Oleh: Dr. Arif
Muzayin Shofwan, M.Pd.
Beberapa kali dan sering kai aku ziarah ke Makam Eyang Raden Wijaya di
Candi Simping, Sumberjati, Kademangan, Blitar. Menurut urutan silsilah dari
jalur Eyang Bhatara Katong Ponorogo Bin Brawijaya V, konon aku menempati
silsilah generasi ke-25 dari Eyang Raden Wijaya. Di makam ini, selain aku
mendoakan leluhurku, aku juga melakukan Meditasi Cinta Kasih (Metta Bhavana). Cara
praktis untuk melakukan Meditasi Cinta Kasih (Metta Bhavana) dapat
dijelaskan sebagaimana urutan-urutan berikut, antara lain:
1.
Duduklah Anda sebagaimana postur
biasanya dari meditasi, yakni dengan menyilangkan kaki dengan punggung tegak,
atau dalam keadaan duduk di kursi jika Anda tidak bisa dan tidak biasa duduk di
lantai.
2.
Tutup kedua mata Anda dan badan Anda
harus sesantai mungkin. Kemudian ucapkan berulang-ulang dalam batin “Semoga
semua makhluk hidup berbahagia” hingga 10 menit, 15 menit, 30 menit, atau lebih satu jam. Anda
bisa mengucapkan kata-kata itu 100
kali, 1000 kali, 2000 kali, 1.000.000 kali, se-milyar
kali, dan hingga tak terbatas.
3.
Pada sesi nomor 2 di atas, bila Anda
lebih nyaman membakar dupa atau kemenyan, Anda bisa membakarnya. Bila dengan
membakar dupa dan kemenyan tidak menjadikan nyaman, Anda tak perlu membakarnya.
Bila Anda nyaman memakai minyak wangi spiritual seperti Misik dan Jakfaron,
silahkan Anda memakainya. Bila Anda tidak nyaman dengan kedua minyak tersebut,
Anda tidak perlu memakainya. Tanpa memakai apapun juga tak bermasalah. Sebab INTI MEDITASI bukanlah masalah dengan DUPA, KEMENYAN, dan MINYAK WANGI untuk tujuan mengundang
makhluk halus, dedemit, penunggu pohon, dhanyangan di punden/candi atau
sadranan, hantu kelaparan atau lainnya. INTI
MEDITASI adalah MEMPROGRAM PIKIRAN
agar semakin sadar dan sadar. Menjadikan Anda semakin bahagia dan bahagia, kini
dan mendatang. Itulah meditasi.
4.
Bahkan, ketika Anda telah selesai
dari meditasi, Anda bisa terus mengucapkan “Semoga semua makhluk berbahagia”
tersebut selagi Anda duduk, berdiri, berjalan dan berbaring, kapanpun dan
dimanapun Anda berada.
Sekali lagi, Anda
cukup menguncarkan dalam batin “Semoga semua makhluk berbahagia”
secara berulang-ulang. Inilah cara pemrograman pikiran. Kita memprogram pikiran
dengan PIKIRAN CINTA KASIH pada
semua makhluk hidup. Dengan pikiran seperti itu, kita akan dipenuhi perasaan
yang tidak ingin menyakiti dan melampiaskan kemarahan serta keinginan jahat
kepada semua makhluk hidup. Jika perasaan yang demikian terpusatkan, maka
kita akan bisa hidup tenang, damai, sejahtera, dan tentram gembira.
Bila Anda telah
terlatih meditasi, Anda tak perlu memaksakan diri dalam hal ini. Bagaikan TAPE RECORDER, artinya Anda tinggal
menombol pikiran untuk menghidupkan CINTA
KASIH. Semakin sering Anda menombol PIKIRAN
CINTA KASIH, maka semakin besar pula cinta kasih Anda kepada semua makhluk
hidup baik yang tampak maupun tak tampak. []
SILSILAHKU HINGGA EYANG RADEN WIJAYA
Namaku adalah Dr.
Arif Muzayin Shofwan, M.Pd., dan dalam salah satu silsilah keluarga, aku
merupakan salah satu keturunan Raden Wijaya/ Kertarajasa Jayawardhana
(1294-1309) Pendiri Kerajaan Majapahit dari istrinya yang bernama Dyah Gayatri
Rajapatni yang setelah kematian suaminya lalu menjadi Bhiksuni Buddhis dan diperabukan di Candi Gayatri di Dukuh Dadapan,
Desa Boyolangu, Tulungagung. Aku juga sekaligus juga keturunan Ken Arok/Rajasa
Sang Amurwabhumi Sang Pendiri Kerajaan Singasari (1222-1227) dan keturunan
Prabu Guru Darmasiksa Raja Kerajaan Sunda Galuh/ Pajajaran ke-25 tahun
1175-1297. Adapun silsilahku dari jalur Ken Arok serta Prabu Guru Darmasiksa
(mertua dari Dyah Lembu Tal) adalah sebagai berikut:
1.
Ken Arok/Rajasa Sang Amurwabhumi +
Ken Dedes, berputra;
2.
Mahesa Wonga Teleng, berputra;
3.
Mahesa Campaka/Bhatara
Narasinghamurti, berputra;
4.
Dyah Lembu Tal + Rakeyan Jayadarma
(putra Prabu Guru Darmasiksa Raja Kerajaan Sunda Galuh/ Pajajaran 1175-1297,
berputra;
5.
Raden Wijaya/Kertarajasa Jayawardhana
yang diperabukan di Candi Simping, Sumberjati, Kademangan, Blitar.
Silsilahku hingga Tunggul Ametung
(Penguasa Tumapel) dan Ken Dedes, lalu menurunkan Dyah Gayatri Rajapatni (istri
Raden Wijaya) yang akhirnya memilih menjadi Bhiksuni Buddha berikut:
1.
Tunggul Ametung + Ken Dedes,
berputra;
2.
Anusapati, berputra;
3.
Ranggawuni/Wisnuwardhana (candi
Mleri, Bagelenan, Ponggok, Blitar), berputra;
4.
Kertanegara (sebagian abunya ditaruh
di Candi Cungkup, Sawentar, Kanigoro, Blitar), berputra;
5.
Dyah Gayatri Rajapatni (istri Raden
Wijaya yang menjadi Bhiksuni Buddha)
Dari silsilah di atas, apabila
diteruskan ke bawah adalah sebagaimana berikut:
1.
Raden Wijaya/Kertarajasa Jayawardhana
(1294-1309) + Dyah Gayatri Rajapatni/Bhiksuni Buddhis, berputra;
2.
Tribuwana Tunggadewi/Bhre Kahuripan
(1328-1350) + Kertawardhana/Bhre Tumapel, berputra;
3.
Prabu Hayam Wuruk/Rajasanegara
(1350-1389) + Paduka Sori Parameswari/Queen, berputra;
4.
Kusumawardhani/Bhre Kabalan + Raden
Wikramawardhana/ Bhre Mataram (1389-1429), berputra;
5.
Prabu Kertawijaya/Bhre Tumapel
(1447-1429), berputra;
6.
Rajasa Wardhana/Bhre Keling/Bhre
Kahuripan (1451-1453), berputra;
7.
Prabu Brawijaya V/Bhre Kertabhumi
(1468-1478), berputra;
8.
Bathara Katong/Raden Joko Piturun
Ponorogo + Nyai Ageng Kaliwungu Sepuh, berputra;
9.
Raden Ayu Puteri Katong + Adipati
Unus/Pangeran Sabrang Lor Raja Demak ke-II, berputra;
10.
Sunan Katong (Desa Protomulyo,
Kecamatan Kaliwungu Selatan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah), berputra;
11.
Nyai Ageng Kaliwungu Anom + Sunan
Tembayat/Sayyid Hasan Nawawi Bin Maulana Hamzah Bin Ali Rahmatullah Sunan
Ampel, berputra;
12.
Raden Panembahan Djiwo (Sayyid Raden
Ishaq) Ing Tembayat, berputra;
13.
Panembahan Minang Kabul Ing Tembayat,
berputra;
14.
Pangeran Ragil Kuning (Raden Ragil
Sumendi), Wonokerto, Ponorogo, berputra;
15.
Pangeran Wongsopuro/Wongsodriyo
Sumendi, Wonokerto, Ponorogo, berputra;
16.
Kyai Ageng Raden Noyopuro Sumendi
Ponorogo, berputra;
17.
Kyai Ageng Raden Donopuro (guru dari
Kyai Ageng Muhammad Besari/ Kasan Besari I Ponorogo), Wonokerto, Ponorogo,
berputra;
18.
Kyai Ageng Raden Taklim (Penghulu
Srengat) makam di Gunung Pegat, berputra;
19.
Kyai Ageng Raden Muhammad Qosim
(Eyang Kasiman), Soko Guru dari Pendiri Masjid Agung Kota Blitar, makam di
Gunung Pegat, berputra;
20.
Kyai Ageng Raden Muhammad Syakban
atau biasa dikenal dengan sebutan “Mbah Syakban Gembrang Serang” atau “Mbah
Syakban Tumbu” (makamnya berada di Makam Mbrebesmili Santren, Bedali,
Purwokerto, Srengat, Blitar), berputra;
21.
Kyai Ageng Raden Muhammad Asrori,
yakni pendiri dan cikal-bakal “Masjid Al-Asror” Kedungcangkring, Pakisrejo,
Srengat, Blitar, makam di Mbrebesmili Santren, berputra;
22.
Nyai Tsamaniyah Muhtar (istri dari
Mbah Kyai Imam Muhtar atau Kyai Hasan Muhtar, Kerjen, Srengat, Blitar),
berputra;
23.
Nyai Artijah Thahir (istri dari Mbah
Kyai Muhammad Thahir dari Wonodadi) dan bermukim di Kerjen, Srengat, Blitar,
berputra;
24.
Mbah Haji Tamam Thahir (suami dari
Nyai Hj. Siti Rofiah Sekardangan, Kanigoro, Blitar), berputra;
25.
Dr. Arif Muzayin Shofwan, M.Pd.
Sekardangan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka aku
memiliki trah keturunan campuran Hindu, Buddha, dan Islam. Belajar dari
leluhurnya, yakni Bhiksuni Gayatri yang merupakan guru dari Empu Prapanca
(Pengarang Kitab Negarakertagama), Empu Mada/Gajah Mada (Pengarang Kitab Kutara
Manawa), dan terakhir Empu Tantular (Pengarang Kitab Sutasoma), ada salah satu
hal yang menarik harus terus dikibarkan di Bumi Nusantara ini yaitu: “Bhinneka
Tunggal Ika Tanhana Dharma Magrwa”. Penulis dapat dihubungi pada HP/WA:
085649706399. []
![]() |
Saya dan Mas Junaid Jatimalang, Sentul, Kota Blitar (2019) |
Ziarah makam Eyang Raden Wijaya (Candi Simping) Sumberjati Kademangan Blitar
BalasHapusOke
BalasHapusYes yes yes
BalasHapusSemoga terus bisa nguri nguri tinggalane leluhur. Amiiiin
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus