Oleh:
Arif Muzayin Shofwan
“Ini
merupakan catatan harian saya ketika berziarah pada hari Jumat-Sabtu, 13-14
April 2018 bersama Keluarga Besar Laskar Wirogaten Jatimalang, Kota Blitar,
yakni: Mas Ilham, Mas Putu Ari Sudana, Mas Junaid (sopir), Mbak Ika Kesamben,
dan keponakan Mas Ilham.”
(Shofwan,
2017)
Pada
hari Jumat-Sabtu, 13-14 April 2018, saya bersama Keluarga Besar Laskar
Wirogaten, Jatimalang, Kota Blitar mengadakan ziarah ke makam Eyang Sunan
Tembayat/Sayyid Hasan Nawawi, sowan Mbah Kyai Mawardi (istri beliau ini
merupakan adik dari Mbah Kyai Mufidz Pengasuh Pondok Pesantren Sunan
Pandanaran), berziarah ke makam Mbah Kyai Ageng Donopuro (yakni guru dari Mbah
Kyai Muhammad Besari, Tegalsari, Jetis, Ponorogo), sekaligus berziarah ke makam
Mbah Kyai Muhammad Besari (Tegalsari, Jetis, Ponorogo).
Saya
berangkat dalam acara ini pada Jum’at 13 April 2018, usai shalat Asyar. Dalam
perjalanan ini, kami semua sempat beristirahat di Masjid Agung Ponorogo dekat
alon-alon. Di tempat ini, saya dan Mas Junaid sempat menikmati Rokok Surya dan
kemudian bersama-sama (Mas Ilham, Mas Putu Ari Sudana, Mbak Ika Kesamben, dan
keponakan Mas Ilham) untuk menikmati wedang jahe, wedang kopi di warung pojok
Masjid Agung Ponorogo sebelah timur. Kami semua menikmati perjalanan ini dengan
senikmat-nikmatnya.
Usai
itu, kami semua berangkat lagi melakukan perjalanan. Hingga akhirnnya, sekitar
pukul 24.00 WIB (dua belas malam) kami sampai di Klaten, Jawa Tengah. Di sini
kami semua “gletakan ria” di PASEBAN AGUNG SUNAN TEMBAYAT sambil menikmati
wedang kopi dan mie rebus. Oh ya, hampir lupa, sesampai di Klaten, Mas Putu Ari
Sudana langsung memberikan informasi kepada Mas Iman Widodo seorang tokoh
Pencak Silat Pagar Nusa PCNU Bayat dan Pengasuh Padepokan Sunan Tembayat.
Sesampai Mas Iman Widodo di paseban, lalu dia diajak makan mie bersama dan
menikmati wedang kopi plus rokok yang disukainya.
Kira-kira
pukul tiga malam, kami semua lalu naik untuk menuju makam Sunan Tembayat yang
berada di Gunung Cokrokembang. Sesampai di atas, Mas Iman Widodo menerangkan
makam tokoh Dampu Awang yang berada di luar makam Sunan Tembayat dan
makam-makam lainnya, seperti makam Kyai Cinde Amoh, Panembahan Minang Kabul dan
lain-lainnya. Malam ini, kami semua melakukan wirid dan tafakur di dalam bilik
makam Sunan Tembayat cukup lama. Sebab malam ini alhamdulillah sepi dari
pengunjung. Sehingga kami semua bisa “khusuk ria” dalam melakukan dzikir hingga
Subuh sudah agak terang-benderang. Karena Subuh, kami semua lalu turun untuk
melakukan shalat Subuh di Masjid Golo. Wah, subuh ini saya dipaksa jadi imam
shalat Subuh oleh kawan-kawan.
Usai
shalat Subuh, kami semua lalu berfoto-foto dan kemudian turun lagi ke PASEBAN
AGUNG SUNAN TEMBAYAT bagian bawah. Usai itu, sekitar pukul 07.00 WIB, kami
semua sowan ke rumah Mbah Kyai Mawardi (yakni salah satu tokoh PCNU Bayat dan
juga masih trah keturunan Sunan Tembayat yang menjadi pengurus Masjid Golo).
Mbah Kyai Mawardi ini juga merupakan adik ipar Mbah Kyai Mufidz Mas’ud Sang
Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Pandanaran, yang juga termasuk trah keturunan
Sunan Tembayat ke-14. Biografi Mbah Kyai Mufid Mas’ud yang ayahnya dimakamkan
di barat Masjid Golo di areal makam Sunan Tembayat bisa dilihat di sini: http://zulfanioey.blogspot.co.id/2011/07/biografi-kh-mufid-masud-pendiri-pondok.html.
Dalam
acara sowan ini, Mbah Kyai Mawardi menceritakan panjang lebar tentang
perjuangan Sunan Tembayat/Sunan Pandanaran II/Sayyid Hasan Nawawi yang dalam
silsilahnya ke atas juga sampai kepada Rasulullah SAW. Beliau juga menyatakan
bahwa nafas perjuangan agama Sunan Tembayat/Sayyid Hasan Nawawi adalah
“PATEMBAYATAN” atau “PIRUKUNAN” atau “GOTONG-ROYONG”. Menurut beliau, Sunan
Tembayat merupakan seorang waliyullah yang bisa mewadahi berbagai ilmu, baik
ilmu syariat, tharikat, hakikat, dan makrifat.
Perbincangan
kami dengan Mbah Kyai Mawardi hari ini memang cukup lama dan bercerita banyak
tentang Sunan Tembayat. Namun kami semua harus mengakhiri
percakapan/perbincangan sebab akan sowan pula ke rumah Mas Iman Widodo Sang
Pengasuh Pencak Silat Pagar Nusa PCNU Bayat dan Sang Pengasuh Padepokan Sunan
Tembayat. Di rumah Mas Iman Widodo ini kami diskusi panjang lebar tentang
pencak silat, masa depan trah Bayat, membicarakan masalah keris pusaka, dan
lainnya. Tak lupa, karena di atas meja tamu Mas Iman Widodo terdapat buku-buku
susunan Raden Ayu Linawati Djojodiningrat, maka aku yang suka baca pun langsung
membaca-baca buku tersebut walau tidak sampai mendalam.
Sekitar pukul 09.30 WIB kami semua harus ijin
meneruskan perjalanan. Mas Iman Widodo pun hari ini pukul 10.00 WIB akan pula
pergi ke Banyumas dalam acara Pagar Nusa-nya. Perjalanan kami selanjutnya
adalah harus menuju makam Mbah Kyai Ageng Donopuro dan Mbah Kyai Muhammad
Besari Ponorogo yang memakan waktu cukup lama, kira-kira tiga jam-lah kami
sampai di makam kedua tokoh tersebut. Di tengah perjalanan, kami berhenti
sebentar untuk menikmati sarapan dengan Soto Ayam dan minum Air Degan Gula
Kambil/Kelapa. Ah, rasanya nikmat dan nikmat. Alhamdulillah.
Usai ritual makan dan minum, kami semua langsung
menuju makam Mbah Kyai Ageng Donopuro di Sentono, Jetis, Ponorogo. Makam beliau
berada di belakang Masjid Baiturrahman Sentono, Jetis, Ponorogo. Di utama makam
ini juga terdapat makam Mbah Kyai Sumendi/Mbah Kyai Ragil Sumendi/Mbah Kyai
Pangeran Ragil Kuning yang terlihat cukup lama. Adapun silsilah Mbah Kyai Ageng
Donopuro dalam tulisan Raden Ayu Linawati Djojodiningrat adalah sebagai
berikut:
1. Sunan
Ampel (Raden Rahmatullah/ Haji Bong Swie Hoo), berputra;
2. Pangeran
Tumapel (Sayyid Maulana Hamzah), berputra:
3. Sunan
Tembayat (Sayyid Hasan Nawawi/ Jaka Supang/ Jaka Pameling/ Pangeran Mangkubumi/
Ki Ageng Padang Aran II/ Raden Wahyu Widayat/ Empu Windu Jati/ Pangeran
Pamungkas/ Sunan Pamungkas/ Sunan Gunung Jabalkat) + Nyai Kaliwungu binti
Bathoro Kathong, berputra:
4. Raden
Panembahan Djiwo (Sayyid Raden Ishaq) Ing Tembayat, berputra:
5. Panembahan
Minang Kabul Ing Tembayat, berputra:
6. Pangeran
Ragil Kuning/Pangeran Ragil Sumendi, atau kadang disebut “Mbah Sumendi”, saja
di Wonokerto, Sentono, Jetis, Ponorogo, berputra:
7. Pangeran
Wongsodriyo/Raden Wongso, berputra:
8. Kyai
Ageng Raden Nojo/Noyo Semanding, berputra:
9. Kyai
Ageng Raden Donopuro (guru dari Kyai Ageng Muhammad Besari/ Kasan Besari I
Ponorogo).
Silsilah
nasab tersebut diadopsi dari berbagai sumber dengan pengurutan generasi ke
generasi seperlunya, di antaranya dari: (1) Lembaran Silsilah “Keluarga Kyai
Raden Muhammad Qosim/ Eyang Kasiman” yang tersimpan di Yayasan Kyai Raden
Muhammad Kasiman sebelah Utara Masjid Agung Kota Blitar; (2) Buku berjudul
“Silsilah Sunan Tembayat Hingga Syaikh Muhammad Sya’ban Al-Husaini” karya Abu
Naufal bin Tamam At-Thahir; (3) Buku berjudul “Ranji Walisongo Jilid IV:
Mengungkap Fakta, Meluruskan Sejarah” karya Raden Ayu Linawati dan disusun
oleh Mas Muhammad Shohir Izza Solo, Jawa Tengah; (4) Buku berjudul “Silsilah
Nasab Kyai Soeroredjo Kauman Blitar” karya Arif Muzayin Shofwan dan Putu
Ari Sudana; serta Lembaran berjudul “Sejarah Singkat Mbah Kyai Asror
Pakisrejo, Srengat” yang dikeluarkan pada tanggal 15 Juli 1984.
Akhir kata, mungkin hanya ini catatan harian (cahar) saya
kali ini. Cahar sifatnya hanya sebagai catatan harian berdasarkan hobi saya
dalam mengkaji sejarah berbagai para tokoh leluhur, maka bila ada yang kurang
komplit dalam hal ini, saya minta maaf yang sebesar-besarnya khususnya kepada
diri saya pribadi. Jadi, “SAYA MEMINTA MAAF KEPADA DIRI SAYA PRIBADI. DAN
ALHAMDULILLAH DIRI SAYA PRIBADI MEMAAFKAN KESALAHAN SAYA”. Dan ketepatan Mbah
Kyai Ageng Raden Donopuro ini merupakan leluhur saya. Yah, lanjutnya adalah suatu
nikmat yang luar biasa apabila diri kita sendiri bisa memaafkan diri kita. Diri
saya sendiri bisa memaafkan diri saya sendiri. Yah, saya dan teman-teman saya
selalu diberkahi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Aamiin.
“If
you can dream it you can do it”
(Jika
kamu dapat bermimpi, kamu dapat melakukannya)
“Sluman,
slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga
dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan.
Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)
Sowan ke rumah Mbah Kyai Mawardi Trah Keturunan Sunan Tembayat yang menjadi Pengurus Masjid Golo dalam Areal Makam Sunan Tembayat (Dokumentasi, 2018) |
Putu Ari Sudana dan Arif Muzayin Shofwan berfoto di depan Masjid Baiturrohman Sentono Jetis Ponorogo (Dokumentasi, 2018) |
Arif Muzayin Shofwan berada di samping Makam Mbah Kyai Ageng Donopuro Sang Guru Mbah Kyai Muhammad Besari Tegalsari Ponorogo (Dokumentasi, 2018) |
Arif Muzayin Shofwan berfoto di pintu gerbang Makam Mbah Kyai Pangeran Ragil Kuning/Raden Ragil Sumendi Wonokreto, Sentono, Jetis, Ponorogo bersama warga di lingkungan tersebut (Dokumentasi, 2018) |
Leyeh-leyeh di serambi Masjid Baiturrohman Wonokreto, Sentono, Jetis, Ponorogo usai dari makam Pangeran Ragil Sumende, Mbah Donopuro, Mbah Noyopuro, dan Mbah Wongsopuro (Dokumentasi, 2018) |
Berfoto di depan Astono Gedong Makam Kyai Muhammad Besari: Arif, Ilham, Junaid, Ika, dan Putu (Dokumentasi, 2018) |
Tentang
Penulis
Arif
Muzayin Shofwan, seorang pria ini beralamatkan di Jl.
Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa
Timur. Pria ini pada akhir tahun 2016 dan awal tahun 2017 bersama kawan-kawannya
(seperti Yaoma Tertibi, SH., Winarto, M.Pd.I., Lussy Ana Anggarani, M.Pd.,
Alfiah, SE., Eka Rahmawati, M.Pd., Mohammad Miftakhul Rochman, M.Pd., Muhammad
Zainal Abidin, M.Ag dan lainnya) tercatat sebagai Tim Pendiri Fakultas Agama
Islam (FAI) Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar dengan empat program
studi, antara lain: (1) Prodi Hukum Tata Keluarga Islam; (2) Prodi Perbankan
Syariah; (3) Prodi Komunikasi Penyiaran Islam; dan (4) Prodi Ekonomi Islam.
Selain itu, pria pecinta teh ini juga merupakan penggagas pertama Pusat Studi
Desa dan Pemberdayaan Masyarakat (PUSDEMAS) Universitas Nahdlatul Ulama (UNU)
Blitar bersama Yaoma Tertibi, SH. Pria yang yang sering mengikuti berbagai
kajian kebebasan beragama dan HAM serta diskusi lintas agama baik lokal maupun
nasional tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar