Oleh:
Arif Muzayin Shofwan
“Hari Senin, 02 Mei 2017, saya diajak Mas
Putu Ari Sudana berziarah ke makam Mbah Kyai Raden Hasan Syuhadak, Kyai Raden
Imam Moestari, dan Eyang Sri Tanjung di Tanjungsari, Kota Blitar.”
(Shofwan,
02 Mei 2017)
Hari
ini, Senin, 02 Mei 2017 bertepatan dengan Hari Buruh Internasional, saya diajak
Mas Putu Ari Sudana dan Mas Dio berziarah ke makam Mbah Kyai Raden Hasan
Syuhadak, Mbah Kyai Raden Imam Moestari, dan Eyang Sri Tanjung. Perlu diketahui
bahwa Eyang Sri Tanjung merupakan cikal bakal desa Tanjungsari Kota Blitar.
Sebelumnya, saya sebenarnya juga sering diajak ziarah ke makam ini oleh Kyai
Muhammad AP., Mbah Bowo, Mbah Tenang, dan kawan-kawannya. Sebenarnya pula,
berada di Utara makam Eyang Sri Tanjung kurang lebih jarak 150 meter juga
terdapat makam Mbah Wali Abdul Mungith yang dianggap oleh warga
masyarakat sebagai seorang waliyullah. (Namun hari ini saya, Mas Dio dan Mas
Putu Ari Sudana tidak berziarah ke makam Mbah Wali Abdul Mungith tersebut).
Sedangkan
kedua tokoh pertama yang kami ziarahi tersebut, yakni Mbah Kyai Raden Hasan
Syuhadak dan Mbah Kyai Raden Imam Moestari merupakan putra dari Mbah Kyai Raden
Muhammad Qosim (Eyang Kasiman) Srengat, Blitar, dari istrinya yang ketiga. Dalam
buku karya Den B.I. Mardiono Gudel bahwa Mbah Kyai Raden Muhammad Qosim
(Eyang Kasiman) merupakan penghulu Srengat ke-I dan cikal-bakal Masjid
Agung Kota Blitar dan kemudian diteruskan oleh para keturunannya. Bahkan Den
B.I. Mardiono Gudel selalu menanyakan begini: “Bagaimana peran Kyai Raden
Muhammad Qosim (Eyang Kasiman), penghulu Srengat yang menjadi cikal-bakal para
pendiri Masjid Jami’ Blitar?”. Tentu saja, hal tersebut harus terus saja
digali terus oleh para kaum muda yang nantinya bisa digunakan sebagai arah
kebijakan dalam mengembangkan peradaban Islam Nusantara yang telah
diperjuangkan oleh para sesepuh masa lalu.
Perlu
diketahui, bahwa dari segi silsilah nasab ke atas, Mbah Kyai Raden Hasan
Syuhadak dan Mbah Kyai Raden Imam Moestari yang makamnya berada di sebelah
Selatan makam Eyang Sri Tanjung berjarak kurang lebih 50 meteran, merupakan
trah keturunan dari Sunan Tembayat (Sayyid Hasan Nawawi/ Sunan
Pandanaran II) sekaligus trah Sunan Ampel (Raden Rahmatullah/ Haji Bong
Swie Hoo) Surabaya, jalur Mbah Kyai Raden Muhammad Qosim (Eyang Kasiman) dari
istri ke-3. Dan berada dalam areal makam Mbah Kyai Raden Hasan Syuhadak dan
Mbah Kyai Raden Imam Moestari juga terdapat makam ayah dari Mbah Kyai Ahmad
Kasan Bendo (guru spiritual FX. Supriyadi pahlawan PETA dan Ir. Soekarno
Proklamator RI) yang bernama Mbah Kyai Joyo Sentiko. Berikut merupakan silsilah nasab Mbah Kyai Raden Hasan
Syuhadak dan Mbah Kyai Raden Imam Moestari:
1. Sunan
Ampel (Raden Rahmatullah/ Haji Bong Swie Hoo) + Dewi Karimah binti Ki Ageng
Kembang Kuning Surabaya, berputra;
2. Pangeran
Tumapel (Sayyid Maulana Hamzah), berputra:
3. Sunan
Tembayat (Sayyid Hasan Nawawi/ Jaka Supang/ Jaka Pameling/ Pangeran Mangkubumi/
Ki Ageng Padang Aran II/ Raden Wahyu Widayat/ Empu Windu Jati/ Pangeran
Pamungkas/ Sunan Pamungkas/ Sunan Gunung Jabalkat) + Nyai Kaliwungu binti
Bathoro Kathong, berputra:
4. Raden
Panembahan Djiwo (Sayyid Raden Ishaq) Ing Tembayat, berputra:
5. Panembahan
Minang Kabul Ing Tembayat, berputra:
6. Pangeran
Ragil Kuning, Wonokerto, Ponorogo, berputra:
7. Pangeran
Wongsodriyo, berputra:
8. Mbah
Kyai Raden Nojo/Noyo Semanding, berputra:
9. Mbah
Kyai Raden Donopuro (guru dari Kyai Ageng Muhammad Besari/ Kasan Besari I
Ponorogo), berputra:
10. Mbah
Kyai Raden Taklim (penghulu Srengat), berputra:
11. Mbah
Kyai Raden Muhammad Qosim (Eyang Kasiman)+ Istri Ketiga, makam di Puncak Gunung
Pegat Srengat dekat dengan Ndoro Tedjo, berputra:
12. Mbah
Kyai Raden Imam Mustari dan (12) Mbah
Kyai Raden Hasan Syuhadak, yang makamnya keduanya berada di Pemakaman Keluarga
desa Tanjungsari, barat Pasar Hewan Dimoro, sebelah Selatan Makam Eyang Sri
Tanjung/ Pendiri desa Tanjungsari-Blitar.
Silsilah
nasab tersebut diadopsi dari berbagai sumber dengan pengurutan generasi ke
generasi seperlunya, di antaranya dari: (1) Lembaran Silsilah “Keluarga Kyai
Raden Muhammad Qosim/ Eyang Kasiman” yang tersimpan di Yayasan Kyai Raden
Muhammad Kasiman yakni “PANDOPO PANGULON” sebelah Utara Masjid Agung
Kota Blitar; (2) Buku berjudul “Silsilah Sunan Tembayat Hingga Syaikh Muhammad
Sya’ban Al-Husaini” karya Abu Naufal bin Tamam At-Thahir, sebagai rujukan
pelengkap; (3) Buku berjudul “Ranji Walisongo Jilid IV: Mengungkap Fakta,
Meluruskan Sejarah” karya Raden Ayu Linawati dan disusun oleh Mas Muhammad
Shohir Izza Solo, Jawa Tengah; (4) Buku berjudul “Silsilah Nasab Kyai
Soeroredjo Kauman Blitar” karya Arif Muzayin Shofwan dan Putu Ari Sudana;
(5) Lembaran kisah berjudul “Sejarah Singkat Mbah Kyai Asror Pakisrejo,
Srengat” yang dikeluarkan pada tanggal 15 Juli 1984, sebagai rujukan
pelengkap; (7) Buku berjudul “Napak Tilas Jejak-jejak Kaki Wong Blitar dari
Masa ke Masa” karya Den B.I. Mardiono Gudel dan diedit oleh BAPEDDA Kota
Blitar.
Oya,
di dalam judul tulisan ini saya menuliskan istilah “PENDOPO PENGULON”
yang artinya adalah pendapa tempat para penghulu atau ahli agama Islam dari
generasi ke generasi mulai dari Mbah Kyai Raden Muhammad Qosim (Eyang
Kasiman) yang makamnya berada di Puncak Gunung Pegat Srengat berdekatan
dengan Eyang Ndoro Tedjo, hingga ke generasi penghulu berikutnya sampai
Mbah Kyai Raden Imam Burhan dan seterusnya. Maka dari itu, bila kita mau
berfikir, dari “Pendopo Pengulon” (yakni; pendapa tempat para ahli hukum agama)
itulah diakui atau tidak, merupakan lanjutan atau terusan dari sebuah lembaga
yang saat ini disebut Kementerian Agama (Kemenag).
Cukup
ini dulu catatan harian (cahar) saya hari ini. Teriring doa, mudah-mudahan
ritual saya berziarah ke makam Mbah Kyai Raden Hasan Syuhadak dan Mbah Kyai
Raden Imam Moestari di Pemakaman Tanjungsari tersebut diberkahi oleh Tuhan
Yang Maha Kuasa. Semoga Tuhan Yang Maha Penyayang selalu memberikan kasih
sayang-Nya kepada saya, keluarga, tetangga, sahabat, dan semua yang berhubungan
dengan saya. Semoga Tuhan Yang Maha Pemberi Rizki selalu meluaskan rizki kepada
saya, keluarga, sahabat, tetangga, kerabat, dan semacamnya. Mudah-mudahan Tuhan
Yang Maha Pengampun selalu mengampuni dosa-dosa yang saya sengaja, maupun
dosa-dosa yang tidak saya sengaja. Semoga demikian adanya. Amiin.
“If
you can dream it you can do it”
(Jika
kamu dapat bermimpi, kamu dapat melakukannya)
“Sluman,
slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga
dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan.
Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)
Arif Muzayin Shofwan dan Putu Ari Sudana berfoto di depan tulisan makam Kyai Raden Hasan Syuhadak dan Kyai Raden Imam Moestari di sebelah Selatan makam Eyang Sri Tanjung (Dokumentasi, 2017) |
Berfoto di Gapura makam Keluarga Mbah Kyai Raden Hasan Syuhadak dan Kyai Raden Imam Moestari di Tanjungsari (Dokumentasi, 2017) |
Berfoto di samping makam Mbah Kyai Raden Hasan Syuhadak dan Mbah Kyai Raden Imam Moestari yang konon dulu tidak mau dicungkup (Dokumentasi, 2017) |
Berfoto di pusara makam Eyang Sri Tanjung yang baru saja runtuh diterjang hujan badai dan tertimpa Pohon Beringin (Dokumentasi, 2017) |
Tentang
Penulis
Arif
Muzayin Shofwan, seorang pria yang berbau kuburan, kijing,
maesan, kembang boreh, kembang kanthil, kembang kenongo dan segala macam
bau-bauan ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW.
09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria yang yang sering dipanggil oleh
Kyai Muhammad AP dengan sebutan “Ki
Gadhung Melathi” atau “Mbah Pasarean”
(karena seringnya berkunjung ke pesarean-pesarean untuk mengkaji sejarah tokoh
yang dimakamkan) tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar