Oleh:
Arif Muzayin Shofwan
“Dusun Sekardangan merupakan sebuah tempat
yang sejuk, nyaman, damai, dan tertram yang tiada tertandingi di dunia dan
akhirat, doa saya. Dusun Sekardangan merupakan sebuah dusun dalam wilayah kecamatan
Kanigoro. Dikisahkan bahwa, di wilayah kecamatan Kanigoro ada dua tokoh yang
konon pernah menjadi tempat berguru Hadrotus Syaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari
(Pendiri Nahdlatul Ulama), yaitu: (1) Mbah Kyai Muhammad Sholeh Kuningan dan
(2) Mbah Kyai Kasan Jauhari Sekardangan. Dan kisah lainnya adalah Mbah Kyai
Umar Mursyid Thoriqoh Naqsyabandiyah Baran-Kediri juga sering berkunjung ke
Sekardangan, tepatnya di mushalla pesulukan Naqsyabandiyah kuno peninggalan
Mbah Kyai Haji Abu Bakar Sang Penerus Mbah Kyai Raden Hasan Muhtar”. (Shofwan,
2018)
Sekilas
tentang Sekardangan
Dusun Sekardangan merupakan sebuah dusun di wilayah desa
Papungan, kecamatan Kanigoro, kabupaten Blitar, propinsi Jawa Timur yang
didirikan atau diproklamirkan oleh tiga tokoh berikut, yaitu:
1. Kyai Ageng Purwoto Sidik (Ki Ageng Kebo
Kanigoro), kakak dari Ki Kebo Kenongo (Kyai Ageng Syihabuddin),
dan paman serta guru Jaka Tingkir (Kyai Ageng Abdurrohman/ Raden Mas Karebet/
Sultan Hadiwijaya) Sang Pendiri Kerajaan Islam Pajang.
2. Nyai Gadhung Melati
(dianggap sebagai istri Kyai Ageng Purwoto Sidik)
3. Roro Sekar/ Roro Tenggok/ Roro Endang
Widuri (yakni; anak dari kedua tokoh di atas).
Konon,
di era perpolitikan Sultan Trenggono antara Demak dan Pajang, tokoh Kyai Ageng
Purwoto Sidik (Ki Kebo Kanigoro) merupakan tokoh sentral atau intelektual
berdirinya Kerajaan Islam Pajang. Maka tak heran bila beliau menjadi buron
politik kerajaan Demak saat itu. Tak heran pula, bila banyak petilasan ketiga
tokoh di atas (Kyai Ageng Purwoto Sidik, Nyai Gadhung Melati, dan Roro Sekar)
di berbagai daerah disebabkan perpindahan mereka sebagai imbas dari
perpolitikan Demak-Pajang kala itu. Hingga akhirnya, ketiga tokoh tersebut
konon menjadi cikal-bakal Kelurahan
Kanigoro (kelurahan saja) dan juga Dusun
Sekardangan.
Selanjutnya,
setelah perpolitikan Demak-Pajang telah selesai, ketiga tokoh tersebut
selanjutnya kembali lagi ke daerah dusun Sarehan, desa Jatingarang, kecamatan
Weru, kabupaten Sukoharjo-Solo Raya. Dan Kyai Ageng Purwoto Sidik/ Ki Ageng
Kebo Kanigoro dimakamkan ditempat dusun tersebut. Dan dalam beberapa sumber,
Kyai Ageng Purwoto Sidik + Nyai Gadhung Melati memiliki beberapa anak, yaitu:
1.
Ki
Ageng Gribik I / Pangeran Kedhanyang di Kota Malang
Menurut cerita dari sesepuh Sekardangan,
yakni Mbah Kyai Zainuddin Ad-Dasuqi, sebelum ketiga tokoh di atas kembali ke
Sukoharjo-Solo Raya, ketiganya menyempatkan diri ke Ki Ageng Gribik I di Kota
Malang ini. Kemudian kembali ke Sekardangan dan selanjutnya ke Sukoharjo-Solo
Raya. (Data ini ada di Ranji Sarkub dan buku manuskripnya yang asli konon ada
di tangan Raden Ayu Linawati Djojodiningrat Solo).
2.
Roro
Endang Widuri/ Roro Sekar/ Roro Tenggok
Dalam kisah “Nagasasra
dan Sabuk Inten”, S.H. Mintardja menceritakan bahwa anak Ki Kebo Kanigoro
adalah Endang Widuri. Dan sifat-sifat dan perilaku Endang Widuri/Roro
Sekar/Roro Tenggok yang dikisahkan S.H. Mintardja dalam buku tersebut sama
persis seperti cerita tutur yang disampaikan oleh para sesepuh dusun
Sekardangan dari generasi ke generasi. (Lihat “Nagasasra dan Sabuk Inten” karya
S.H. Mintardja).
