Oleh:
Arif Muzayin Shofwan
“Ini merupakan sekelumit kisah saya ketika
jadi makelar penjualan tanah, hingga mengenal sebutan nama Dhanyang Cikal Bakal
Dusun Koripan, Banggle, Kanigoro, Blitar yang bernama Mbok Samirah dan dua
makam las bernama Mbah Sujolaut dan Mbah Bajang. Yah, hanya sekedar kisah
pengalaman.” (Shofwan, 2017)
Pada hari Jumat, 30 Maret 2018 bertepatan dengan Hari Libur
Nasional memperingati Wafatnya Yesus Kristus, saya semayanan dengan adik saya
Nikmatin Lana Farida untuk melihat sebuah tanah yang dijual di dusun Koripan,
desa Banggle, kecamatan Kanigoro, kabupaten Blitar. Tanah tersebut milik kakak
perempuan Mas Tantowi teman saya. Makanya, hari ini saya semayanan dengan dua
orang sekaligus, yaitu: (1) Nikmatin Lana Farida adik saya; dan (2) Mas
Tantowi, yakni teman saya dan adik pemilik tanah tersebut.
Kami bertiga sepakat bertemu pada Jumat sore pukul 16.00
WIB. Dan sesampai kami di areal tanah yang dijual tersebut, kami melihat-lihat
luas tanah yang katanya seluar 55 ru. Hingga akhirnya, tampak di tapal batas
tanah bagian Timur seperti terdapat sebuah makam. Lha inilah yang akhirnya
membuat saya dan adik saya penasaran. Makam sipakah itu?. Oh, makam siapakah
itu?. Bahkan, adik saya bercerita bahwa dia sebelum itu ketika di malang seperti
sering bermimpi melihat makam tersebut. Saya pun juga sering bermimpi demikian.
Akhirnya karena rasa penasaran saya, saya akan tanya-tanyakan siapakah jasad
yang dimakamkan di tempat tersebut bersama Mbah Jawoko Jatimalang.
Pada hari Jumat berikutnya bertepatan dengan tanggal 06
April 2018, yakni seminggu setelah itu, saya bersama Mbah Jawoko (Jatimalang,
Sentul, Kota Blitar) berniat berkunjung ke dusun Koripan, Banggle, Kanigoro,
Blitar tersebut hanya untuk menyelesaikan rasa penasaran kami berdua. Sesampai
kami berdua di dusun Koripan, kami langsung menitipkan sepeda motor saya di
rumah seorang warga Koripan yang berada di utara jalan, tepatnya berada di
rumah warga depan tanah yang mau dijual tersebut. Mbah Jawoko sambil bertanya
pada seorang ibu yang sedang menyapu di halaman rumah tersebut: “Itu makamnya
siapa tho Bu?”. Jawab Sang Ibu: “Saya tidak tau. Makam itu sudah ada sejak dulu”.
Sang Ibu lalu bertanya pada seorang pemuda yang mungkin anaknya; “Makamnya
siapa tho Le?”. Jawab pemuda tersebut: “Makamnya Mbah Sujolaut”.
Kemudian saya dan Mbah Jawoko pamit pada Sang Ibu itu untuk
menuju makam yang jaraknya kurang lebih 100 meter ke Selatan, yang jalannya
harus melalui pekarangan rumah warga tersebut. Sesampai di makam las Mbah
Sujolaut, Mbah Jawoko kemudian nyumet atau menyalakan dupa sebagaimana tradisi
nyekar masyarakat Jawa. Diapun saya ambil fotonya, dan akupun minta diambilkan
fotoku. Setelah itu kami berdua ngobrol-ngobrol sebentar sekitar 10 menit di
tempat tersebut, ngobrolkan ngalor-ngidul tentang makam Sentono Lodoyo, makam
Petilasan Ki Kebo Kanigoro, yakni Petilasan Jati Kurung, dan lainnya.
Usai tersebut, kami berdua kembali ke tempat penitipan
sepeda. Di tempat penitipan sepeda tersebut sudah ada tiga orang sepuh yang
berumuran 70 tahun sedang asyik ngobrol dan menikmati Rokok Apache Kretek. Mbah
Jawoko kemudian bertanya pada salah satu orang tua tersebut tentang makam yang
baru saya lihat. Orang tua itu menjawab bahwa makam itu adalah makam las
Pakdhe-nya yang sudah hijrah ke Banyuwangi pada jaman penjajahan Belanda.
Katanya lagi, makam itu dulu ada cungkupnya, namun cungkup itu sudah rusak
dimakan usia. Makam las itu bernama makam Mbah Sujolaut. Beliau juga
menceritakan bahwa ada makam las lagi yang berada di tengah sawah (sambil
menunjuk ke areal persawahan Utara-nya kami berbincang-bincang). Nama las itu
adalah Mbah Bajang. Aduh, hari ini aku belajar tentang las yang aku juga belum
tahu detail apa itu las sebenarnya.
Orang tua itu juga mengatakan bahwa Dhanyang Yang Cikal
Bakal Akal Bakal Dusun Koripan bernama Mbok Samirah. Pedhanyangan itu terletak
di pinggir sungai sebelah timur makam tersebut agak ke Selatan. Orang tua itu
mengatakan: “Kalau Dhanyang Cikal Bakal Centong itu bernama Mbok Sri Penganti yang tempatnya berada
di pemakaman tengah sawah, tapi kalau Dhanyang Cikal Bakal Dusun Koripan itu
bernama Mbok Samirah yang berada di
dekat sungai dan ditandai dengan Pohon Bendo”. Inilah info yang saya dapatkan
dari orang tua warga dusun Koripan, Banggle, Kanigoro, Blitar tersebut. Usai
ini, saya dan Mbah Jawoko pamit untuk pulang, sebelum sampai rumah kami berdua
makan bakso Solo di selatan SDN Sawentar I, sebelah Timur jalan. Wallohu’alam.
Mungkin ini
saja catatan harian (cahar) saya hari ini. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Kuasa
selalu memberkati apa yang saya tulis ini. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha
Pengasih selalu mengasihi semua hamba-Nya. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha
Pengampun selalu mengampuni kesalahan saya dalam menulis catatan harian (cahar)
saya ini. Mudah-mudahan kegiatan saya hari ini, terutama pertemuan dengan Mbah
Jawoko, dan tiga warga dusun Koripan (Banggle, Kanigoro, Blitar) selalu membawa
berkah sepanjang zaman, di kehidupan dunia dan akhirat. Semoga Tuhan Yang Maha
Kuasa selalu merahmati para cikal-bakal desa Kasim, kecamatan Selopuro,
kabupaten Blitar, propinsi Jawa Timur. Amin, amin, amin, Yaa Rabbal Alamiin.
“If you can dream it you can do it”
(Jika
kamu dapat bermimpi, kamu dapat melakukannya)
“Sluman,
slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga
dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan.
Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)
Mbah Jawoko di makam las Mbah Sujolaut dusun Koripan (Dokumentasi, 2018) |
Tampak banyak kembang boreh dan bekas dupa sebab tadi malamnya merupakan Malam Jumat Legi ada beberapa warga Koripan yang nyekar di situ (Dokumentasi, 2018) |
Saya saat mengadakan sebuah riset penelitian tentang makam itu dan difoto oleh Mbah Jawoko (Dokumentasi, 2018) |
Tentang
Penulis
Arif
Muzayin Shofwan, seorang pria yang dalam komunitas
Padepokan Padang Jiwo sering dijuluki “Ki
Bagus Arief” atau “Ki Bagus Santri”
atau “Ki Bagus Kupluk Putih” ini
beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan,
Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria ini pada akhir tahun 2016 dan awal tahun
2017 bersama kawan-kawannya (seperti Yaoma Tertibi, SH., Winarto, M.Pd.I.,
Lussy Ana Anggarani, M.Pd., Alfiah, SE., Eka Rahmawati, M.Pd., Mohammad
Miftakhul Rochman, M.Pd., Muhammad Zainal Abidin, M.Ag dan lainnya) tercatat
sebagai Tim Pendiri Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Nahdlatul Ulama
(UNU) Blitar dengan empat program studi, antara lain: (1) Prodi Hukum Tata
Keluarga Islam; (2) Prodi Perbankan Syariah; (3) Prodi Komunikasi Penyiaran
Islam; dan (4) Prodi Ekonomi Islam. Selain itu, pria pecinta teh ini juga merupakan
penggagas pertama Pusat Studi Desa dan Pemberdayaan Masyarakat (PUSDEMAS)
Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar bersama Yaoma Tertibi, SH. Pria yang
yang sering mengikuti berbagai kajian kebebasan beragama dan HAM serta diskusi
lintas agama baik lokal maupun nasional tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar