Oleh:
Arif Muzayin Shofwan
“Ini merupakan sebuah catatan ketika saya
dan Mbah Jawoko berziarah ke makam Mbah Kyai Marto Diningrat/Mbah Kyai Marto
Sentono jarak kurang lebih enam meter dari ‘Kucur Wangi Sumber Kewarasan’ di
Pemakaman Pathuk, Pojok, Garum, Blitar, dan ziarah di makam Mbah Nyai Raden Ayu
Khotimah, Ngrebo, Gedog, Sananwetan, Kota Blitar.” (Shofwan, 2017)
Pada
hari Minggu, 04 Juni 2017, setelah berziarah ke berbagai makam, saya dan Mbah
Jawoko berziarah ke makam Mbah Kyai
Marto Diningrat (Mbah Kyai Marto Sentono) di Pemakaman Pathuk, Pojok,
Garum, Blitar. Di Selatan pemakaman tersebut juga terdapat sebuah kucur yang
dinamakan “KUCUR WANGI SUMBER KEWARASAN”,
yah tentu saja kucur tersebut juga saya potret dong. Hehehe. Perlu diketahui
bahwa Mbah Kyai Marto Diningrat (Mbah Kyai Marto Sentono) Bin Kyai Martobroni
ini merupakan cikal-bakal Masjid
Al-Ukhuwwah (berada di Utara Jalan) yang berada di Manukan, Pojok, Garum,
Blitar. Keberadaan masjid tersebut pada generasi berikutnya diteruskan oleh
Mbah Kyai Haji Abdul Latif dan para keturunannya. Oya, saya sendiri juga
merupakan trah keturunan dari Mbah Kyai Marto Diningrat/Mbah Kyai Marto Sentono
ini. Dan Mbah Kyai Marto Diningrat/Mbah Kyai Marto Sentono sendiri merupakan
anak tunggal dari Mbah Kyai Martobroni yang berasal dari Lodoyo, dan konon
menurut kisah Mbah Kyai Zainuddin Sakri Sekardangan masih berkaitan
saudara/dulur dengan Mbah Kyai Abu Naim Fathullah (Eyang Setro Menggolo). Entah
kaitan saudara ini saya kurang tau, sebab sauya mau bertanya lagi, Mbah Kyai
Zainuddin sudah keburu meninggal dunia. Jadi, ya saya tuliskan apa yang saya
dapatkan saja di sini. Adapun silsilah nasab saya adalah sebagai berikut,
yaitu:
1. Mbah Kyai Martobroni/ Mbah Kyai Imam Tobroni (dari Lodoyo-Blitar
Selatan dan ada kaitannya dengan Mbah Kyai Abu Naim Fathullah/Eyang Setro
Menggolo. Dan konon makamnya berada di areal makam desa Combong, Garum, Blitar,
di tengah sawah yang merupakan pemakaman kuno paling luas. Namun Mbah Kyai
Zainuddin Sakri Sekardangan menyebutkan bahwa makamnya berada di Pemakaman
Pathuk, Pojok, Garum, Blitar, yang konon ketika dulu ada burung terbang di atas
pusara makamnya selalu terjatuh. Mungkin kalau benar makamnya berada di
Pemakaman Pathuk, tentunya letaknya tidak jauh dari anak tunggalnya yang saya
sebutkan di bawah), berputra:
2. Mbah Kyai Marto Diningrat/Mbah Kyai Marto Sentono (Cikal Bakal
Masjid Al-Ukhuwwah di Manukan, Pojok, Garum, Blitar), berputra:
3. Mbah Kyai Haji Ahmad Dasuqi Sekardangan,
Kanigoro, Blitar (suami dari Mbah Nyai Murdinah binti Kyai Zainuddin bin Kyai
Abdurrohim/Kyai Abu Yamin [dan Mbah Kyai Haji Ahmad Dasuqi ini merupakan murid
dari Mbah Kyai Abdurrohman, Kebonsari, Garum, Blitar serta Mbah Kyai Muhammad
Sholeh Pengarang “Kitab Nata’ijul Afkar”
Kuningan, Kanigoro, Blitar]), berputra:
4. Nyai Umi Kulsum Sekardangan, Kanigoro, Blitar
(istri dari Mbah Kyai Muhammad Irjas bin Ibrahim Jeding, Sanankulon, Kota
Blitar), berputra:
5. Nyai Siti Rofiah Sekardangan, Kanigoro, Blitar
(istri dari Mbah Tamam Bin Thahir Bin Kasan Muhtar Kerjen, Srengat, Blitar),
berputra:
6. Arif Muzayin Shofwan.
Catatan: Dikisahkan oleh Mbah Kyai
Zainuddin Sakri Sekardangan (menantu Mbah Kyai Ridwan Pondok Pesantren
Karangsono, Kanigoro, Blitar) bahwa Mbah Kyai Martobroni/Mbah Kyai Imam Tobroni
dan istrinya dulu sampai umur tua tidak memiliki seorang anak. Kemudian
keduanya sowan kepada gurunya di Bacem, Lodoyo-Blitar yang juga masih
saudaranya sendiri (kaitan erat dengan Mbah Kyai Abu Naim Fathullah/ Eyang
Serto Menggolo ketika masih di daerah Bacem) dan mengutarakan ingin memiliki
seorang anak. Kemudian guru dari Mbah Kyai Martobroni tersebut mengatakan
begini: “Ora popo wis tuwek iso nduwe
anak, pokok wani syarat rukun-ne” (Tidak apa-apa sudah tuwa ingin punya
anak, pokok berani menempuh syarat rukunnya). Mbah Kyai Martobroni lalu
bertanya syarat rukunnya tersebut kepada gurunya itu. Kata gurunya bahwa syarat
rukunnya kalau dia dan istrinya berani dibakar hidup-hidup, baru setelah itu
akan bisa memperoleh seorang anak. Karena begitu kuat ingin memiliki seorang
anak, maka Mbah Martobroni dan istrinya berani menempuh syarat rukun dibakar
hidup-hidup tersebut. Lalu keduanya dibakar hidup-hidup didalam kobaran kayu
dan bambu bakar. Dan ketika apinya sudah padam, ternyata Mbah Kyai Martobroni
dan istrinya masih hidup. Kemudian, dari sebuah bongkahan bambu yang terbakar
itu terdapat seorang bayi mungil yang sedang menangis. Kemudian bayi itu oleh
guru/kyai-nya diberi nama “Marto Sentono”
atau “Marto Diningrat”. Kata Mbah
Kyai Zainuddin Sekardangan bahwa istilah “Sentono”
digunakan kareana untuk menandai bahwa bayi itu masih keluarga “Sentono Lodoyo”, sedangkan kata “Diningrat” digunakan sebab masih
keluarga kaum ningrat, walaupun keturunannya sekarang mungkin sudah banyak yang
tidak ningrat lagi. Yah, begitulah kisah dari Mbah Kyai Zainuddin Sekardangan
yang juga merupakan cucu dari Mbah Kyai Marto Sentono/Mbah Kyai Marto Diningrat
tersebut.
Setelah saya
dan Mbah Jawoko berziarah ke makam Mbah Kyai Marto Sentono/Mbah Kyai Marto
Diningrat di areal Pemakaman Pathuk, Pojok, Garum, Blitar, kami berdua kemudian
melanjutkan berziarah ke makam Mbah Nyai
Raden Ayu Khotimah yang berada di Ngrebo, Gedog, Sananwetan, Kota Blitar.
Dikisahkan oleh Mbah Jawoko yang beliau dapat informasi dari trah keturunan
Mbah Raden Ayu Khotimah bahwa suami Mbah Nyai Raden Ayu Khotimah ini bernama Mbah Kyai Kasan Borawi. Namun Mbah Kyai
Kasan Borawi ini tidak dimakamkan sejajar di areal makam Mbah Nyai Raden Ayu
Khotimah, tetapi dimakamkan di Pemakaman Desa Papungan, Kanigoro, Blitar. Dan
dalam areal makam Mbah Nyai Raden Ayu Khotimah ini terdapat Pohon Beringin yang
sangat besar. Areal pemakaman ini merupakan areal makam cikal-bakal atau
sesepuh Ngrebo, Gedog, Sananwetan, Kota Blitar. Yah inilah kisah yang saya
dapatkan dari Mbah Jawoko.
Sesudah
berziarah ke makam Mbah Nyai Raden Ayu
Khotimah, saya dan Mbah Jawoko tidak meneruskan berziarah ke makam suaminya
yang bernama Mbah Kyai Kasan Borawi
di Pemakaman Desa Papungan, Kanigoro, Blitar. Sebab hari itu sudah hampir
Maghrib, waktunya melakukan shalat Asyar dan kalau Maghrib tiba kemudian
berbuka Puasa Ramadhan. Mbah Jawoko langsung menghantarkan saya pulang kembali
ke dusun Sekardangan, tempat dimana saya dilahirkan dan dibesarkan. Begitulah
kiranya, dan mungkin ini saja catatan harian (cahar) saya hari ini.
Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberkati apa yang saya tulis ini.
Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pengasih selalu mengasihi semua hamba-Nya.
Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pengampun selalu mengampuni kesalahan saya dalam
menulis catatan harian (cahar) saya ini. Mudah-mudahan kegiatan saya hari ini, semuanya
saja, selalu membawa berkah sepanjang zaman, di kehidupan dunia dan akhirat. Amin,
amin, amin, Yaa Rabbal Alamiin.
“If you can dream it you can do it”
(Jika
kamu dapat bermimpi, kamu dapat melakukannya)
“Sluman,
slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga
dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan.
Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)
Berziarah ke makam Mbah Nyai Raden Ayu Khotimah (istri dari Mbah Kyai Kasan Borawi) di Ngrebo, Gedog, Sananwetan, Kota Blitar (Dokumentasi, 2017) |
Sebuah makam yang berada di Timur pusara makam Mbah Nyai Raden Ayu Khotimah di Ngrebo, Gedok, Sananwetan, Kota Blitar (Dokumentasi, 2017) |
Salah satu makam kuno di areal makam Mbah Nyai Raden Ayu Khotimah di Ngrebo, Gedog, Sananwetan, Kota Blitar (Dokumentasi, 2017) |
Mbah Jawoko berada di areal makam Mbah Nyai Raden Ayu Khotimah di Ngrebo, Gedog, Sananwetan, Kota Blitar (Dokumentasi, 2017) |
Tentang
Penulis
Arif
Muzayin Shofwan, seorang pria ini beralamatkan di Jl.
Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa
Timur. Pria ini pada akhir tahun 2016 dan awal tahun 2017 bersama
kawan-kawannya (seperti Yaoma Tertibi, SH., Winarto, M.Pd.I., Lussy Ana
Anggarani, M.Pd., Alfiah, SE., Eka Rahmawati, M.Pd., Mohammad Miftakhul Rochman,
M.Pd., Muhammad Zainal Abidin, M.Ag dan lainnya) tercatat sebagai Tim Pendiri
Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar dengan
empat program studi, antara lain: (1) Prodi Hukum Tata Keluarga Islam; (2)
Prodi Perbankan Syariah; (3) Prodi Komunikasi Penyiaran Islam; dan (4) Prodi
Ekonomi Islam. Selain itu, pria pecinta teh ini juga merupakan penggagas
pertama Pusat Studi Desa dan Pemberdayaan Masyarakat (PUSDEMAS) Universitas
Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar bersama Yaoma Tertibi, SH. Pria yang yang sering mengikuti
berbagai kajian kebebasan beragama dan HAM serta diskusi lintas agama baik
lokal maupun nasional tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar