Minggu, 02 Mei 2021

SILSILAH KEILMUAN SUNAN TEMBAYAT KEPADA TRAH KETURUNAN BLITAR DAN KEPADA KIAI MUHAMMAD HASYIM ASYARI TEBUIRENG JOMBANG

 

SILSILAH KEILMUAN SUNAN TEMBAYAT KEPADA TRAH KETURUNAN BLITAR DAN KEPADA KIAI MUHAMMAD HASYIM ASYARI TEBUIRENG JOMBANG

 

Oleh: Dr. Arif Muzayin Shofwan, M.Pd.

 

Saat itu, Sunan Bonang menyuruh kepada Sunan Kalijaga untuk menyadur naskah Kemandalaan Majapahit, Silakrama karya Empu Prapanca hasilnya adalah Serat Dewa Ruci kemudian diajarkan kepada Sunan Tembayat.

1.    Sunan Tembayat I/Sayyid Hasan Nawawi/Sunan Pandanaran II (w. 1547 M), dari Serat Dewa Ruci lalu disadur menjadi Nitibrata yang diturunkan kepada;

2.    Sunan Tembayat II/Panembahan Jiwa/Raden Ishaq, yang merupakan guru dari Jaka Tingkir Sultan Pajang (Sultan Hadiwijaya), dan menurunkan Nitibrata kepada;

3.    Sunan Tembayat III/Panembahan Minangkabu/Pangeran Kertaningrat (w. 1630 M), yang merupakan guru spiritual Ilmu Paramawidya dari Sultan Agung Hanyakrakusuma dan Kiai Ahmad Kategan, dan menurunkan Nitibrata kepada;

4.    Sunan Tembayat IV/Pangeran Sumendi/Pangeran Sumadi Kertanegara/Pangeran Jiwakusuma I, Sentono Tegalsari Jetis Ponorogo, dan menurunkan Nitibrata kepada;

5.    Pangeran Wangsadriya/Pangeran Wangsapura/Pangeran Sadipura/Pangeran Jiwakusuma II, Sentono Tegalsari Jetis Ponorogo, dan menurunkan Nitibrata kepada;

6.    Pangeran Nayapura/Pangeran Nayamerta/Pangeran Jiwakusuma III, dan menurunkan Nitibrata kepada;

7.    Pangeran Singanaya, Sentono Tegalsari Jetis Ponorogo, dan menurunkan Nitibrata kepada;

8.    Kiai Ageng Raden Danapura, yang merupakan guru dari Kiai Ageng Muhammad Besari Tegalsari Jetis Ponorogo, dan menurunkan Nitibrata kepada;

9.    Kiai Ageng Raden Muhammad Taklim, Srengat Blitar, yang merupakan penghulu pertama Srengat, dan menurunkan Nitibrata kepada;

10. Kiai Ageng Raden Muhammad Qosim (Eyang Kasiman) Srengat Blitar (w. 1820 M), yang merupakan penghulu pertama Blitar dan penasehat spiritual Pangeran Diponegoro, menurunkan Nitibrata kepada;

11. Kiai Ageng Raden Muhammad Sya’ban/Kiai Sya’ban Gembrang Serang/Sayyid Abdullah Sya’ban, Mbrebesmili Santren Bedali Purwokerto Srengat Blitar, yakni seorang tokoh yang ikut dalam jaringan sisa-sisa pasukan/laskar “Panji Gula Klapa” serta pasukan/laskar “Semut Ireng”-nya Nyi Ageng Serang Pahlawan Nasional Republik Indonesia. Istilah pasukan/laskar “Gembrang Serang” adalah sebuah nama laskar dari Blitar-Tulungagung yang ikut membantu perjuangan sisa-sisa pasukan/laskar Nyi Ageng Serang yang diberikan oleh Kiai Ageng Ali Rahmatullah bin Hasan Ghozali/Kiai Ageng Witono Kalangbret Tulungagung (yang merupakan kakek mertua dari Kiai Ageng Raden Muhammad Sya’ban). Beberapa tokoh yang ikut bergabung dalam kelompok ini sering diberi embel-embel nama tambahan Gembrang Serang. Di antara tokoh dalam kelompok atau laskar/pasukan “Gembrang Serang” Blitar-Tulungagung, antara lain: (1) Kiai Sya’ban Gembrang Serang Mbrebesmili Santren Bedali Srengat Blitar; (2) Kiai Ali Rahmatullah Gembrang Serang Kalangbret Tulungagung; (3) Kiai Hasan Asyari Gembrang Serang Tulungagung; (4) Kiai Hasan Rifa’i Gembrang Serang Tulungagung; dan lainnya. Dari hasil berjejaringnya kelompok pasukan “Gembrang Serang” dari Blitar-Tulungaung dengan pasukan/laskarnya Nyi Ageng Serang Kulonprogo Jateng ini, maka akhirnya cucu Nyi Ageng Serang yang bernama Pangeran Papak Natapraja (Kiai Ageng R.M. Djojopoernomo) hijrah dan hidup lama bersama ayah angkatnya Sayyid Bukhori Mukmin (Kiai Ageng Ponco Suwiryo) di Mbrebesmili Santren Bedali Purwokerto Srengat Blitar. Bahkan sahabat Kiai Ageng Ponco Suwiryo yang bernama Kiai Hasan Mujahid (cikal bakal Masjid Baitul Hasanah Mbrebesmili Santren) yang merupakan menantu dari Kiai Ageng Sya’ban Gembrang Serang pun juga berasal dari jaringan pasukan sisa-sisa laskar Nyi Ageng Serang. Lalu Kiai Ageng Sya’ban Gembrang Serang menurunkan Nitibrata kepada;

12. Kiai Ageng Raden Muhammad Asrori, Pendiri pesantren & Masjid Al-Asror Kedungcangkring Pakisrejo Srengat Blitar. Namun sayang beribu sayang, dari cerita tutur keturunannya, semua kitab Kiai Ageng Muhammad Asrori hangus dibakar oleh pihak Kompeni Belanda. Santri-santri Kiai Ageng Raden Muhammad Asrori jaman dahulu banyak sekali, dalam catatan sejarah ada yang berasal dari Solo, Ponorogo, Trenggalek, sekitar Blitar dan lainnya. Kisahnya adalah ketika Kiai Ageng Muhammad Asrori tahu bahwa rumahnya akan digeledah oleh pihak Kompeni Belanda, beliau lalu menyembunyikan kitab-kitabnya di dalam tumpukan damen (daun padi kering) untuk makanan sapi di belakang rumahnya. Namun ternyata pihak Kompeni Belanda mengetahui hal tersebut dan membakar semua damen yang ada. Dari sinilah akhirnya, kitab-kitab Kiai Ageng Muhammad Asrori yang didapatkan dari warisan leluhur habis dilahap api.

Jika sanad keilmuan itu menurunkan hingga kepada Kiai Muhammad Hasyim Asyari Tebuireng Jombang, maka sudah disebutkan dalam berbagai catatan sebagai berikut:

8.    Kiai Ageng Raden Donopuro, Sentono Tegalsari Jetis Ponorogo, menurunkan Nitibrata kepada;

9.    Kiai Ageng Muhammad Besari, Tegalsari Jetis Ponorogo, yang hasilnya adalah Krama Nagara, lalu diturunkan kepada Kiai Ageng Muhammad Ilyas lalu kepada Kiai Ageng Kasan Besari yang merupakan guru dari Raden Bagus Burhanuddin (Raden Ngabehi Ronggowarsito), dan juga menurunkan Krama Nagara kepada;

10. Kiai Ageng Anggamaya, yang hasilnya adalah Dharmasunya, lalu diturunkan kepada;

11. Kiai Ageng Yosodipuro I, yang hasilnya adalah Sana Sunu, lalu diturunkan kepada;

12. Kiai Ageng Katib Anom, yang hasilnya adalah Wulang Semahan, lalu diajarkan kepada;

13. Kiai Sholeh Asnawi, yang hasilnya adalah Dasasila, lalu diajarkan kepada;

14. Kiai Muhammad Sholeh Darat, Semarang, yang hasilnya adalah Sabilul Ibad, lalu diajarkan kepada;

15. Kiai Muhammad Hasyim Asyari, Tebuireng Jombang, yang hasilnya adalah Adabul Alim Wal Muta’allim, lalu diajarkan kepada;

16. Warga Nahdlatul Ulama.

Demikian catatan harian saya, semoga semua ini menjadi ilmu yang bermanfaat di kehidupan kini dan mendatang. Amin Ya Rabbal Alamin.

“If you can dream it you can do it”

(Jika kamu dapat bermimpi, kamu dapat melakukannya)

“Sluman, slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”

(Semoga dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan. Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)


Hakam Sholahuddin & Dr. Arif Muzayin Shofwan, M.Pd.

Tentang Penulis

Arif Muzayin Shofwan, seorang pria ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria ini pada akhir tahun 2016 dan awal tahun 2017 bersama kawan-kawannya (seperti Yaoma Tertibi, SH., Winarto, M.Pd.I., Lussy Ana Anggarani, M.Pd., Alfiah, SE., Eka Rahmawati, M.Pd., Mohammad Miftakhul Rochman, M.Pd., Muhammad Zainal Abidin, M.Ag dan lainnya) tercatat sebagai Tim Pendiri Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar dengan empat program studi, antara lain: (1) Prodi Hukum Tata Keluarga Islam; (2) Prodi Perbankan Syariah; (3) Prodi Komunikasi Penyiaran Islam; dan (4) Prodi Ekonomi Islam. Selain itu, pria pecinta teh ini juga merupakan penggagas pertama Pusat Studi Desa dan Pemberdayaan Masyarakat (PUSDEMAS) Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar bersama Yaoma Tertibi, SH. Pria yang yang sering mengikuti berbagai kajian kebebasan beragama dan HAM serta diskusi lintas agama baik lokal maupun nasional tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar