Risalah
Basmalah
dan Hikmah
EYANG
HAJI TAMAM
Disusun
oleh
Dr. Arif
Muzayin Shofwan, M.Pd.
Kata
Pengantar
H.
Muhammad Agung Priyokusumo
Dikeluarkan
oleh
“KOMUNITAS
PECINTA BUMI SPIRITUAL”
|
Judul Buku:
“RISALAH BASMALAH DAN HIKMAH
EYANG HAJI TAMAM”
Disusun oleh:
Arif Muzayin Shofwan
Kata Pengantar
H. Muhammad Agung Priyokusumo
Penyunting: Sulaiman
Penyelaras Akhir: Ahmad Mansuri
Tim Kreatif: Muhammad Hafidz
Untuk Kalangan Sendiri
Cetakan Pertama, 2018
Dikeluarkan oleh
“KOMUNITAS PECINTA BUMI
SPIRITUAL”
|
KATA PENGANTAR
DARI MBAH HAJI MUHAMMAD AGUNG PRIYOKUSUMO
Segala
puji hanya milik Tuhan sebagai penguasa alam semesta. Shalawat dan salam
mudah-mudahan tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad, para ahli bait dan
sahabatnya. Dikatakan dalam sebuah ungkapan bahwa: “Al-Basmalah Syifa’un Min Kulli Da’in”. Artinya “Bismilah merupakan
obat dari segala penyakit”. Entah itu penyakit lahir maupun penyakit batin.
Dengan
senang hati saya menyambut hadirnya buku berjudul “Risalah Basmalah Eyang Haji
Tamam” yang disusun oleh Saudara Arif Muzayin Shofwan ini. Yakni sebuah buku
ringkasan yang menjelaskan tata cara mengamalkan Basmalah, yang berasal dari
Eyang Haji Tamam Thahir Sekardangan dan beliau peroleh dari Eyang Kyai Haji
Muhammad Danisuryo Jeding, Sanankulon, Blitar serta diijazahkan kepada penulis.
Semoga
buku tersebut bermanfaat bagi penempuh spiritual. Selanjutnya dalam hal ini,
saya juga merekomendasikan bagi penempuh spiritual agar membaca buku berjudul
“Kitab Suluk Rumekso Ing Napas” yang saya susun bersama Saudara Arif Muzayin
Shofwan sebagai dasar mengamalkan amalan apapun.
Blitar,
21 Juni 2018
(Mbah
Haji Muhammad Agung Priyokusumo)
DAFTAR
ISI
Judul
Buku ~ 1
Kata
Pengantar Dari Mbah Haji Muhammad Agung Priyokusumo ~ 3
Daftar
Isi ~ 4
Bab
I: Amalan Basmalah Dari Eyang Haji Tamam ~ 5
Bab
II: Syarat-Syarat Penempuh Spiritual ~ 7
Bab
III: Wejangan Pambukaning Tata Malige Ing Baitul Muharom ~ 9
Bab
IV: Wejangan di Puncak Jabalkat ~ 11
Bab
V: Niat Ikut Menebar Nafas Patembayatan ~ 13
Daftar
Bacaan - 16
BAB I
AMALAN BASMALAH DARI EYANG HAJI TAMAM
Eyang Haji Tamam Thahir Sekardangan merupakan pengikut dan pengamal tarekat
Qodiriyah dan Naqsyabandiyah jalur Pondok Darul Ulum Peterongan, Jombang. Selain
itu, beliau juga banyak mengamalkan beberapa amalan lain. Salah satunya adalah,
Eyang Haji Tamam Thahir mengamalkan amalan Basmalah yang beliau peroleh dari
Eyang Kyai Haji Muhammad Danisuryo Jeding dan diperkenankan mengijazahkan
amalan tersebut kepada siapa saja yang membutuhkan. Berikut amalan yang
dimaksud:
Pembukaan
1.
Istighfar 3x
2.
Syahadat 3x
3.
Takbir 3x
Hadiah Fatikah
1.
Ila Hadroti Nabiyyil Musthofa Muhammadin SAW.
Al-Fatikah... 1x
2.
Ila Hadroti Malaikatil Muqorrobin. Al-Fatikah... 1x
3.
Ila Hadroti Malaikat Ruqoyail. Al-Fatikah... 1x
4.
Ila hadroti Jami’i Syuyukhina. Al-Fatikah... 1x
5.
Ila Hadroti Syaikhina Abu Naim. Al-Fatikah... 1x
6.
Ila Hadroti Syaikhina Mustaqim Bin Husain.
Al-Fatikah... 1x
7.
Ila Hadroti Waliwalidina Wrhamhuma Kama Robbayani
Shoghiro. Al-Fatikah... 1x
8.
Ila Hadroti Eyang Kyai Haji Muhammad Danisuryo wa
Eyang Haji Tamam Thahir. Al-Fatikah... 1x
9.
Ila Hadroti.... (Siapa saja yang disengaja seperti:
para guru, leluhur, keluarga, teman-teman, cikal-bakal desa/dusun, dan
lain-lainnnya)
Amalan Basmalah
1.
Bismillahirrohmanirrohim 150x untuk pekerja/ 600x
untuk pelajar/ 1000x untuk hajat penting.
2.
Shalawat 100x
3.
Lailahaillalloh 100x/ sebanyak-banyaknya
Doa Penutup Jawa
1.
Doa yang baik-baik
2.
Doa: “Allohumma Ya Alloh, kulo nyuwun tetepe iman, padang
manah, kiyat, cekap, wilujeng donya akhirat”.
Catatan tambahan: Eyang Haji Tamam Thahir wafat pada hari Ahad Kliwon 05
April 1998 atau malam Senin Legi (Sasi Besar). Yakni, tepat setelah adzan Maghrib
di Masjid Baitul Makmur Sekardangan selesai, pada saat itu pula beliau
menghembuskan nafasnya. Jasad beliau dimakamkan esok harinya, yakni pada hari
Senin Legi (pagi hari) di Pemakaman Umum Dusun Sekardangan tepat di
tengah-tengah. Yakni, arah timur tidak jauh dari tiang lampu yang ada di
tengah. Semoga ilmu yang beliau tularkan membawa manfaat dan berkah di
kehidupan kini dan mendatang. Amin Ya Alloh. []
BAB II
SYARAT-SYARAT PENEMPUH SPIRITUAL
Dalam “Kitab Manbau Ushulil Hikmah” karya
Syaikh Abul Abbas Ahmad Bin Ali Al-Buni halaman 90 disebutkan beberapa wasiat
bagi penempuh spiritual atau penempuh ilmu hikmah (ilmu kebijaksanaan) agar
mendapatkan segala hal yang dimaksud, terutama untuk mencapai kesucian jiwa,
antara lain:
v Sebaiknya bagi penempuh ilmu hikmah itu selalu melaksanakan jujur (sidq) secara lahir dan batin.
v Selalu berpenghasilan yang halal.
v Selalu mengharapkan kebaikan bagi kawan-kawannya.
v Menghindari apa-apa yang diharamkan Allah dalam kitab-Nya dengan
perantaraan Nabi-Nya.
v Selalu melakukan apa saja dalam hal spiritual, dengan berdasarkan
petunjuk Al-Qur’an dan Al-Hadist.
v Seharusnya selalu suci sempurna setiap saat, dari hadast kecil dan besar.
v Selalu memakai pakaian yang bersih dan suci.
v Selalu memakai wangi-wangian dan berbagai macam minyak wangi.
v Wajib bagi penempuh ilmu hikmah (ilmu kebijaksanaan) untuk selalu
beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya.
v Melaksanakan kewajiban-kewajiban masalah agama dengan tatakrama
sebaik-baiknya.
v Memurnikan ibadahnya kepada Allah semata. Sebab murni/ikhlas merupakan
pintu sampai kepada Tuhan.
v Wajib bagi penuntut ilmu hikmah untuk selalu menyembunyikan
rahasia-rahasia ruhaniyah yang dia dapat di saat melakukan spiritual.
v Tidak berkeluh kesah dari apa yang dia cari dari ilmu hikmah. Sebab
barangsiapa bersungguh-sungguh maka dia akan mendapatkannya.
v Pada saat menempuh jalan spiritual, hendaknya berada dan menepati pada
jalan tengah. Sebab “khairul umur
ausathiha” artinya sebaik-baik perkara adalah jalan tengah.
v Selalu berpegang teguh (i’timad)
dalam penempuhannya itu kepada takwa Allah.
v Wajib bagi penempuh spiritual dalam mengetahui hukum-hukum syariat. Hal
ini untuk memutuskan hujah-hujah (pendapat) dari khadam dari arwah ruhaniyah
yang menggodanya.
v Wajib bagi penempuh spiritual untuk menjaga adab-adab dalam agama
seperti: tingkah laku batin (ahwal),
ucapan-ucapan (aqwal), dan
perbuatan-perbuatan (af’al).
Demikianlah, syarat-syarat atau lelaku yang harus
diperhatikan bagi para penempuh spiritual. Perlu diketahui bahwa sesuatu yang
positif akan menarik sesuatu yang positif pula. Maka dari itu, teruslah
berusaha berfikir, bertindak, dan berhati yang positif agar segala yang positif
selalu mendatangimu. Selalu berharap agar semua makhluk hidup berbahagia.
Selalu berharap agar semua yang kita lakukan setiap hari selalu bertambah baik
dan semakin baik. Inilah sumber ilmu hikmah yang nyata untuk kebahagiaan
bersama. []
BAB III
PENJELASAN
TENTANG ILMU HIKMAH
Dalam “Kitab Manbau Ushulil Hikmah” karya Syaikh Abul Abbas Ahmad
Bin Ali Al-Buni halaman 29 disebutkan bahwa anak keturunan Hurmus menyatakan
bahwa orang yang dapat menerima hikmah itu adalah hati yang selamat dari
kecampuran kebodohan, yang suci dari kotoran keraguan. Maka dari itu, Dzat Yang
Maha Pemberi Hikmah tidak menurunkan atau memberikan hikmah kecuali kepada hati
yang sepi dari kotoran tersebut. Sebab dengan pemberian hikmah tersebut sebagai
pengagungan Dzat yang membuat langit dan bumi.
BAB IV
WEJANGAN DI PUNCAK
JABALKAT
Bila kita
pernah naik ke Puncak Jabalkat, maka di tempat itulah Sunan Kalijogo dulu
memberi wejangan (petuah) pada Sunan Tembayat. Mbah Kyai Mawardi (Bayat,
Klaten, Jateng), seorang kyai keturunan ke-14 dari Sunan Tembayat menyatakan
bahwa kata “Jabal” berasal dari
bahasa Arab artinya: Gunung.
Sedangkan kata “Kat” aslinya berasal
dari bahasa Arab “Ahad” artinya
adalah: Esa atau Ke-Esa-an atau Ke-Tauhid-an. Jadi, Puncak Jabalkat berarti puncak penempuhan ke-TAUHID-an
Sunan Tembayat dibawah arahan serta bimbingan Sunan Kalijogo.
Menurut Mbah
Kyai Mawardi bahwa di puncak tersebut sebenarnya Sunan Tembayat telah menguasai
dan merasakan ilmu-ilmu makrifat ketuhanan seperti yang dirasakan oleh Syaikh
Siti Jenar (Syaikh Hasan Ali), Ki Ageng Pengging, dan murid-muridnya. Oleh
karena Sunan Tembayat sudah mengusai dan merasakan “Puncak
Gunung Ke-Esa-an” (Puncak Jabalkat), lalu Sunan Kalijogo memerintah Sunan
Tembayat agar turun ke bawah membuat masjid bernama “Masjid Golo” yang ada di Gunung Cokrokembang (yang saat ini berada).
Jadi, dalam
hal ini Sunan Tembayat telah menapaki jalan “Awalu Wajibin Alal Insani
Makrifatul Ilahi Bistiqoni” (awal mula yang wajib bagi manusia adalah Makrifat Pada Tuhan dengan yakin).
Setelah beliau merasakan Puncak Ilmu
Makrifat atau Puncak Gunung
Ke-Esa-an, baru kemudian beliau turun gunung dan mengajarkan syariat dengan
mendirikan MASJID GOLO (Artinya: Masjid Tujuh Belas), sebagai SIMBOL shalat bagi orang Islam sebanyak
17 rakaat setiap hari.
Di Masjid Golo
itulah, kemudian Sunan Kalijogo merestui Sunan Tembayat untuk memberikan
wejangan TATA MALIGE BAITUL MUHAROM,
yakni sebuah ILMU RASA/ILMU BATIN/ILMU
HAWA SUCI yang dipakai “NGUDO
ROSO”/“SARASEHAN” atau “MUSYAWARAH”
atau “PATEMBAYATAN” atau “PIRUKUNAN” terhadap semua masyarakat
Jawa kala itu, tanpa memandang golongan dan paham yang dianut. Dengan model “Patembayatan”/“Sarasehan” inilah yang akhirnya menjadikan manusia tidak merasa
Islam-nya paling benar di hadapan Tuhan, paling suci kelakuan-nya dan
“Paling-Paling” yang lainnya.
Oleh karena hal
di atas, makanya di Puncak Jabalkat terpampang tulisan: “Ojo Rumongso Biso. Biso-a
Rumongso. Jowo Digowo. Arab Digarab”, terjemahan bebasnya adalah: “Janganlah kita merasa paling bisa atau
paling benar Islamnya. Namun sebisanya kalian harus bisa merasa (menggali RASA
dalam diri pribadimu masing-masing). Tatanan masyarakat Jawa yang sudah bagus
harus tetap dibawa atau dipertahankan. Sedangkan budaya atau prilaku Arab dalam
masyarakat yang tidak benar harus pula digarab”. Sebab ada orang yang
merasa berpakaian Ke-Arab-Araban, kemudian merendahkan orang yang berpakaian
adat Jawa. Bahkan orang yang berpakaian adat Jawa dalam televisi sering
dimunculkan sebagai tokoh jahat.[]
BAB V
NIAT IKUT MENEBARKAN NAFAS PATEMBAYATAN
Pada bab ini saya ingin menyajikan silsilah saya yang bersambung hingga
Sunan Tembayat. Penyajian silsilah ini bukan untuk berniat memamerkan bahwa
saya keturunan seorang sunan atau lainnya. Saya hanya berniat, bahwa karena
saya merupakan keturunan trah Sunan Tembayat, maka saya berniat meneruskan “Wejangan Patembayatan” yang telah
diajarkan Sunan Tembayat dengan harapan patembayatan/ pirukunan segala bangsa
dan agama ini bisa terwujud, sehingga terciptalah kebahagiaan dan kedamaian
bersama. Hanya itulah maksud saya menyajikan silsilah saya.
Silsilah nasab saya hingga kepada Sunan Tembayat, Klaten, Jawa Tengah menempati dua jalur keturunan. Yakni,
dari jalur Mbah Kyai Raden Taklim (Lereng Gunung Pegat, Srengat, Blitar), saya
menempati generasi ke-15 dari Sunan Tembayat. Sedangkan dari jalur Mbah Kyai
Raden Witono/Syaikh Hasan Ghozali (Kauman, Kalangbret, Tulungagung), saya
menempati generasi ke-16 dari Sunan Tembayat.
Silsilah dari jalur Mbah Kyai Raden Taklim
Srengat Blitar adalah: (1) Sunan Tembayat + Nyai Ageng Kaliwungu Binti Bathoro Kathong, berputra: (2) Raden Panembahan Djiwo (Sayyid Raden Ishaq) Ing
Tembayat, berputra: (3) Panembahan Minang
Kabul Ing Tembayat, berputra: (4) Pangeran Ragil Kuning (Raden Ragil Sumendi), Wonokerto, Ponorogo,
berputra: (5) Pangeran Wongsodriyo/Raden
Wongsopuro Wonokreto Ponorogo, berputra: (6) Kyai Ageng Raden Nojo/Noyopuro Wonokreto Ponorogo, berputra: (7) Kyai Ageng Raden Donopuro (guru dari Kyai Ageng
Muhammad Besari/ Kasan Besari I Ponorogo) Wonokreto Ponorogo, berputra: (8) Mbah Kyai Raden Taklim (penghulu Srengat), Srengat
Blitar, berputra: (9) Mbah Kyai Raden
Muhammad Qosim (Eyang Kasiman), Pendiri Masjid Agung Kota Blitar, makam di
Srengat, berputra: (10) Mbah Kyai Muhammad
Syakban atau biasa dikenal dengan sebutan “Mbah Syakban Gembrang Serang” atau
“Mbah Syakban Tumbu” (makamnya berada di Makam Mbrebesmili Santren, Bedali,
Purwokerto, Srengat, Blitar), berputra: (11) Mbah Kyai Muhammad Asrori, yakni pendiri dan cikal-bakal “Masjid
Al-Asror” Kedungcangkring, Pakisrejo, Srengat, Blitar, berputra: (12) Mbah Nyai Tsamaniyah (istri dari Mbah Kyai Imam
Muhtar atau Kyai Hasan Muhtar, Kerjen, Srengat, Blitar), berputra: (13) Mbah Nyai Artijah (istri dari Mbah Muhammad Thahir
dari Wonodadi) dan bermukim di Kerjen, Srengat, Blitar, berputra; (14) Mbah Haji Tamam Thahir (suami dari Nyai Hj. Siti
Rofiah Sekardangan, Kanigoro, Blitar), berputra; (15) Arif Muzayin Shofwan Sekardangan.
Adapun silsilah dari jalur Mbah Kyai Raden Witono
Tulungagung adalah: (1) Sunan Tembayat + Nyai
Ageng Kaliwungu Binti Bathoro Kathong, berputra: (2) Raden Panembahan Djiwo (Sayyid Raden Ishaq) Ing Tembayat, berputra: (3) Panembahan Minang Kabul Ing Tembayat, berputra: (4) Pangeran Ragil Kuning (Raden Ragil Sumendi)
Wonokerto, Ponorogo, berputra: (5) Pangeran Wongsodriyo/Raden Wongsopuro Wonokreto Ponorogo, berputra: (6) Kyai Ageng Raden Nojo/Noyopuro Semanding Wonokreto
Ponorogo, berputra: (7) Kyai Ageng Raden
Donopuro (guru dari Kyai Ageng Muhammad Besari/ Kasan Besari I Ponorogo)
Wonokreto Ponorogo, berputra: (8) Mbah Kyai Mangun Witono/ Sayyid Hasan Ghozali, makamnya berada di
belakang “Masjid Tiban Al-Istimrar” Kauman, Kalangbret, Tulungagung, berputra: (9) Mbah Kyai Nur Ali Rahmatullah Kalangbret
Tulungagung, berputra: (10) Mbah Kyai Ali Muntoho
(cikal-bakal desa Jarakan, Gondang, Tulungagung), berputra: (11) Nyai Mursiyah (istri dari Mbah Kyai Muhammad
Syakban/ Mbah Syakban Gembrang Serang/ Mbah Syakban Tumbu bin Kyai Muhammad
Qosim Penghulu Pertama Blitar), berputra: (12) Mbah Kyai Muhammad Asrori pendiri “Masjid Al-Asror” Kedungcangkring,
Pakisrejo, Srengat, Blitar (suami dari Nyai Haditsah Binti Muhammad Yunus
Srengat), berputra: (13) Mbah Nyai Tsamaniyah
(istri dari Mbah Kyai Hasan Muhtar, Kerjen, Srengat, Blitar), berputra; (14) Mbah Nyai Artijah (istri dari Mbah Muhammad Thahir
dari Wonodadi, Srengat, Blitar) dan bermukim di Kerjen, Srengat, Blitar,
berputra: (15) Mbah Haji Tamam Thahir
(suami dari Nyai Hj. Siti Rofiah Sekardangan, Kanigoro, Blitar), berputra; (16) Arif Muzayin Shofwan Sekardangan.
Demikianlah silsilah nasab penulis hingga
Sunan Tembayat disajikan dengan harapan semoga penulis dapat meneruskan “Wejangan Patembayatan” dari Sunan
Tembayat untuk kebahagiaan semua bangsa dan agama, bahkan untuk kebahagiaan
semua makhluk hidup. Kata kyai saya, meneruskan prilaku-prilaku baik leluhur
merupakan wujud dari berbakti kepada mereka.[]
DAFTAR
BACAAN
Abu Naufal bin Taman At-Thahir (2011). Silsilah Sunan Tembayat Hingga Syaikh
Muhammad Sya’ban Al-Husaini. Blitar: Penerbit Mbrebesmili Center.
Anonim (1994). Sejarah
Mbah Kyai Asror Pakisrejo Srengat. Dikeluarkan oleh Panitia Haul Akbar pada
tanggal 15 Juli 1984.
Arif Muzayin Shofwan (2008). Para Sesepuh Tongkat Estafet Sunan Tembayat. Blitar: Penerbit
Mbrebesmili Center.
Raden Ayu Linawati
(2016). Ranji Walisongo Jilid IV: Mengungkap Fakta, Meluruskan Sejarah” dan disusun oleh Mas Muhammad Shohir Izza, Solo:
t.p.
Arif Muzayin Shofwan dan Putu Ari Sudana (2016). Silsilah
Nasab Kyai Soeroredjo Kauman Blitar. Blitar: Komunitas Sarkubiyah.
Pengurus
Yayasan (t.t). Lembaran
Silsilah “Keluarga Kyai Raden Muhammad Qosim/ Eyang Kasiman” yang
tersimpan di Yayasan Kyai Raden Muhammad Kasiman sebelah Utara Masjid Agung
Kota Blitar.
KH.
M. Amin, BR (t.t). Pembangunan Layang
Jiwo Kalimosodo. Surabaya: CV. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar