Senin, 13 Maret 2017

BERZIARAH KE MAKAM MBAH KYAI RADEN ABDUL FATTAH DAN SEKELUMIT KISAH DI “PONDOK PESANTREN MENARA AL-FATTAH” MANGUNSARI, TULUNGAGUNG, JAWA TIMUR



Oleh: Arif Muzayin Shofwan

 “Menulislah, siapa tahu bermanfaat bagi yang membutuhkan.”
(Anonim)

Sewaktu berada di Tulungagung selama dua tahun lebih, saya sering berziarah ke makam Mbah Kyai Raden Abdul Fattah Sang Pendiri Pondok Pesantren Menara Al-Fattah, Mangunsari, Tulungagung. Yah, saat Mbah Kyai Abdul Khobir Sirodj Al-Haffidz (keponakan Mbah Kyai Raden Abdul Fattah dan penerus keberadaan pesantren tersebut) masih ada, yakni tahun 1997 Masehi, saya pernah mondok di pesantren ini selama dua minggu. Yah, hanya dua minggu. Ceritanya adalah saya ingin menghafalkan Al-Qur’an. Dan saat itu, saya sudah punya cicilan sampai tiga juz. Namun ketika sowan Mbah Kyai Abdul Khobir Sirodj dan mengutarakan niat saya menghafal Al-Qur’an tersebut, beliau berkata: “Njaluko restu ibukmu. Yen ibukmu ngrestoni, yo oleh ngapalne Qur’an. Tapi yen ibukmu ora ngrestuni, yo nggak usah diterusne lek ngapalne Al-Qur’an” (Mintalah restu pada ibumu, bila ibumu merestui, ya boleh menghafalkan Al-Qur’an di sini. Tapi, kalau ibumu tidak merestuimu, ya tidak usah diteruskan niat menghafal Al-Qur’an itu).

Sepertinya, Mbah Kyai Abdul Khobir Sirodj sudah tahu bahwa saya dari awal memang oleh ibu saya tidak direstui menghafal Al-Qur’an, padahal keinginan saya menghafal Al-Qur’an saat itu kuat sekali. Hal ini disebabkan banyak dari saudara saya yang memang menghafalkan Al-Qur,an. Keponakan-keponakan ibu saya banyak yang hafal Al-Qur,an dan ada beberapa yang mendirikan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an, seperti Mas Kyai Imam Shofwan Krenceng, Nglegok, Blitar, dan Mas Ustadz Muhammad Nizar, adiknya. Oya, kepergian saya ke Pondok Pesantren Menara Al-Fattah Mangunsari, Tulungagung itu dihantarkan oleh kakak ipar saya yaitu Mas Drs. Nur Hidayat Rofiuddin (alumni Pondok Panggung Tulungagung). Padahal, kalau saya tetap berniat menghafal Al-Qur’an, ya tetap tidak diizini oleh ibu saya. Alasannya adalah berat dan berat, begitulah.

Akhirnya, seminggu saya berada di pesantren tersebut, dan karena oleh Mbah Kyai Abdul Khobir Sirodj tetap disuruh minta restu pada ibu saya, ya saya lalu pulang dan minta restu kepada ibu saya agar diizini menghafal Al-Qur’an. Namun, ibu saya juga tetap tidak mengizini saya. Lalu saya sowan kepada guru saya, yaitu Mbah Kyai Imam Mahdi (Pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Huda Sekardangan, Kanigoro, Blitar) dan minta pertimbangan kepada beliau terkait niat menghafalkan Al-Qur’an. Mbah Kyai Imam Mahdi cumak bilang begini: “Rif, yen kakangku Mbah Kyai Nasruddin kae karo abah ora oleh kok ngapalne Al-Qur’an” (Rif, kalau kakakku yang bernama Mbah Kyai Nasruddin itu sama abah/ayah tidak boleh kok menghafalkan Al-Qur’an). Aduh, dalam bathin saya berkata, lha ini isarah Mbah Kyai Imam Mahdi juga tidak memperbolehkan saya menghafal Al-Qur’an. Selain itu, saya juga sowan guru saya yaitu Mbah Kyai Hafidz Syafii (Pengasuh Pondok Pesantren Mamba’ul Hidayah, Tlogo, Kanigoro, Blitar) dan beliau juga tidak memperkenankan bagi saya untuk menghafal Al-Qur’an.

Satu hari di rumah, kemudian saya kembali ke Pondok Pesantren Menara Al-Fattah. Di pesantren ini, saya selama satu minggu (jadi genap dua minggu), lalu saya sowan ke Mbah Kyai Abdul Khobir Sirodj untuk pindah ke pesantren lain. Sebab ibu saya tidak mengizini saya menghafal Al-Qur’an. Dengan welas asihnya, Mbah Kyai Abdul Khobir Sirodj memberi isarah kepada saya, bahwa bagian saya dalam hal agama nanti berbeda, bukan di bidang hafalan (tahfidz) Al-Qur’an, tapi di bidang yang lainnya. Beliau juga mendoakan kepada saya, agar nantinya mendapatkan ilmu yang bermanfaat sesuai bidang saya di kemudian hari. Yah, terima kasih buat Mbah Kyai Abdul Khobir Sirodj yang telah mendoakan kebaikan kepada saya. Mudah-mudahan beliau selalu mendapatkan limpahan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Walaupun saya mondok di Pondok Pesantren Menara Al-Fattah Mangunsari hanya selama dua minggu, mudah-mudahan ilmu yang saya terima dari beliau menjadi berkah kelak di kemudian hari. Amiin.

Dalam tulisan ini, saya tidak akan menguraikan di mana saya pindah mondok. Namun yang jelas, saya tetap mondok di daerah Tulungagung selama dua tahun, dan selama itu saya juga sering berziarah ke makam Mbah Kyai Raden Abdul Fattah, Mbah Kyai Nuryahman Botoran, Mbah Abu Mansyur Tawangsari, Mbah Kyai Basyaruddin Srigading, Mbah Kyai Raden Witono (Sayyid Hasan Ghozali) Kalangbret dan lain-lainnya. Sebagai catatan harian (cahar), di sini saya akan menuliskan silsilah nasab Mbah Kyai Raden Abdul Fattah dan Mbah Kyai Abdul Khobir yang masih bertalian nasab dengan Sunan Tembayat (Sayyid Hasan Nawawi) Klaten, Jawa Tengah dan Sunan Ampel (Raden Rahmatullah/ Haji Bong Swie Hoo) Surabaya, Jawa Timur. Berikut silsilah nasab beliau:

1.    Sunan Ampel (Raden Rahmatullah/ Haji Bong Swie Hoo) + Nyai Karimah binti Ki Ageng Kembang Kuning, berputra;
2.    Pangeran Tumapel (Sayyid Maulana Hamzah), berputra;
3.    Sunan Tembayat (Sayyid Hasan Nawawi/ Sunan Pandanaran II), berputra;
4.    Sayyid Hanafi Musa, berputra;
5.    Sayyid Abdul Malik Karim, berputra;
6.    Sayyid Zainuddin, berputra;
7.    Sayyid Abu Bakar, berputra;
8.    Sayyid Abdillah, berputra;
9.    Sayyid Sulaiman Washil, berputra;
10. Sayyid Abdul Qadir, berputra;
11. Sayyid Abdurrahman, berputra;
12. Sayyid Nur Hasyim, berputra;
13. Sayyid Nur Miyat, berputra;
14. Mbah Kyai Haji Sulaiman, berputra;
15. Mbah Kyai Haji Hasan Tholabi, berputra;
16. Mbah Kyai Haji Raden Abdul Fattah Sang Pendiri Masjid Al-Fattah dan Pondok Pesantren Menara Al-Fattah Mangunsari, Tulungagung.

Sementara itu, silsilah nasab dari Mbah Kyai Abdul Khobir Sirodj yang masih keponakan dari Mbah Kyai Raden Abdul Fattah ke atas juga sama seperti di atas. Dan Mbah Kyai Abdul Khobir Sirodj merupakan putra dari Mbah Kyai Sirodj yang merupakan saudara Mbah Kyai Raden Abdul Fattah tersebut. Selain itu, sebenarnya pertalian persaudaraan Mbah Kyai Raden Abdul Fattah Mangunsari juga berkaitan dengan Mbah Kyai M. Mubasyir Mundzir Kediri, Mbah Kyai Abdul Madjid Ma’roef Kedunglo-Kediri, dan lain sebagainya. Namun hal tersebut tidak saya bahas dalam artikel ini. Semoga Tuhan selalu melimpahkan kasih sayangnya kepada para Auliya’ tersebut. Mudah-mudahan Allah Yang Maha Kuasa selalu melimpahkan taufik dan hidayah-Nya kepada para santri-santri beliau semua. Amiiin.

Mungkin ini saja catatan harian (cahar) saya hari ini. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberkati kita semua. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pengasih selalu mengasihi semua hamba-Nya. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pengampun selalu mengampuni kesalahan saya dalam menulis catatan harian (cahar) saya ini. Mudah-mudahan niat baik ilmu-ilmu yang saya peroleh selama mondok di Pondok Pesantren Menara Al-Fattah Mangunsari, Tulungagung selalu membawa berkah di kehidupan kini dan mendatang. Walau saya hingga saat ini tidak menjadi penghafal Al-Qur’an, namun saya sangat bersyukur sekali karena sudah pernah bertemu, bersalaman dengan tokoh hebat sekelas Mbah Kyai Abdul Khobir Sirodj. Akhir kata, mudah-mudahan niat baik saya berziarah ke Makam Mbah Kyai Raden Abdul Fattah dan Mbah Kyai Abdul Khobir Sirodj guru saya, selalu diberkahi oleh Tuhan Yang Maha Pemberi Berkah. Amin, amin, amin. Yaa Rabbal Alamiin. Semoga demikian adanya. Wallohu’alam Bishowab.

 “If you can dream it you can do it”
(Jika kamu dapat bermimpi, kamu dapat melakukannya)

“Sluman, slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan. Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)

Foto Pondok Pesantren Menara Al-Fattah Mangunsari, Tulungagung, yang didirikan oleh Mbah Kyai Raden Abdul Fattah, dan kemudian diteruskan oleh keponakannya Mbah Kyai Abdul Khobir Sirodj.


Tentang Penulis

Arif Muzayin Shofwan, seorang pria yang berbau kuburan, kijing, maesan, kembang boreh, kembang kanthil, kembang kenongo dan segala macam bau-bauan ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria yang yang sering dipanggil oleh Kyai Muhammad AP dengan sebutan “Ki Gadhung Melathi” atau “Mbah Pasarean” (karena seringnya berkunjung ke pesarean-pesarean untuk mengkaji sejarah tokoh yang dimakamkan) tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar