Senin, 13 April 2020

ZIARAH MAKAM EYANG RADEN WIJAYA (CANDI SIMPING, SUMBERJATI, KADEMANGAN, BLITAR)


Oleh: Dr. Arif Muzayin Shofwan, M.Pd.

Beberapa kali dan sering kai aku ziarah ke Makam Eyang Raden Wijaya di Candi Simping, Sumberjati, Kademangan, Blitar. Menurut urutan silsilah dari jalur Eyang Bhatara Katong Ponorogo Bin Brawijaya V, konon aku menempati silsilah generasi ke-25 dari Eyang Raden Wijaya. Di makam ini, selain aku mendoakan leluhurku, aku juga melakukan Meditasi Cinta Kasih (Metta Bhavana). Cara praktis untuk melakukan Meditasi Cinta Kasih (Metta Bhavana) dapat dijelaskan sebagaimana urutan-urutan berikut, antara lain:

1.   Duduklah Anda sebagaimana postur biasanya dari meditasi, yakni dengan menyilangkan kaki dengan punggung tegak, atau dalam keadaan duduk di kursi jika Anda tidak bisa dan tidak biasa duduk di lantai.
2.   Tutup kedua mata Anda dan badan Anda harus sesantai mungkin. Kemudian ucapkan berulang-ulang dalam batin “Semoga semua makhluk hidup berbahagia” hingga 10 menit, 15 menit, 30 menit, atau lebih satu jam. Anda bisa mengucapkan kata-kata itu 100 kali, 1000 kali, 2000 kali, 1.000.000 kali, se-milyar kali, dan hingga tak terbatas.
3.   Pada sesi nomor 2 di atas, bila Anda lebih nyaman membakar dupa atau kemenyan, Anda bisa membakarnya. Bila dengan membakar dupa dan kemenyan tidak menjadikan nyaman, Anda tak perlu membakarnya. Bila Anda nyaman memakai minyak wangi spiritual seperti Misik dan Jakfaron, silahkan Anda memakainya. Bila Anda tidak nyaman dengan kedua minyak tersebut, Anda tidak perlu memakainya. Tanpa memakai apapun juga tak bermasalah. Sebab INTI MEDITASI bukanlah masalah dengan DUPA, KEMENYAN, dan MINYAK WANGI  untuk tujuan mengundang makhluk halus, dedemit, penunggu pohon, dhanyangan di punden/candi atau sadranan, hantu kelaparan atau lainnya. INTI MEDITASI adalah MEMPROGRAM PIKIRAN agar semakin sadar dan sadar. Menjadikan Anda semakin bahagia dan bahagia, kini dan mendatang. Itulah meditasi.
4.   Bahkan, ketika Anda telah selesai dari meditasi, Anda bisa terus mengucapkan “Semoga semua makhluk berbahagia” tersebut selagi Anda duduk, berdiri, berjalan dan berbaring, kapanpun dan dimanapun Anda berada.

Sekali lagi, Anda cukup menguncarkan dalam batin “Semoga semua makhluk berbahagia” secara berulang-ulang. Inilah cara pemrograman pikiran. Kita memprogram pikiran dengan PIKIRAN CINTA KASIH pada semua makhluk hidup. Dengan pikiran seperti itu, kita akan dipenuhi perasaan yang tidak ingin menyakiti dan melampiaskan kemarahan serta keinginan jahat kepada semua makhluk hidup. Jika perasaan yang demikian terpusatkan, maka kita akan bisa hidup tenang, damai, sejahtera, dan tentram gembira.

Bila Anda telah terlatih meditasi, Anda tak perlu memaksakan diri dalam hal ini. Bagaikan TAPE RECORDER, artinya Anda tinggal menombol pikiran untuk menghidupkan CINTA KASIH. Semakin sering Anda menombol PIKIRAN CINTA KASIH, maka semakin besar pula cinta kasih Anda kepada semua makhluk hidup baik yang tampak maupun tak tampak. []
SILSILAHKU HINGGA EYANG RADEN WIJAYA

Namaku adalah Dr. Arif Muzayin Shofwan, M.Pd., dan dalam salah satu silsilah keluarga, aku merupakan salah satu keturunan Raden Wijaya/ Kertarajasa Jayawardhana (1294-1309) Pendiri Kerajaan Majapahit dari istrinya yang bernama Dyah Gayatri Rajapatni yang setelah kematian suaminya lalu menjadi Bhiksuni Buddhis  dan diperabukan di Candi Gayatri di Dukuh Dadapan, Desa Boyolangu, Tulungagung. Aku juga sekaligus juga keturunan Ken Arok/Rajasa Sang Amurwabhumi Sang Pendiri Kerajaan Singasari (1222-1227) dan keturunan Prabu Guru Darmasiksa Raja Kerajaan Sunda Galuh/ Pajajaran ke-25 tahun 1175-1297. Adapun silsilahku dari jalur Ken Arok serta Prabu Guru Darmasiksa (mertua dari Dyah Lembu Tal) adalah sebagai berikut:
1.   Ken Arok/Rajasa Sang Amurwabhumi + Ken Dedes, berputra;
2.   Mahesa Wonga Teleng, berputra;
3.   Mahesa Campaka/Bhatara Narasinghamurti, berputra;
4.   Dyah Lembu Tal + Rakeyan Jayadarma (putra Prabu Guru Darmasiksa Raja Kerajaan Sunda Galuh/ Pajajaran 1175-1297, berputra;
5.   Raden Wijaya/Kertarajasa Jayawardhana yang diperabukan di Candi Simping, Sumberjati, Kademangan, Blitar.

Silsilahku hingga Tunggul Ametung (Penguasa Tumapel) dan Ken Dedes, lalu menurunkan Dyah Gayatri Rajapatni (istri Raden Wijaya) yang akhirnya memilih menjadi Bhiksuni Buddha berikut:
1.   Tunggul Ametung + Ken Dedes, berputra;
2.   Anusapati, berputra;
3.   Ranggawuni/Wisnuwardhana (candi Mleri, Bagelenan, Ponggok, Blitar), berputra;
4.   Kertanegara (sebagian abunya ditaruh di Candi Cungkup, Sawentar, Kanigoro, Blitar), berputra;
5.   Dyah Gayatri Rajapatni (istri Raden Wijaya yang menjadi Bhiksuni Buddha)

Dari silsilah di atas, apabila diteruskan ke bawah adalah sebagaimana berikut:
1.   Raden Wijaya/Kertarajasa Jayawardhana (1294-1309) + Dyah Gayatri Rajapatni/Bhiksuni Buddhis, berputra;
2.   Tribuwana Tunggadewi/Bhre Kahuripan (1328-1350) + Kertawardhana/Bhre Tumapel, berputra;
3.   Prabu Hayam Wuruk/Rajasanegara (1350-1389) + Paduka Sori Parameswari/Queen, berputra;
4.   Kusumawardhani/Bhre Kabalan + Raden Wikramawardhana/ Bhre Mataram (1389-1429), berputra;
5.   Prabu Kertawijaya/Bhre Tumapel (1447-1429), berputra;
6.   Rajasa Wardhana/Bhre Keling/Bhre Kahuripan (1451-1453), berputra;
7.   Prabu Brawijaya V/Bhre Kertabhumi (1468-1478), berputra;
8.   Bathara Katong/Raden Joko Piturun Ponorogo + Nyai Ageng Kaliwungu Sepuh, berputra;
9.   Raden Ayu Puteri Katong + Adipati Unus/Pangeran Sabrang Lor Raja Demak ke-II, berputra;
10.                Sunan Katong (Desa Protomulyo, Kecamatan Kaliwungu Selatan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah), berputra;
11.                Nyai Ageng Kaliwungu Anom + Sunan Tembayat/Sayyid Hasan Nawawi Bin Maulana Hamzah Bin Ali Rahmatullah Sunan Ampel, berputra;
12.                Raden Panembahan Djiwo (Sayyid Raden Ishaq) Ing Tembayat, berputra;
13.                Panembahan Minang Kabul Ing Tembayat, berputra;
14.                Pangeran Ragil Kuning (Raden Ragil Sumendi), Wonokerto, Ponorogo, berputra;
15.                Pangeran Wongsopuro/Wongsodriyo Sumendi, Wonokerto, Ponorogo, berputra;
16.                Kyai Ageng Raden Noyopuro Sumendi Ponorogo, berputra;
17.                Kyai Ageng Raden Donopuro (guru dari Kyai Ageng Muhammad Besari/ Kasan Besari I Ponorogo), Wonokerto, Ponorogo, berputra;
18.                Kyai Ageng Raden Taklim (Penghulu Srengat) makam di Gunung Pegat, berputra;
19.                Kyai Ageng Raden Muhammad Qosim (Eyang Kasiman), Soko Guru dari Pendiri Masjid Agung Kota Blitar, makam di Gunung Pegat, berputra;
20.                Kyai Ageng Raden Muhammad Syakban atau biasa dikenal dengan sebutan “Mbah Syakban Gembrang Serang” atau “Mbah Syakban Tumbu” (makamnya berada di Makam Mbrebesmili Santren, Bedali, Purwokerto, Srengat, Blitar), berputra;
21.                Kyai Ageng Raden Muhammad Asrori, yakni pendiri dan cikal-bakal “Masjid Al-Asror” Kedungcangkring, Pakisrejo, Srengat, Blitar, makam di Mbrebesmili Santren, berputra;
22.                Nyai Tsamaniyah Muhtar (istri dari Mbah Kyai Imam Muhtar atau Kyai Hasan Muhtar, Kerjen, Srengat, Blitar), berputra;
23.                Nyai Artijah Thahir (istri dari Mbah Kyai Muhammad Thahir dari Wonodadi) dan bermukim di Kerjen, Srengat, Blitar, berputra;
24.                Mbah Haji Tamam Thahir (suami dari Nyai Hj. Siti Rofiah Sekardangan, Kanigoro, Blitar), berputra;
25.                Dr. Arif Muzayin Shofwan, M.Pd. Sekardangan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka aku memiliki trah keturunan campuran Hindu, Buddha, dan Islam. Belajar dari leluhurnya, yakni Bhiksuni Gayatri yang merupakan guru dari Empu Prapanca (Pengarang Kitab Negarakertagama), Empu Mada/Gajah Mada (Pengarang Kitab Kutara Manawa), dan terakhir Empu Tantular (Pengarang Kitab Sutasoma), ada salah satu hal yang menarik harus terus dikibarkan di Bumi Nusantara ini yaitu: “Bhinneka Tunggal Ika Tanhana Dharma Magrwa”. Penulis dapat dihubungi pada HP/WA: 085649706399. []

Saya dan Mas Junaid Jatimalang, Sentul, Kota Blitar (2019)
 
Doni Indradi Balitara dan kawan-kawannya

5 komentar: