni Widodo menunjukkan Mbak Yanti duduknya di depan berdekatan dengan suster-suster. Setelah itu, baru acara dimulai dengan menyanyikan lagu “Indonesia Raya” dan diteruskna “Mars GMNI”. Dalam acara ini saya bertemu dengan Mas Muhammad Ajian + Della Suchmawati (dari unsur The Post Institute Blitar), Mas Denny Saputra dan istrinya, Mas Riyadlus Sholihin beserta beberapa mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar. Dalam acara tersebut juga diadakan pengukuhan para anggota Forum Relawan Demokrasi (FOREDER) Blitar Raya. Dan usai itu masih banyak sambutan-sambutan, kemudian diteruskan wejangan-wejangan dari Mbah Junaid (Sesepuh GMNI dan tokoh Nasionalis yang sudah tak asing di Blitar Raya).

          Sampai pada puncak acara yakni acara Brokohan dipimpin oleh Bapak Ririn dari Tlogo yang sudah saya kenal, kemudian diteruskan doa penutup yang dibawakan oleh Saudara Hadi Susanto, yang juga sudah saya kenal sebelumnya. Setelah ditutup dengan doa, ternyata datangnya waktu Maghrib masih kurang lima menit lagi. Maka dari itu, untuk menanti datangnya waktu Magrib, diisi gending-gending dari sebuah Group Campursari yang sejak awal diundang di acara tersebut. Saya lupa apa nama group tersebut. Ketika waktu Mahgrib tiba, saya berbuka puasa di samping Mas Frendy Syahputra (salah seorang pengusaha mebel dari Blitar Selatan) yang sering diskusi di The Post Institute Blitar, Mas Muhammad Ajian + Della Suchmawati (dari unsur The Post Institute Blitar), dan Mas Riyadhus Sholihin (dari unsur Universitas Nahdlatul Ulama [UNU] Blitar). Setelah acara ini selesai, saya lalu cabut dan pulang mbarengi Mbak Yanti yang pada saat itu akan bertakziah di sebuah rumah dalam perumahan Sentul. Saya mengantarkan Mbak Yanti sampai depan rumah yang diziarahi tersebut.

          Setelah itu, saya cabut dan mencari masjid untuk melakukan shalat Maghrib, kemudian Isyak dan Tarawih sekali. Setelah sana-sini shalat Tarawih bubar/selesai, saya lalu menmenuhi undangan Mbak Nasidatul Laili di jalan Muria Blitar, yang dilewatkan melalui Ustadz Sakrip. Di rumah Mbah Laili tersebut, tampak Ustadz Sakrip dan Ustadz Sugianto (Tukang Kunci) sudah asyik ria berbincang-bincang. Yah langsung saja, dalam acara “Baca Surat Yasin” di rumah Mbak Laili ini rata-rata berasal dari alumni Lembaga Pendidikan Dakwah Masjid Agung Kota Blitar (LPDMA), antara lain: Ustadz Muhammad Rofiq dari Centong, Ustadz Muhyiddin Duwet, Ustadz Arief Karangsono, Ustadz Muhammad Dhofier Duwet, Ustadz Yogi Sentul, dan lain sebagainya. Jadi seakan-akan acara hajat dari Mbak Laili ini kayak reoni kecil-kecilan dari alumni LPDMA, padahal bukan begitu.

Begitulah kiranya apa yang dapat saya ceritakan pada malam ini, mungkin ini saja catatan harian (cahar) saya hari ini. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberkati apa yang saya tulis ini. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pengasih selalu mengasihi semua hamba-Nya. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pengampun selalu mengampuni kesalahan saya dalam menulis catatan harian (cahar) saya ini. Mudah-mudahan pertemuan saya dengan Romo Prasetia Chung, Brokohan dan Sarasehan Kebangsaan yang diselenggarakan oleh GMNI Kota Blitar di Makam Bung Karno, serta Baca Surat Yasin 41 Kali Selama Tiga Hari (nantinya direncanakan Malam Rabo; Malam Kamis; dan Malam Jumat) di rumah Mbak Nasidatul Laili di Jalan Muria Kota Blitar tersebut selalu membawa berkah sepanjang zaman, di kehidupan dunia dan akhirat. Amin, amin, amin, Yaa Rabbal Alamiin. 


 “If you can dream it you can do it”
(Jika kamu dapat bermimpi, kamu dapat melakukannya)

“Sluman, slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan. Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)

Berbuka Bersama dalam Acara Brokohan dan Sarasehan Kebangsaan di Makam Bung Karno: Arif Muzayin Shofwan, Riyadlus Sholihin (unsur UNU Blitar) dan Muhammad Ajian (unsur The Post Institute Blitar), 2017
 
Undangan yang dikirim oleh Jimmy Yanuar (GMNI) ke Group WA Forum Persaudaraan Blitar Raya (Dokumentasi, 2017)
Pengukuhan FOREDER Blitar Ray, tampak Mbah Junaid (Sesepuh GMNI) berada di kursi roda (Dokumentasi, 2017)
 
Usai baca Surat Yasi 41 kali selama tiga hari di rumah Mbak Nasidatul Laili Jalan Muria Kota Blitar (Dokumentasi, 2017)
 
Ustadz Muhammad Rofiq Centong, Ustadz Yogi Sentul, dan Ustadz Muhyiddin Duwet saat acara baca Surat Yasin 41x selama 3 hari di rumah Mbah Nasidatul Laili di Jalan Muria Kota Blitar (Dokumentasi, 2017)


Tentang Penulis

Arif Muzayin Shofwan, seorang pria yang menyelesaikan S3/PAI di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria ini pada akhir tahun 2016 dan awal tahun 2017 bersama kawan-kawannya (seperti Yaoma Tertibi, SH., Winarto, M.Pd.I., Lussy Ana Anggarani, M.Pd., Alfiah, SE., Eka Rahmawati, M.Pd., Mohammad Miftakhul Rochman, M.Pd., Muhammad Zainal Abidin, M.Ag dan lainnya) tercatat sebagai Tim Pendiri Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar dengan empat program studi, antara lain: (1) Prodi Hukum Tata Keluarga Islam; (2) Prodi Perbankan Syariah; (3) Prodi Komunikasi Penyiaran Islam; dan (4) Prodi Ekonomi Islam. Selain itu, pria pecinta teh ini juga merupakan penggagas pertama Pusat Studi Desa dan Pemberdayaan Masyarakat (PUSDEMAS) Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar bersama Yaoma Tertibi, SH. Pria yang yang sering mengikuti berbagai kajian kebebasan beragama dan HAM serta diskusi lintas agama baik lokal maupun nasional tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.

Minggu, 04 Juni 2017

BERZIARAH KE MAKAM MBAH KYAI MARTO DININGRAT/MBAH KYAI MARTO SENTONO BIN KYAI IMAM TOBRONI DAN MBAH NYAI RADEN AYU KHOTIMAH NGREBO, LALU KEMBALI KE RUMAH



Oleh: Arif Muzayin Shofwan

 Ini merupakan sebuah catatan ketika saya dan Mbah Jawoko berziarah ke makam Mbah Kyai Marto Diningrat/Mbah Kyai Marto Sentono jarak kurang lebih enam meter dari ‘Kucur Wangi Sumber Kewarasan’ di Pemakaman Pathuk, Pojok, Garum, Blitar, dan ziarah di makam Mbah Nyai Raden Ayu Khotimah, Ngrebo, Gedog, Sananwetan, Kota Blitar.” (Shofwan, 2017)


          Pada hari Minggu, 04 Juni 2017, setelah berziarah ke berbagai makam, saya dan Mbah Jawoko berziarah ke makam Mbah Kyai Marto Diningrat (Mbah Kyai Marto Sentono) di Pemakaman Pathuk, Pojok, Garum, Blitar. Di Selatan pemakaman tersebut juga terdapat sebuah kucur yang dinamakan “KUCUR WANGI SUMBER KEWARASAN”, yah tentu saja kucur tersebut juga saya potret dong. Hehehe. Perlu diketahui bahwa Mbah Kyai Marto Diningrat (Mbah Kyai Marto Sentono) Bin Kyai Martobroni ini merupakan cikal-bakal Masjid Al-Ukhuwwah (berada di Utara Jalan) yang berada di Manukan, Pojok, Garum, Blitar. Keberadaan masjid tersebut pada generasi berikutnya diteruskan oleh Mbah Kyai Haji Abdul Latif dan para keturunannya. Oya, saya sendiri juga merupakan trah keturunan dari Mbah Kyai Marto Diningrat/Mbah Kyai Marto Sentono ini. Dan Mbah Kyai Marto Diningrat/Mbah Kyai Marto Sentono sendiri merupakan anak tunggal dari Mbah Kyai Martobroni yang berasal dari Lodoyo, dan konon menurut kisah Mbah Kyai Zainuddin Sakri Sekardangan masih berkaitan saudara/dulur dengan Mbah Kyai Abu Naim Fathullah (Eyang Setro Menggolo). Entah kaitan saudara ini saya kurang tau, sebab sauya mau bertanya lagi, Mbah Kyai Zainuddin sudah keburu meninggal dunia. Jadi, ya saya tuliskan apa yang saya dapatkan saja di sini. Adapun silsilah nasab saya adalah sebagai berikut, yaitu:

1.    Mbah Kyai Martobroni/ Mbah Kyai Imam Tobroni (dari Lodoyo-Blitar Selatan dan ada kaitannya dengan Mbah Kyai Abu Naim Fathullah/Eyang Setro Menggolo. Dan konon makamnya berada di areal makam desa Combong, Garum, Blitar, di tengah sawah yang merupakan pemakaman kuno paling luas. Namun Mbah Kyai Zainuddin Sakri Sekardangan menyebutkan bahwa makamnya berada di Pemakaman Pathuk, Pojok, Garum, Blitar, yang konon ketika dulu ada burung terbang di atas pusara makamnya selalu terjatuh. Mungkin kalau benar makamnya berada di Pemakaman Pathuk, tentunya letaknya tidak jauh dari anak tunggalnya yang saya sebutkan di bawah), berputra:

2.    Mbah Kyai Marto Diningrat/Mbah Kyai Marto Sentono (Cikal Bakal Masjid Al-Ukhuwwah di Manukan, Pojok, Garum, Blitar), berputra:

3.    Mbah Kyai Haji Ahmad Dasuqi Sekardangan, Kanigoro, Blitar (suami dari Mbah Nyai Murdinah binti Kyai Zainuddin bin Kyai Abdurrohim/Kyai Abu Yamin [dan Mbah Kyai Haji Ahmad Dasuqi ini merupakan murid dari Mbah Kyai Abdurrohman, Kebonsari, Garum, Blitar serta Mbah Kyai Muhammad Sholeh Pengarang “Kitab Nata’ijul Afkar” Kuningan, Kanigoro, Blitar]), berputra:

4.    Nyai Umi Kulsum Sekardangan, Kanigoro, Blitar (istri dari Mbah Kyai Muhammad Irjas bin Ibrahim Jeding, Sanankulon, Kota Blitar), berputra:

5.    Nyai Siti Rofiah Sekardangan, Kanigoro, Blitar (istri dari Mbah Tamam Bin Thahir Bin Kasan Muhtar Kerjen, Srengat, Blitar), berputra:

6.    Arif Muzayin Shofwan.

Catatan: Dikisahkan oleh Mbah Kyai Zainuddin Sakri Sekardangan (menantu Mbah Kyai Ridwan Pondok Pesantren Karangsono, Kanigoro, Blitar) bahwa Mbah Kyai Martobroni/Mbah Kyai Imam Tobroni dan istrinya dulu sampai umur tua tidak memiliki seorang anak. Kemudian keduanya sowan kepada gurunya di Bacem, Lodoyo-Blitar yang juga masih saudaranya sendiri (kaitan erat dengan Mbah Kyai Abu Naim Fathullah/ Eyang Serto Menggolo ketika masih di daerah Bacem) dan mengutarakan ingin memiliki seorang anak. Kemudian guru dari Mbah Kyai Martobroni tersebut mengatakan begini: “Ora popo wis tuwek iso nduwe anak, pokok wani syarat rukun-ne” (Tidak apa-apa sudah tuwa ingin punya anak, pokok berani menempuh syarat rukunnya). Mbah Kyai Martobroni lalu bertanya syarat rukunnya tersebut kepada gurunya itu. Kata gurunya bahwa syarat rukunnya kalau dia dan istrinya berani dibakar hidup-hidup, baru setelah itu akan bisa memperoleh seorang anak. Karena begitu kuat ingin memiliki seorang anak, maka Mbah Martobroni dan istrinya berani menempuh syarat rukun dibakar hidup-hidup tersebut. Lalu keduanya dibakar hidup-hidup didalam kobaran kayu dan bambu bakar. Dan ketika apinya sudah padam, ternyata Mbah Kyai Martobroni dan istrinya masih hidup. Kemudian, dari sebuah bongkahan bambu yang terbakar itu terdapat seorang bayi mungil yang sedang menangis. Kemudian bayi itu oleh guru/kyai-nya diberi nama “Marto Sentono” atau “Marto Diningrat”. Kata Mbah Kyai Zainuddin Sekardangan bahwa istilah “Sentono” digunakan kareana untuk menandai bahwa bayi itu masih keluarga “Sentono Lodoyo”, sedangkan kata “Diningrat” digunakan sebab masih keluarga kaum ningrat, walaupun keturunannya sekarang mungkin sudah banyak yang tidak ningrat lagi. Yah, begitulah kisah dari Mbah Kyai Zainuddin Sekardangan yang juga merupakan cucu dari Mbah Kyai Marto Sentono/Mbah Kyai Marto Diningrat tersebut.

Setelah saya dan Mbah Jawoko berziarah ke makam Mbah Kyai Marto Sentono/Mbah Kyai Marto Diningrat di areal Pemakaman Pathuk, Pojok, Garum, Blitar, kami berdua kemudian melanjutkan berziarah ke makam Mbah Nyai Raden Ayu Khotimah yang berada di Ngrebo, Gedog, Sananwetan, Kota Blitar. Dikisahkan oleh Mbah Jawoko yang beliau dapat informasi dari trah keturunan Mbah Raden Ayu Khotimah bahwa suami Mbah Nyai Raden Ayu Khotimah ini bernama Mbah Kyai Kasan Borawi. Namun Mbah Kyai Kasan Borawi ini tidak dimakamkan sejajar di areal makam Mbah Nyai Raden Ayu Khotimah, tetapi dimakamkan di Pemakaman Desa Papungan, Kanigoro, Blitar. Dan dalam areal makam Mbah Nyai Raden Ayu Khotimah ini terdapat Pohon Beringin yang sangat besar. Areal pemakaman ini merupakan areal makam cikal-bakal atau sesepuh Ngrebo, Gedog, Sananwetan, Kota Blitar. Yah inilah kisah yang saya dapatkan dari Mbah Jawoko.

Sesudah berziarah ke makam Mbah Nyai Raden Ayu Khotimah, saya dan Mbah Jawoko tidak meneruskan berziarah ke makam suaminya yang bernama Mbah Kyai Kasan Borawi di Pemakaman Desa Papungan, Kanigoro, Blitar. Sebab hari itu sudah hampir Maghrib, waktunya melakukan shalat Asyar dan kalau Maghrib tiba kemudian berbuka Puasa Ramadhan. Mbah Jawoko langsung menghantarkan saya pulang kembali ke dusun Sekardangan, tempat dimana saya dilahirkan dan dibesarkan. Begitulah kiranya, dan mungkin ini saja catatan harian (cahar) saya hari ini. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberkati apa yang saya tulis ini. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pengasih selalu mengasihi semua hamba-Nya. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pengampun selalu mengampuni kesalahan saya dalam menulis catatan harian (cahar) saya ini. Mudah-mudahan kegiatan saya hari ini, semuanya saja, selalu membawa berkah sepanjang zaman, di kehidupan dunia dan akhirat. Amin, amin, amin, Yaa Rabbal Alamiin.

 “If you can dream it you can do it”
(Jika kamu dapat bermimpi, kamu dapat melakukannya)

“Sluman, slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan. Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)

Makam Mbah Kyai Marto Diningrat/Mbah Kyai Marto Sentono Bin Kyai Imam Tobroni berada dekat dengan "Kucur Wangi Sumber Kewarasan" dalam areal Pemakaman Pathuk, Pojok, Garum, Blitar. Mudah-mudahan keluarga besar Mbah Kyai Haji Abdul Latif "Masjid Al-Ukhuwwah" Manukan selalu merawat dan menandai makam Mbah Kyai Marto Diningrat dan Mbah Kyai Imam Tobroni/Mbah Kyai Martobroni (Dokumentasi, 2017)
 
Berziarah ke makam Mbah Nyai Raden Ayu Khotimah (istri dari Mbah Kyai Kasan Borawi) di Ngrebo, Gedog, Sananwetan, Kota Blitar (Dokumentasi, 2017)
Sebuah makam yang berada di Timur pusara makam Mbah Nyai Raden Ayu Khotimah di Ngrebo, Gedok, Sananwetan, Kota Blitar (Dokumentasi, 2017)
 
Salah satu makam kuno di areal makam Mbah Nyai Raden Ayu Khotimah di Ngrebo, Gedog, Sananwetan, Kota Blitar (Dokumentasi, 2017)
 
Mbah Jawoko berada di areal makam Mbah Nyai Raden Ayu Khotimah di Ngrebo, Gedog, Sananwetan, Kota Blitar (Dokumentasi, 2017)
  
Tentang Penulis

Arif Muzayin Shofwan, seorang pria ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria ini pada akhir tahun 2016 dan awal tahun 2017 bersama kawan-kawannya (seperti Yaoma Tertibi, SH., Winarto, M.Pd.I., Lussy Ana Anggarani, M.Pd., Alfiah, SE., Eka Rahmawati, M.Pd., Mohammad Miftakhul Rochman, M.Pd., Muhammad Zainal Abidin, M.Ag dan lainnya) tercatat sebagai Tim Pendiri Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar dengan empat program studi, antara lain: (1) Prodi Hukum Tata Keluarga Islam; (2) Prodi Perbankan Syariah; (3) Prodi Komunikasi Penyiaran Islam; dan (4) Prodi Ekonomi Islam. Selain itu, pria pecinta teh ini juga merupakan penggagas pertama Pusat Studi Desa dan Pemberdayaan Masyarakat (PUSDEMAS) Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar bersama Yaoma Tertibi, SH. Pria yang yang sering mengikuti berbagai kajian kebebasan beragama dan HAM serta diskusi lintas agama baik lokal maupun nasional tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.