Demikianlah
sekilas cikal bakal dusun Sekardangan, atau yang bahasa keren sekarang adalah PROKLAMATOR DUSUN SEKARDANGAN yakni
sebuah dusun di wilayah kecamatan Kanigoro, kabupaten Blitar, propinsi Jawa
Timur. Sebuah dusun di mana BATUR SAYA/SEDULUR
PAPAT SAYA (1. KAKANG KAWAH 2. ADI ARI-ARI 3. GETIH 4. PUSER) saya ditanam
di dusun yang sangat saya cintai ini. Dalam batin saya seraya berdoa: “Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa, saya berterima kasih kepada SANG CIKAL BAKAL dan SANG PEMBABAT dusun
Sekardangan, mudah-mudahan segala kebaikannya di terima di sisi Tuhan, dan
diampuni segala kesalahannya. Amin, amin, amin. Ya Robbal Alamin.”
Ada
sebuah dalil agama Islam: “MAN LAM
YASYKURIN NASS, LAM YASYKURILLAH” (SIAPA YANG TIDAK BISA BERTERIMA KASIH
KEPADA MANUSIA, MAKA DIA SEKALI-KALI TIDAK BISA BERSYUKUR KEPADA TUHAN-NYA).
Oleh karena dalil inilah, saya selalu berterima kasih kepada CIKAL-BAKAL YANG
MENCIKAL-BAKALI DUSUN SEKARDANGAN dan PARA TOKOH YANG MBABAT DUSUN SEKARDANGAN.
Berterima kasih bukanlah sesuatu yang musyrik-syirik
kawan. Sekali lagi, berterima kasih bukanlah sesuatu yang musyrik-syirik kawan. Kalau cumak ingin berniat musyrik-syirik
gampang kok, di tempat manapun bisa. Okey?.
Sekardangan
Era Mataram
Selanjutnya, setelah kepulangan ketiga tokoh di atas ke
Sukoharjo, Solo Raya, maka pada era Mataram, dusun Sekardangan merupakan sebuah
dusun yang alasnya (hutan-nya) dibabat oleh beberapa tokoh berikut, yaitu:
1.
Mbah
Kyai Raden Atmo Setro
Makam Mbah Kyai Raden Atmo Setro berada di
Pemokaman Kuno Desa Gaprang Lor. Beliau memiliki menantu bernama Ahmad Darim
dari dusun Gajah (utara dusun Sekardangan) yang pada akhirnya diganti nama
dengan Mbah Kyai Raden Setro Kromo. Penulis adalah generasi ke-7 dari Mbah Kyai
Raden Atmo Setro sebagai berikut: (1) Kyai Raden Atmo Setro berputra; (2) Nyai
Raden Setro Kromo berputra; (3) Nyai Zainuddin Binti Kyai Abu Yamin berputra;
(4) Nyai Ahmad Dasuqi berputra; (5) Nyai Umi Kulsum Irjas berputra; (6) Hj.
Siti Rofiah Tamam berputra; (7) Arif Muzayin Shofwan.
2.
Mbah
Kyai Raden Kasan Muhtar
Konon kendaraan beliau saat itu atau jaman
mbabat dusun Sekardangan adalah berupa seekor macan. Ini kisah tutur dari para
sesepuh. Banyak keluarga beliau dulu yang berada di Kauman Kalangbret
Tulungagung. Kata para sesepuh Sekardangan.
3.
Mbah
Kyai Raden Abu Yamin
Makam beliau berada di Pemakaman Kuno Desa
Gaprang Utara. Beliau adalah ayah dari Nyai Zainuddin pada nomor 1 di atas.
Konon beliau ini dulu berasal dari trah keturunan “MAKAM SENTONO” Lodoyo Blitar. Pada saat dikejar Belanda, sampailah
beliau di Sekardangan ini. Kata Mbah Kyai Muhammad Zainuddin Bin Ahmad Dasuqi
bahwa Mbah Kyai Raden Abu Yamin ini merupakan santri pertama di dusun
Sekardangan, dan juga Mbah Kyai Raden Hasan Muhtar.
4.
Mbah
Kyai Raden Tirto Sentono
Makam beliau berada di Pemakaman Umum Dusun
Sekardangan berada di sebelah Selatannya makam Mbah Kyai Abdurrohman Bin Abu
Yamin dan berada di sebelah Timur-nya makam Mbah Kyai Hasan Thohiran (yakni
tokoh teman seperjuangan Mbah Kyai Imam Fakih dalam mendirikan Masjid Baitul
Makmur Sekardangan Kidul)
5.
Mbah
Kyai Raden Wongsopuro
Yakni, makamnya merupakan makam terlama di
sebelah barat Masjid Baitul Makmur Sekardangan. Makam lama lagi adalah Mbah
Kyai Bontani dan istrinya (makamnya di bawah Pohon Jenar dan tak pernah ada
rumput di situ)
6.
Mbah
Kyai Raden Barnawi
Konon beliau ini merupakan tokoh yang
mendirikan tempat ibadah pertama kali di Sekardangan Kidul. Namun tempat ibadah
berupa langgar tersebut sudah tak ada bekasnya.
7.
Mbah
Kyai Raden Suwiryo
Beliau merupakan tokoh yang mbabat dusun Sekardangan
bagian pojok Timur-Utara. Beliau merupakan leluhur Mbah Kyai Hasan Jauhari,
yakni seorang yang sering disebut sebagai teman dan guru Mbah Kyai Haji
Muhammad Hasyim Asy’ari Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Jombang. Konon ketika ke
Sekardangan, Mbah Kyai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari Jombang sering
mampir/singgah di rumah Mbah Kyai Hasan Jauhari ini. Sedangkan kalau di
Kuningan, Mbah Kyai Muhammad Hasyim Asyari sering singgah/mampir di rumah Mbah
Kyai Muhammad Sholeh Sang Penyusun Kitab Tauhid Nata’ijul Afkar.
Dari
beberapa tokoh di atas, pada Era Diponegoro-an yang akhir-akhir, kemudian
muncul tokoh bernama Mbah Kyai Imam
Fakih dan Mbah Kyai Kasan Thohiran dari
Bagelenan sebagai pemrakarsa berdirinya Pesantren Miftahul Huda dan Masjid
Baitul Makmur Sekardangan. Dan dari semua tokoh inilah akhirnya beranak-pinak
dan melahirkan berbagai keturunan di dusun Sekardangan, yakni dusun nan sejuk
tak tertandingi di dunia dan akherat. Sehingga kakek-kakek jaman dulu bilang
begini: “SAK SEKARDANGAN IKU ORA ONO WONG LIYO. KABEH IKU JIK DULUR TUNGGAL
GETIH KABEH” (Artinya: Satu dusun Sekardangan itu tak ada orang lain.
Semua masih saudara semua dan masih tunggal darah).
Saya,
PINUS, Kisah Mbah Kyai Hasan Jauhari, dan Lainnya
Keterkaitan saya dengan Pendopo Islam Nusantara (PINUS)
yang diprakarsai oleh IKA-PMII (Ikatan Alumni PMII) adalah: Saya juga alumni
PMII walaupun tidak pernah duduk dalam strukturalnya. Beberapa kali saya ikut
macapatan “LAYANG AMBIYA” yang diadakan setiap malam Sabtu di PINUS. Pada bulan
Romadhon 2018, saya mengisi kajian “Dakwah
Walisongo dan Konstruksi Sosial Masyarakat Jawa” di PINUS bersama LAKPESDAM
NU. Pada saat PINUS diresmikan pada tanggal 20 Juni 2018, saya juga
menghadirinya.
Ada kisah menarik ketika Pendopo Islam Nusantara (PINUS) IKA-PMII yang telah diikrarkan
sebagai wakaf untuk Nahdlatul Ulama (NU) oleh Tuhan Yang Maha Kuasa diletakkan
di dusun Sekardangan (desa Papungan, kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar),
antara lain:
Pertama,
ada banyak kisah dari sesepuh bahwa Mbah Kyai Haji Muhammad Hasyim Asyari Sang
Pendiri NU, waktu muda konon sering berkunjung ke rumah Mbah Kyai Hasan Jauhari
Sekardangan. Dan Mbah Kyai Hasan Jauhari ini konon merupakan teman dan guru
ngaji-nya Mbah Kyai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari Jombang.
Kedua,
Mbah Kyai Haji Umar Baran seorang Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah juga sering ke
Sekardangan, tepatnya di Pesulukan Tarekat Naqsyabandiyah “Musholla Terkuno di Sekardangan” yang di dinding belakang
pengimaman masih ada Logo Kraton Metaram-nya.
Walau saat ini sudah hampir keropos termakan usia. Bahkan Mbah Kyai Haji Umar
Baran ini masih saudara dekat dengan Sekardangan.
Ketiga,
Sekardangan
merupakan tempat Ilmu Tauhid terakhir dari jalur Mbah Kyai Muhammad Sholeh
Kuningan. Mbah Kyai Zainuddin Bin Ahmad Dasuqi Sekardangan (menantu Mbah Kyai
Ridwan Karangsono) pernah bercerita begini: “Mbah Kyai Muhammad Sholeh Kuningan pernah berkata bahwa Ilmu Tauhid-nya
besok akan diteruskan Kyai Tlogo/Mbah Kyai Sibaweh, kemudian diteruskan Mbah
Kyai Sekardangan/Mbah Kyai Imam Mahdi”. Ini merupakan isyarah Mbah Kyai
Muhammad Sholeh Kuningan tentang penerus tradisi keilmuan Ilmu Tauhid yang
dikembangkannya.
Oya,
saat peresmian Pendopo Islam Nusantara (PINUS) yang dihadiri dan diresmikan Dr.
H. Imam Nahrowi, Sang Menteri Pemuda dan Olah Raga, saya juga ikut hadir di
PINUS tersebut. Acara yang dikemas oleh Mas Abdul Aziz (Ketua IKA-PMII) sangat
menarik, yakni saat doa penutup memakai dua doa. Yaitu:
1. Doa Berbahasa Jawa:
Yakni “DOA CARAKA BALIK” dari sesepuh Macapatan LAYANG AMBIYA tiap malam Sabtu
di PINUS.
2. Doa Berbahasa Arab:
Dibawakan oleh KH. Masda’in Rifai Ahyad Tokoh NU Cabang Blitar.
Mas
Abdul Aziz (Ketua IKA-PMII) dalam acara tersebut juga mempromosikan UMKM Dusun
Sekardangan berupa “OPAK GAMBIR”. Salah satu perwakilan pengusaha opak gambir
yang maju ke depan dan wawancara dengan Kemenpora Dr. H. Imam Nahrowi adalah
(1) HAJI MASRUKIN, Pengusaha Opak Gambir SEKAR MELATI; (2) MUHAMMAD YUSUF,
Pengusaha Opak Gambir SEKAR MAWAR. Dalam acara itu juga ada ikrar bantuan
100.000.000 (Seratus Juta) dari MAS KHOLID yakni Pengusaha Kampung Coklat
Plosorejo, Kademangan, Blitar.
Mungkin ini
saja catatan harian (cahar) saya. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Kuasa selalu
memberkati apa yang saya tulis ini. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pengasih
selalu mengasihi semua hamba-Nya. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pengampun
selalu mengampuni kesalahan saya dalam menulis catatan harian (cahar) saya ini.
Mudah-mudahan kegiatan saya semuanya saja pada hari ini ketika, selalu membawa
berkah sepanjang zaman, di kehidupan dunia dan akhirat. Amin, amin, amin, Yaa
Rabbal Alamiin. Allohu Akbar. Walillahil Hamdu.
“If you can dream it you can do it”
(Jika
kamu dapat bermimpi, kamu dapat melakukannya)
“Sluman,
slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga
dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan.
Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)
Dokumentasi Petilasan Cikal Bakal Sekardangan (Dokumentasi, 2018) |
Aku Ngisi Ngaji di PINUS Sekardangan (Dokumentasi, 2018) |
Aku Saat Ngaji di PINUS Sekardangan (Dokumentasi, 2018) |
Manuskrip Kuno Panembahan Kajoran (1700-an) yang menjelaskan Ki Kebo Kanigoro/ Kyai Purwoto Sidik memiliki anak bernama Ki Ageng Gribik I Malang |
Makam Roro Sekar/Roro Tenggok/Endang Widuri putri dari Ki Kebo Kanigoro/Ki Purwoto Sidik di areal makam kakeknya Sri Makurung Handayaningrat/Ki Ageng Pengging Sepuh di Pengging Boyolali |
Tentang
Penulis
Arif
Muzayin Shofwan, seorang pria ini beralamatkan di Jl.
Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa
Timur. Pria ini pada akhir tahun 2016 dan awal tahun 2017 bersama
kawan-kawannya (seperti Yaoma Tertibi, SH., Winarto, M.Pd.I., Lussy Ana
Anggarani, M.Pd., Alfiah, SE., Eka Rahmawati, M.Pd., Mohammad Miftakhul
Rochman, M.Pd., Muhammad Zainal Abidin, M.Ag dan lainnya) tercatat sebagai Tim
Pendiri Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar
dengan empat program studi, antara lain: (1) Prodi Hukum Tata Keluarga Islam;
(2) Prodi Perbankan Syariah; (3) Prodi Komunikasi Penyiaran Islam; dan (4)
Prodi Ekonomi Islam. Selain itu, pria pecinta teh ini juga merupakan penggagas
pertama Pusat Studi Desa dan Pemberdayaan Masyarakat (PUSDEMAS) Universitas
Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar bersama Yaoma Tertibi, SH. Pria yang yang sering
mengikuti berbagai kajian kebebasan beragama dan HAM serta diskusi lintas agama
baik lokal maupun nasional tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.
ada kah keturunan panembahan romo yang bernama mbah sikun dan kakek nya pernah di jadikan jago kasunan surakarta
BalasHapusada kah keturunan sunan tembayat yang bernama ndoro harto di bayat
BalasHapus