Oleh:
Arif Muzayin Shofwan
“Tulisan ini merupakan catatan waktu luang.
Saya simpan di blog saya agar suatu hari mencarinya dapat digoogling dengan
mudah. Tulisan ini dimaksudkan untuk menyimpan tulisan saya. Mohon dimaklumi,
adanya media blogspot terkadang membuat saya nyaman untuk menyimpan tulidsan
saya di dalamnya. Sebab di saat-saat tertentu, saya bisa langsung
meng-googling-nya dengan cepat”
(Shofwan,
2018)
Sunan
Ampel adalah salah seorang wali di antara Walisongo
yang menyebarkan ajaran Islam di Pulau Jawa. Ia lahir 1401 M di Champa.
Ada dua pendapat mengenai lokasi Champa ini. Encyclopedia Van Nederlandesh
Indie mengatakan bahwa Champa adalah satu negeri kecil yang terletak
di Kamboja.
Pendapat lain, Raffles
menyatakan bahwa Champa terletak di Aceh yang kini bernama Jeumpa.
Menurut sebagian riwayat, orang tua Raden Rahmat, nama lain Sunan Ampel,
adalah Maulana Malik Ibrahim (menantu Sultan Champa dan ipar Dwarawati).
Riwayat lain yang lebih kuat menisbahkan beliau, Sunan Ampel, sebagai putra
Ibrahim Asmarakandi yang dimakamkan di Tuban. Ibrahhim Asmarakandi merupakan
putrah Syekh Jumadil Kubro. Dalam catatan Kronik Cina
dari Klenteng Sam Po Kong, Sunan Ampel dikenal
sebagai Bong Swi Hoo, cucu dari Haji Bong Tak Keng - seorang Tionghoa (suku Hui beragama Islam mazhab Hanafi)
yang ditugaskan sebagai Pimpinan Komunitas Cina di Champa oleh Sam Po Bo.
Sedangkan Yang Mulia Ma Hong Fu - menantu Haji Bong Tak Keng ditempatkan
sebagai duta besar Tiongkok di pusat kerajaan Majapahit, sedangkan Haji Gan En
Cu juga telah ditugaskan sebagai kapten Cina di Tuban. Haji Gan En Cu kemudian
menempatkan menantunya Bong Swi Hoo sebagai kapten Cina di Jiaotung (Bangil).
Dalam beberapa catatan yang saya
dapatkan, Sunan Ampel (Haji Bong Swie Ho) pernah memiliki beberapa istri,
antara lain:
1. Dewi Condrowati alias Nyai Ageng Manila binti Aryo Tejo Al-Abbasyi, berputera:
1. Maulana Mahdum Ibrahim/Raden Mahdum
Ibrahim/ Sunan Bonang/Bong Ang
2. Syarifuddin/Raden Qasim/ Sunan Drajat
3. Siti Syari’ah/ Nyai Ageng Maloka/
Nyai Ageng Manyuran
4. Siti Muthmainnah
5. Siti Hafsah
2. Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning, berputera:
1. Dewi Murtasiyah/ Istri Sunan Giri
2. Dewi Murtasimah/ Asyiqah/ Istri Raden Fatah/Tan
Jin Bun
3. Raden Husamuddin (Sunan Lamongan)
4. Raden Zainal Abidin (Sunan Demak)
5. Pangeran Tumapel/ Pangeran
Lamongan/ Sayyid Maulana Hamzah, ayah dari Sunan Pandanaran II/Sunan Tembayat
6. Raden Faqih (Sunan Ampel II)
Berikut
saya sajikan sekedar silsilah keturunan Sunan Ampel (Haji Bong Swie Ho/ Raden
Ali Rahmatulloh) yang berada di Sekardangan, Kanigoro, Blitar, dari jalur Mbah Kyai Raden Muhammad Qosim (Eyang
Kasiman), salah satu cikal bakal Masjid Agung Kota Blitar dan dimakamkan di
lereng Gunung Pegat berdekatan dengan Tumenggung Ndoro Tedjo dan Asisten Wedono
Lodoyo:
1. Sunan
Ampel (Raden Rahmatullah/ Haji Bong Swie Hoo) + Dewi Karimah binti Ki Ageng Kembang
Kuning Surabaya, berputra;
2. Pangeran
Tumapel (Sayyid Maulana Hamzah), berputra:
3. Sunan
Tembayat (Sayyid Hasan Nawawi/ Jaka Supang/ Jaka Pameling/ Pangeran Mangkubumi/
Ki Ageng Padang Aran II/ Raden Wahyu Widayat/ Empu Windu Jati/ Pangeran
Pamungkas/ Sunan Pamungkas/ Sunan Gunung Jabalkat) + Nyai Kaliwungu binti
Bathoro Kathong, berputra:
4. Raden
Panembahan Djiwo (Sayyid Raden Ishaq) Ing Tembayat, berputra:
5. Panembahan
Minang Kabul Ing Tembayat, berputra:
6. Pangeran
Ragil Kuning, Wonokerto, Ponorogo, berputra:
7. Pangeran
Wongsodriyo, berputra:
8. Kyai
Raden Nojo/Noyo Semanding, berputra:
9. Kyai
Raden Donopuro (guru dari Kyai Ageng Muhammad Besari/ Kasan Besari I Ponorogo),
berputra:
10. Mbah
Kyai Raden Taklim (penghulu Srengat), berputra:
11. Mbah
Kyai Raden Muhammad Qosim (Eyang Kasiman), makam di Puncak Gunung Pegat Srengat
dekat dengan Tumenggung Ndoro Tedjo dan merupakan Penghulu Blitar Pertama,
berputra:
12. Mbah Kyai Muhammad Syakban atau biasa dikenal
dengan sebutan “Mbah Syakban Gembrang Serang” atau “Mbah Syakban Tumbu”
(makamnya berada di Makam Mbrebesmili Santren, Bedali, Purwokerto, Srengat,
Blitar), berputra:
13. Mbah
Kyai Muhammad Asrori, yakni pendiri dan cikal-bakal “Masjid Al-Asror” Kedungcangkring,
Pakisrejo, Srengat, Blitar, berputra:
14. Mbah
Nyai Tsamaniyyah (istri dari Mbah Kyai Imam Muhtar atau Kyai Hasan Muhtar,
Kerjen, Srengat, Blitar), berputra:
15. Mbah
Nyai Artijah (istri dari Mbah Muhammad Thahir dari Wonodadi) dan bermukim di
Kerjen, Srengat, Blitar, berputra;
16. Mbah
Haji Tamam Thahir + Hj. Siti Rofiah (Sekardangan, Kanigoro, Blitar).
17. Mbah
Jalal/Mbah Pasarean (Muhammad Jalaluddin Az-Zubaidi)
Sementara
itu, silsilah nasab dari jalur Mbah Nyai Nyai Mursiyah (istri Mbah Kyai
Muhammad Syakban Jarakan kemudian hijrah ke Mbrebesmili Santren, Bedali,
Purwokerto, Srengat, Blitar), juga bertemu pula. Berikut silsilah nasab dari
jalur Mbah Nyai Mursiyah (istri Mbah Kyai Muhammad Syakban Jarakan/ Mbah
Syakban Gembrang Serang/ Mbah Syakban Tumbu) yang makamnya berada di Pemakaman
Umum desa Jarakan, Gondang, Tulungagung. Ini juga merupakan silsilah jalur Mbah Kyai Ageng Witono (Syaikh Hasan
Ghozali), Sang Cikal-Bakal Masjid Tiban Al-Istimrar, Kauman, Kalangbret,
Tulungagung:
1. Sunan
Ampel (Raden Rahmatullah/ Haji Bong Swie Hoo) + Dewi Karimah binti Ki Ageng Kembang
Kuning Surabaya, berputra:
2. Pangeran
Tumapel (Sayyid Maulana Hamzah), berputra:
3. Sunan
Tembayat (Sayyid Hasan Nawawi/ Jaka Supang/ Jaka Pameling/ Pangeran Mangkubumi/
Ki Ageng Padang Aran II/ Raden Wahyu Widayat/ Empu Windu Jati/ Pangeran
Pamungkas/ Sunan Pamungkas/ Sunan Gunung Jabalkat) + Nyai Kaliwungu binti
Bathoro Kathong, berputra:
4. Raden
Panembahan Djiwo (Sayyid Raden Ishaq) Ing Tembayat, berputra:
5. Panembahan
Minang Kabul Ing Tembayat, berputra:
6. Pangeran
Ragil Kuning, Wonokerto, Ponorogo, berputra:
7. Pangeran
Wongsodriyo, berputra:
8. Kyai
Raden Nojo/Noyo Semanding, berputra:
9. Kyai
Raden Donopuro (guru dari Kyai Ageng Muhammad Besari/ Kasan Besari I Ponorogo),
berputra:
10. Mbah
Kyai Mangun Witono/ Sayyid Hasan Ghozali di belakang “Masjid Tiban Al-Istimrar”
Kauman, Kalangbret, Tulungagung, berputra:
11. Mbah
Kyai Nur Ali Rahmatullah, berputra:
12. Mbah
Kyai Ali Muntoho (cikal-bakal desa Jarakan, Gondang, Tulungagung), berputra:
13. Mbah
Nyai Mursiyah Syakban makamnya berada di Pemakaman Jarakan, Gondang,
Tulungagung (istri dari Mbah Kyai Muhammad Syakban/ Mbah Syakban Gembrang
Serang/ Mbah Syakban Tumbu bin Kyai Muhammad Qosim Penghulu Pertama Blitar),
berputra:
14. Mbah
Kyai Muhammad Asrori pendiri “Masjid Al-Asror” Kedungcangkring, Pakisrejo,
Srengat, Blitar (suami dari Nyai Haditsah Binti Muhammad Yunus Srengat), berputra:
15. Mbah
Nyai Tsamaniyyah (istri dari Mbah Kyai Hasan Muhtar, Kerjen, Srengat, Blitar),
berputra;
16. Mbah
Nyai Artijah (istri dari Mbah Muhammad Thahir dari Wonodadi, Srengat, Blitar)
dan bermukim di Kerjen, Srengat, Blitar, berputra:
17. Mbah
Haji Tamam Thahir + Hj. Siti Rofiah (Sekardangan, Kanigoro, Blitar).
18. Mbah
Jalal/Mbah Pasarean (Muhammad Jalaluddin Az-Zubaidi)
Silsilah
nasab tersebut diadopsi dari berbagai sumber dengan pengurutan generasi ke
generasi seperlunya, di antaranya dari: (1) Lembaran Silsilah “Keluarga Kyai
Raden Muhammad Qosim/ Eyang Kasiman” yang tersimpan di Yayasan Kyai Raden
Muhammad Kasiman sebelah Utara Masjid Agung Kota Blitar; (2) Buku berjudul
“Silsilah Sunan Tembayat Hingga Syaikh Muhammad Sya’ban Al-Husaini” karya Abu
Naufal bin Tamam At-Thahir; (3) Buku berjudul “Ranji Walisongo Jilid IV:
Mengungkap Fakta, Meluruskan Sejarah” karya Raden Ayu Linawati dan disusun
oleh Mas Muhammad Shohir Izza Solo, Jawa Tengah; (4) Buku berjudul “Silsilah
Nasab Kyai Soeroredjo Kauman Blitar” karya Arif Muzayin Shofwan dan Putu
Ari Sudana; serta Lembaran berjudul “Sejarah Singkat Mbah Kyai Asror
Pakisrejo, Srengat” yang dikeluarkan pada tanggal 15 Juli 1984.
Akhir kata, mungkin hanya ini catatan harian (cahar) saya
kali ini. Cahar ini hanya sebagai pengisi waktu di kala tidak ada
kegiatan-kegiatan yang lebih penting difokuskan. Jadi, karena sifatnya hanya
sebagai catatan harian berdasarkan hobi saya dalam mengkaji apapun yang bisa dikaji,
apapun yang bisa ditulis, dan semacamnya, maka bila ada yang kurang komplit,
kurang sesuai dengan siapapun dalam hal ini, saya minta maaf yang
sebesar-besarnya khususnya kepada diri saya pribadi. Jadi, “SAYA MEMINTA MAAF
KEPADA DIRI SAYA PRIBADI. DAN ALHAMDULILLAH DIRI SAYA PRIBADI MEMAAFKAN
KESALAHAN SAYA”. Yah, suatu nikmat yang luar biasa apabila diri kita sendiri
bisa memaafkan diri kita. Diri saya sendiri bisa memaafkan diri saya sendiri.
Yah, mudah-mudahan selalu diberkahi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Aamiin.
“If
you can dream it you can do it”
(Jika
kamu dapat bermimpi, kamu dapat melakukannya)
“Sluman,
slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga
dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan.
Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)
Ranji Silsilah Sunan Tembayat/Syaikh Kasan Nawawi bin Maulana Hamzah (Dari Nyai Raden Ayu Linawati cucu Prof. Dr. Hoessein Djojodiningrat) |
Ranji Silsilah Pangeran Kajoran yang merupakan menantu Sunan Tembayat/Syaikh Kasan Nawawi (Dari Nyai Raden Ayu Linawati, cucu Prof. Dr. Hoessein Djojodiningrat) |
Tentang
Penulis
Arif
Muzayin Shofwan, seorang pria yang berbau kuburan, kijing,
maesan, kembang boreh, kembang kanthil, kembang kenongo dan segala macam
bau-bauan ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW.
09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria yang yang sering dipanggil oleh
Kyai Muhammad AP dengan sebutan “Ki
Gadhung Melathi” atau “Mbah Pasarean”
atau “Mbah Kuburan” (karena seringnya
berkunjung ke pesarean-pesarean/kuburan-kuburan untuk mengkaji sejarah tokoh
yang dimakamkan) atau “Mbah Dhanyangan”
(sebab seringnya mengkaji danyangan-danyangan di desa-desa) tersebut dapat
dihubungi di nomor HP. 085649706399.
Selain itu, pria bernama Arif Muzayin Shofwan tersebut kalau di Pondok
Pesantren Al-Falah Trenceng, Sumbergempol, Tulungagung sering disebut dengan
nama “Mbah Jalal” (Muhammad Jalaluddin Az-Zubaidi). Demikian sekilas tentang
penulis dibuat. Wassalam.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar