Minggu, 04 Juni 2017

BERZIARAH KE MAKAM MBAH KYAI MARTO DININGRAT/MBAH KYAI MARTO SENTONO BIN KYAI IMAM TOBRONI DAN MBAH NYAI RADEN AYU KHOTIMAH NGREBO, LALU KEMBALI KE RUMAH



Oleh: Arif Muzayin Shofwan

 Ini merupakan sebuah catatan ketika saya dan Mbah Jawoko berziarah ke makam Mbah Kyai Marto Diningrat/Mbah Kyai Marto Sentono jarak kurang lebih enam meter dari ‘Kucur Wangi Sumber Kewarasan’ di Pemakaman Pathuk, Pojok, Garum, Blitar, dan ziarah di makam Mbah Nyai Raden Ayu Khotimah, Ngrebo, Gedog, Sananwetan, Kota Blitar.” (Shofwan, 2017)


          Pada hari Minggu, 04 Juni 2017, setelah berziarah ke berbagai makam, saya dan Mbah Jawoko berziarah ke makam Mbah Kyai Marto Diningrat (Mbah Kyai Marto Sentono) di Pemakaman Pathuk, Pojok, Garum, Blitar. Di Selatan pemakaman tersebut juga terdapat sebuah kucur yang dinamakan “KUCUR WANGI SUMBER KEWARASAN”, yah tentu saja kucur tersebut juga saya potret dong. Hehehe. Perlu diketahui bahwa Mbah Kyai Marto Diningrat (Mbah Kyai Marto Sentono) Bin Kyai Martobroni ini merupakan cikal-bakal Masjid Al-Ukhuwwah (berada di Utara Jalan) yang berada di Manukan, Pojok, Garum, Blitar. Keberadaan masjid tersebut pada generasi berikutnya diteruskan oleh Mbah Kyai Haji Abdul Latif dan para keturunannya. Oya, saya sendiri juga merupakan trah keturunan dari Mbah Kyai Marto Diningrat/Mbah Kyai Marto Sentono ini. Dan Mbah Kyai Marto Diningrat/Mbah Kyai Marto Sentono sendiri merupakan anak tunggal dari Mbah Kyai Martobroni yang berasal dari Lodoyo, dan konon menurut kisah Mbah Kyai Zainuddin Sakri Sekardangan masih berkaitan saudara/dulur dengan Mbah Kyai Abu Naim Fathullah (Eyang Setro Menggolo). Entah kaitan saudara ini saya kurang tau, sebab sauya mau bertanya lagi, Mbah Kyai Zainuddin sudah keburu meninggal dunia. Jadi, ya saya tuliskan apa yang saya dapatkan saja di sini. Adapun silsilah nasab saya adalah sebagai berikut, yaitu:

1.    Mbah Kyai Martobroni/ Mbah Kyai Imam Tobroni (dari Lodoyo-Blitar Selatan dan ada kaitannya dengan Mbah Kyai Abu Naim Fathullah/Eyang Setro Menggolo. Dan konon makamnya berada di areal makam desa Combong, Garum, Blitar, di tengah sawah yang merupakan pemakaman kuno paling luas. Namun Mbah Kyai Zainuddin Sakri Sekardangan menyebutkan bahwa makamnya berada di Pemakaman Pathuk, Pojok, Garum, Blitar, yang konon ketika dulu ada burung terbang di atas pusara makamnya selalu terjatuh. Mungkin kalau benar makamnya berada di Pemakaman Pathuk, tentunya letaknya tidak jauh dari anak tunggalnya yang saya sebutkan di bawah), berputra:

2.    Mbah Kyai Marto Diningrat/Mbah Kyai Marto Sentono (Cikal Bakal Masjid Al-Ukhuwwah di Manukan, Pojok, Garum, Blitar), berputra:

3.    Mbah Kyai Haji Ahmad Dasuqi Sekardangan, Kanigoro, Blitar (suami dari Mbah Nyai Murdinah binti Kyai Zainuddin bin Kyai Abdurrohim/Kyai Abu Yamin [dan Mbah Kyai Haji Ahmad Dasuqi ini merupakan murid dari Mbah Kyai Abdurrohman, Kebonsari, Garum, Blitar serta Mbah Kyai Muhammad Sholeh Pengarang “Kitab Nata’ijul Afkar” Kuningan, Kanigoro, Blitar]), berputra:

4.    Nyai Umi Kulsum Sekardangan, Kanigoro, Blitar (istri dari Mbah Kyai Muhammad Irjas bin Ibrahim Jeding, Sanankulon, Kota Blitar), berputra:

5.    Nyai Siti Rofiah Sekardangan, Kanigoro, Blitar (istri dari Mbah Tamam Bin Thahir Bin Kasan Muhtar Kerjen, Srengat, Blitar), berputra:

6.    Arif Muzayin Shofwan.

Catatan: Dikisahkan oleh Mbah Kyai Zainuddin Sakri Sekardangan (menantu Mbah Kyai Ridwan Pondok Pesantren Karangsono, Kanigoro, Blitar) bahwa Mbah Kyai Martobroni/Mbah Kyai Imam Tobroni dan istrinya dulu sampai umur tua tidak memiliki seorang anak. Kemudian keduanya sowan kepada gurunya di Bacem, Lodoyo-Blitar yang juga masih saudaranya sendiri (kaitan erat dengan Mbah Kyai Abu Naim Fathullah/ Eyang Serto Menggolo ketika masih di daerah Bacem) dan mengutarakan ingin memiliki seorang anak. Kemudian guru dari Mbah Kyai Martobroni tersebut mengatakan begini: “Ora popo wis tuwek iso nduwe anak, pokok wani syarat rukun-ne” (Tidak apa-apa sudah tuwa ingin punya anak, pokok berani menempuh syarat rukunnya). Mbah Kyai Martobroni lalu bertanya syarat rukunnya tersebut kepada gurunya itu. Kata gurunya bahwa syarat rukunnya kalau dia dan istrinya berani dibakar hidup-hidup, baru setelah itu akan bisa memperoleh seorang anak. Karena begitu kuat ingin memiliki seorang anak, maka Mbah Martobroni dan istrinya berani menempuh syarat rukun dibakar hidup-hidup tersebut. Lalu keduanya dibakar hidup-hidup didalam kobaran kayu dan bambu bakar. Dan ketika apinya sudah padam, ternyata Mbah Kyai Martobroni dan istrinya masih hidup. Kemudian, dari sebuah bongkahan bambu yang terbakar itu terdapat seorang bayi mungil yang sedang menangis. Kemudian bayi itu oleh guru/kyai-nya diberi nama “Marto Sentono” atau “Marto Diningrat”. Kata Mbah Kyai Zainuddin Sekardangan bahwa istilah “Sentono” digunakan kareana untuk menandai bahwa bayi itu masih keluarga “Sentono Lodoyo”, sedangkan kata “Diningrat” digunakan sebab masih keluarga kaum ningrat, walaupun keturunannya sekarang mungkin sudah banyak yang tidak ningrat lagi. Yah, begitulah kisah dari Mbah Kyai Zainuddin Sekardangan yang juga merupakan cucu dari Mbah Kyai Marto Sentono/Mbah Kyai Marto Diningrat tersebut.

Setelah saya dan Mbah Jawoko berziarah ke makam Mbah Kyai Marto Sentono/Mbah Kyai Marto Diningrat di areal Pemakaman Pathuk, Pojok, Garum, Blitar, kami berdua kemudian melanjutkan berziarah ke makam Mbah Nyai Raden Ayu Khotimah yang berada di Ngrebo, Gedog, Sananwetan, Kota Blitar. Dikisahkan oleh Mbah Jawoko yang beliau dapat informasi dari trah keturunan Mbah Raden Ayu Khotimah bahwa suami Mbah Nyai Raden Ayu Khotimah ini bernama Mbah Kyai Kasan Borawi. Namun Mbah Kyai Kasan Borawi ini tidak dimakamkan sejajar di areal makam Mbah Nyai Raden Ayu Khotimah, tetapi dimakamkan di Pemakaman Desa Papungan, Kanigoro, Blitar. Dan dalam areal makam Mbah Nyai Raden Ayu Khotimah ini terdapat Pohon Beringin yang sangat besar. Areal pemakaman ini merupakan areal makam cikal-bakal atau sesepuh Ngrebo, Gedog, Sananwetan, Kota Blitar. Yah inilah kisah yang saya dapatkan dari Mbah Jawoko.

Sesudah berziarah ke makam Mbah Nyai Raden Ayu Khotimah, saya dan Mbah Jawoko tidak meneruskan berziarah ke makam suaminya yang bernama Mbah Kyai Kasan Borawi di Pemakaman Desa Papungan, Kanigoro, Blitar. Sebab hari itu sudah hampir Maghrib, waktunya melakukan shalat Asyar dan kalau Maghrib tiba kemudian berbuka Puasa Ramadhan. Mbah Jawoko langsung menghantarkan saya pulang kembali ke dusun Sekardangan, tempat dimana saya dilahirkan dan dibesarkan. Begitulah kiranya, dan mungkin ini saja catatan harian (cahar) saya hari ini. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberkati apa yang saya tulis ini. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pengasih selalu mengasihi semua hamba-Nya. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pengampun selalu mengampuni kesalahan saya dalam menulis catatan harian (cahar) saya ini. Mudah-mudahan kegiatan saya hari ini, semuanya saja, selalu membawa berkah sepanjang zaman, di kehidupan dunia dan akhirat. Amin, amin, amin, Yaa Rabbal Alamiin.

 “If you can dream it you can do it”
(Jika kamu dapat bermimpi, kamu dapat melakukannya)

“Sluman, slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan. Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)

Makam Mbah Kyai Marto Diningrat/Mbah Kyai Marto Sentono Bin Kyai Imam Tobroni berada dekat dengan "Kucur Wangi Sumber Kewarasan" dalam areal Pemakaman Pathuk, Pojok, Garum, Blitar. Mudah-mudahan keluarga besar Mbah Kyai Haji Abdul Latif "Masjid Al-Ukhuwwah" Manukan selalu merawat dan menandai makam Mbah Kyai Marto Diningrat dan Mbah Kyai Imam Tobroni/Mbah Kyai Martobroni (Dokumentasi, 2017)
 
Berziarah ke makam Mbah Nyai Raden Ayu Khotimah (istri dari Mbah Kyai Kasan Borawi) di Ngrebo, Gedog, Sananwetan, Kota Blitar (Dokumentasi, 2017)
Sebuah makam yang berada di Timur pusara makam Mbah Nyai Raden Ayu Khotimah di Ngrebo, Gedok, Sananwetan, Kota Blitar (Dokumentasi, 2017)
 
Salah satu makam kuno di areal makam Mbah Nyai Raden Ayu Khotimah di Ngrebo, Gedog, Sananwetan, Kota Blitar (Dokumentasi, 2017)
 
Mbah Jawoko berada di areal makam Mbah Nyai Raden Ayu Khotimah di Ngrebo, Gedog, Sananwetan, Kota Blitar (Dokumentasi, 2017)
  
Tentang Penulis

Arif Muzayin Shofwan, seorang pria ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria ini pada akhir tahun 2016 dan awal tahun 2017 bersama kawan-kawannya (seperti Yaoma Tertibi, SH., Winarto, M.Pd.I., Lussy Ana Anggarani, M.Pd., Alfiah, SE., Eka Rahmawati, M.Pd., Mohammad Miftakhul Rochman, M.Pd., Muhammad Zainal Abidin, M.Ag dan lainnya) tercatat sebagai Tim Pendiri Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar dengan empat program studi, antara lain: (1) Prodi Hukum Tata Keluarga Islam; (2) Prodi Perbankan Syariah; (3) Prodi Komunikasi Penyiaran Islam; dan (4) Prodi Ekonomi Islam. Selain itu, pria pecinta teh ini juga merupakan penggagas pertama Pusat Studi Desa dan Pemberdayaan Masyarakat (PUSDEMAS) Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar bersama Yaoma Tertibi, SH. Pria yang yang sering mengikuti berbagai kajian kebebasan beragama dan HAM serta diskusi lintas agama baik lokal maupun nasional tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar