Oleh: Arif Muzayin Shofwan
Tersebutlah
pada zaman Kerajaan Islam Pajang-Mataram seorang kyai agung yang gemar laku
tapa brata bernama Ki Ageng Purwoto Sidik. Ki Ageng Purwoto Sidik adalah guru spiritual
dari Jaka Tingkir (Raden Mas Karebet)
pendiri Kerajaan Islam Pajang yang menggantikan Dinasti Kerajaan Demak Bintoro.
Selain berguru kepada Ki Ageng Purwoto Sidik (Ki Kebo Kanigoro), maka Jaka
Tingkir (Raden Mas Karebet) juga berguru kepada Sunan Kalijaga (Wali Agung Tanah Jawa) dan Syaikh Siti Jenar (yang juga dikenal dengan Syaikh Ali Hasan atau
Syaikh Lemah Abang). Dalam kehidupan spiritualnya, Ki Ageng Purwoto Sidik
sering mengembara dan berpindah-pindah dari daerah satu ke daerah yang lain. Maka
tak heran bila dalam pengembaraan tersebut, Ki Ageng Purwoto Sidik banyak
meninggalkan “Petilasan-Petilasan” yang
sekarang biasanya disebut “Sadranan/Punden”.
Setelah
bertahun-tahun Ki Ageng Purwoto Sidik mengembara ke berbagai daerah, salah
satunya di Kelurahan Kanigoro, Dusun Sekardangan, juga di Purwokerto (Jateng)
dan lain sebagainya, beliau kemudian hijrah ke Rejosari, Semin, Gunungkidul. Di
tempat itu beliau hidup di tengah hutan Kali Goyang. Setelah beliau hidup di
tengah hutan Kali Goyang cukup lama, lalu beliau meneruskan pengembaraan sampai
di Jatingarang, Sukoharjo (dulu bernama hutan Wonogung). Ditempat baru ini Ki Ageng Purwoto Sidik melakukan“Tapa Kungkum” di sendang setempat. Konon
karena pancaran dari energi spiritual Ki Ageng Purwoto Sidik, maka air Sendang
Wonogung mendadak berubah berwarna biru. Hingga, sendang itu pun seiring
berjalannya waktu kemudian dinamakan “Sendang
Banyubiru ”. Berdasarkan peristiwa ini pula, Ki Ageng Purwoto Sidik diberi
julukan “Kyai Ageng Banyubiru I”. Dan
Kyai Ageng Banyubiru II yang di
areal makam Sunan Tembayat, konon
merupakan putra dari Ki Ageng Purwoto Sidik (Ki Kebo Kanigoro/Kyai Ageng
Banyubiru I) ini.
Perlu
diketahui bahwa dusun Banyubiru berada di Selatan kota Solo (Jawa Tengah), yang
disebut-sebut sebagai tempat Jaka Tingkir (Sultan Kerajaan Pajang) berguru
(menimba ilmu). Setelah Jaka Tingkir berguru kepada Kyai Ageng Banyubiru I,
beliau kemudian melakukan perjalanan ke Gunung Majasto, selanjutnya ke Pajang.
Jalur gethek-nya menjadi dasar penamaan dusun-dusun di wilayah itu, yakni: Watu
Kelir, Toh Saji, Pengkol, Kedung Apon dan Kedung Srengenge. Selain Sendang
Banyubiru, ada “Delapan Sendang”
lain sebagai Petilasan Ki Ageng Purwoto Sidik (Kyai Ageng Banyubiru I) yakni: Sendang
Margomulyo, Sendang Krapyak, Sendang Margojati, Sendang Bendo, Sendang Gupak
Warak, Sendang Danumulyo, Sendang Siluwih dan Sendang Sepanjang. Sendang Gupak
Warak berada di Wonogiri, dan sendang lainnya tersebar di Weru, Sukoharjo.
Semua sendang itu kini airnya telah menyusut. Bahkan Sendang Banyubiru sudah tidak
lagi mengeluarkan air, dan dibiarkan menjadi kolam kering penampung air hujan,
dan di atasnya dibangun sebuah “masjid”.
Dalam
kehidupannya, Ki Ageng Purwoto Sidik (Kyai Ageng Banyubiru I atau Ki Kebo
Kanigoro) beristrikan Nyi Gadhung Melati
dan mempunyai anak bernama Roro Tenggok
(Roro Sekar / Roro Endang Widuri). Karena perpolitikan jaman Demak-Pajang-Mataram,
konon ketiga tokoh ini sempat berpisah dan menjadi pengembara. Sehingga dari
pengembaraannya, ketiga tokoh tersebut juga banyak meninggalkan beberapa
petilasan di berbagai daerah seperti: di Sekardangan, Kademangan, Maliran, Kanigoro,
Dayu dan lain-lain. Wal khasil, di dusun Banyubiru tersebut, Ki Ageng Purwoto
Sidik menetap hingga tutup usia. Beliau dimakamkan di utara Sendang Banyubiru ([Sarehan]
Selatan kota Solo, Jawa Tengah), bersama istrinya yang bernama Nyi Gadhung Melati dan putri tercintanya yang bernama Roro Tenggok / Roro Sekar / Roro Endang Widuri. Ada yang menyatakan
bahwa Nyi Gadhung Melati dan Roro Tenggok hanyalah perewangan/khodam/pelayan
dari Ki Ageng Purwoto Sidik / Ki Kebo Kanogoro / Kyai Ageng Banyubiru I. Namun
S.H. Mintardja menyatakan bahwa Roro
Endang Widuri (Roro Tenggok / Roro
Sekar) dimakamkan di seputar makam Sri
Makurung Handayaningrat/ Ki Ageng Pengging Sepuh di Pengging.
(Dikeluarkan Oleh: PUSAT STUDI
SEJARAH SEKARDANGAN (PUSKAR)Sekardangan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar