Oleh:
Arif Muzayin Shofwan
“Menulislah, siapa tahu bermanfaat bagi yang
membutuhkan.”
(Anonim)
Hari
ini, Minggu 5 Maret 2017, saya bersama kawan-kawan Midasapa Jaya dan Pengurus
Muslimat NU Ranting Sekardangan berziarah dan menelusuri Makam/Asta Tinggi di
Sumenep, Madura. Usai dari Makam/Asta Tinggi Sumenep, Madura tersebut, saya
menghubungi Nyai Raden Ayu Linawati Djojodiningrat Solo, Jawa Tengah (yakni
seorang cucu dari Prof. Dr. Hoessein Djojodiningrat Sang Sejarawan Indonesia).
Beliau inilah wanita energik bagaikan Sang Srikandi atau Pendekar Wanita yang
banyak mewarisi manuskrip Kuno silsilah Sunan Tembayat, Para Walisongo, dan
sejarah kerajaan Islam Demak, Pajang, Mataram, Nusantara dan semacamnya. Di
dunia persilatan masalah silsilah dan manuskrip kuno, beliau inilah guru yang
banyak saya pelajari ilmu-ilmu silsilah Sunan Tembayat, para Walisongo dan
semacamnya. Terima kasih banyak buat Nyai Raden Ayu Linawati.
Dalam
Group WA Keluarga Besar Sunan Tembayat , Nyai Raden Ayu Linawati menyatakan
begini: “Jumlah keturunan Sunan Tembayat berdasarkan peta ranji yang saya
pelajari sekarang berjumlah puluhan juta terutama di Jatim, keluarga Bani
Semendi lebih dari satu juta orang.” Lalu melalui Group WA Keluarga Besar
Sunan Tembayat itu, saya bertanya kepada Nyai Linawati begini: “Nyi Lina,
trah Bayat apa ada yang di Sumenep?. Firasat saya kok ada ya?. Sebab sebelum
saya ke tempat ini (Asta Tinggi Sumenep Madura), yakni dua bulan sebelumnya kok
saya terasa berada di sini. Bahkan yang di Sayyid Yusuf Talango, Sumenep dekatnya
makam Asta Tinggi?.” Inilah pertanyaan saya yang saya lontarkan kepada Nyai
Linawati usai pulang ziarah dan berpetualang dari Makam/Asta Tinggi Sumenep dan
Makam Sayyid Yusuf Talango, Sumenep.
Jawab
Nyai Raden Ayu Linawati Djojodiningrat: “Ya kan, Pangeran Pulang Jiwo ada di
Ranji Sunan Tembayat Mas. Dan Tumenggung Tirto Negoro (Bindoro Saod) sendiri
masih trah Sunan Tembayat, plus Panembahan Kajoran, dan Mataram. Dan Mataram
sendiri masih cucu Sunan Tembayat. Kan sudah saya bilang, turunan Sunan
Tembayat sekarang jumlahnya puluhan juta orang menyebar di seluruh Nusantara.”
Kata saya: “Oya Nyi, Terima kasih.” Maka dengan demikian, bila saja Pangeran
Pulung Jiwo dan Tumenggung Tirto Negoro (Bindoro Saod) merupakan trah Sunan
Tembayat (Sayyid Hasan Nawawi), maka kedua tokoh tersebut juga masih keturunan
Sunan Ampel (Raden Rahmatullah/ Haji Bong Swi Ho) Surabaya. Sebab Sunan
Tembayat (Sayyid Hasan Nawawi) merupakan cucu Sunan Ampel, yakni: Sunan
Tembayat (Sayyid Hasan Nawawi) bin Pangeran Tumapel (Sayyid Maulana Hamzah
Lamongan) bin Sunan Ampel (Sayyid Raden Rahmatullah/ Haji Bong Swi Ho). Catatan:
Sunan Tembayat (Sayyid Hasan Nawawi) merupakan perpaduan darah Jawa, Cina, dan
Arab. Wallahua’lam Bisshawab.
Dalam
hal tersebut di atas, Bapak Cholis Abdul Wahab juga berkomentar mengulas
hubungan Sumenep dan Ponorogo begini: “Sejarah Penguasa Sumenep Arya Panoleh
sering berkunjung ke tempat kakaknya yang bernama Bathara Kathong di Ponorogo
untuk bersilaturrahmi. Bathara Kathong Ponorogo dan Arya Panoleh Sumenep adalah
anak Brawjaya V yang diberi tugas memimpin di tiap-tiap kota. Saat di Ponorogo,
rombongan Arya Panoleh Sumenep disambut dengan persembahan reog dan atraksi
memukau yang dilakukan oleh orang-orang berpakaian hitam. Dan dari sinilah,
awal mula selompret pada gamelan reog dikenal oleh rombongan Sumenep dengan
nama Saronen. Madura dan Ponorogo, selain gamelan reog yang diterapkan di Sumenep,
pakaian warok serba hitam dengan kaos bergaris-baris, makanan seperti sate yang
awalnya dari tusuk lidi dan angklung yang juga ditemukan di Sumenep, di antara
daratan Madura; dengan begitu, budaya dari Ponorogo yang diterapkan di Sumenep
mulai menyebar ke seluruh Madura. Tetapi bagaimanapun juga setelah budaya
tersebut diterapkan di Madura, masih tetap saja ada perbedaan dari budaya tanah
Ponorogo dengan budaya Madura.”
Menaggapi
komentar dari Mas Bapak Cholish Abdul Wahab tersebut, Nyai Raden Linawati berkomentar
bahwa sejarah Majapahit, Demak dan perjalanan dakwah Walisongo telah diulas
dalam kitab yang ditulis oleh Sunan Tembayat pada abad ke-15 dengan huruf Pegon
(Jawa-Arab) yang sudah beliau terjemahkan ke bahasa Latin (di Indonesiakan)
berjudul “ BABAD SUNAN TEMBAYAT TAHUN 1441 TAHUN SAKA” (di bawah saya
sertakan foto sampul kitab yang tebalnya berjumlah 700 halaman ini) dan
sementara Ranji Silsilah Pangeran Pulung Jiwo dan Tumenggung Tirto Negoro
(Bindoro Saod) telah dijelaskan oleh Nyai Raden Ayu Linawati dalam bukunya tentang
silsilah Ranji Sunan Tembayat.
Mungkin
sampai di sini dulu catatan harian (cahar) saya dalam berpetualang bersama-sama
keluarga besar Midasapa Jaya dan Pengurus Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Ranting
Sekardangan. Mudah-mudahan petualangan saya bersama mereka dicatat di sisi
Allah sebagai amal ibadah yang bermanfaat di kehidupan kini dan mendatang.
Mudah-mudahan Allah Yang Maha Kuasa memberkahi segala gerak-gerik saya kini
maupun mendatang. Akhirnya, semoga semua makhluk hidup berbahagia di kehidupan
kini dan mendatang. Amiin.
“If you can dream it you can do it”
(Jika
kamu dapat bermimpi, kamu dapat melakukannya)
“Sluman,
slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga
dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan.
Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)
Berfoto di depan Pesarean Raja-raja Sumenep di Asta Tinggi (Dokumentasi, 2017) |
Bapak Dhomir sedang menuju Kubah Makam/Asta Tinggi Sumenep, Madura |
Penulis dan Gus Gundala saat berpetualang ziarah di makam-makam Madura (Makam/Asta Tinggi Sumenep, Sayyid Yusuf, Makam Batu Ampar Sampang, dan Mbah Kyai Muhammad Kholil Bangkalan (Dokumentasi, 2017) |
Prasasti Pembangunan Makam/Asta Tinggi Sumenep Madura (Dokumentasi, 2017) |
Salah satu Prasasti di Makam/Asta Tinggi Sumenep Madura dengan Huruf Jawa Hanacaraka (Dokumentasi, 2017) |
Foto atau Lukisan Partaming Kusumo yang terpampang di Kantor Makam/Asta Tinggi Sumenep, Madura (Dokumentasi, 2017) |
Foto/Lukisan Panembahan Notokusumo (M. Saleh) di Kantor Makam/Asta Tinggi Sumenep Madura (Dokumentasi, 2017) |
Sri Sultan Abdurrahman, salah satu penemu makam Sayyid Yusuf Talango, Sumenep, Madura |
Buku Babad Sunan Tembayat yang diterjemahkan oleh Nyai Raden Ayu Linawati sebanyak 700 halaman menjelaskan masa Majapahid, Demak, Pajang, Mataram, baik yang di Jatim maupun Sumenep, dan semacamnya. |
Tentang
Penulis
Arif
Muzayin Shofwan, seorang pria yang berbau kuburan, kijing,
maesan, kembang boreh, kembang kanthil, kembang kenongo dan segala macam
bau-bauan ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW.
09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria yang yang sering dipanggil oleh
Kyai Muhammad AP dengan sebutan “Ki
Gadhung Melathi” atau “Mbah Pasarean”
(karena seringnya berkunjung ke pesarean-pesarean untuk mengkaji sejarah tokoh
yang dimakamkan) tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.
bagaimana silsilah pangeran pulang jiwa yang sambung ke sunan tembayat??
BalasHapusKami minta tolong menelusuri nasab silsilah keluarga kami yg kata almarhum kakek kami,datu kami masih berdarah bangsawan madura
BalasHapusAlhamdulillah...kmi cucu2 dr pangeran letnan di bondowoso.. mengucapkan banyak trims atas prakarsa penulis
BalasHapusKami juga merasa berterima kasih kepada partisipan sejarah, kami bagian dari cucu2 pangeran letnan muhammad hamzah
BalasHapusTumenggung Tirtonegoro (Bindara Saot) trah Sunan Tembayat dari mana? Pulangjiwo juga? Tolong kalau mau memposting sejarah Sumenep, khususnya soal nasab kedua tokoh di atas tabayun dulu pada keluarga keraton setempat, atau merujuk pada catatan keluarga besar Sumenep, jgn merujuk pada pihak luar. Karena info tsb bertentangan dg catatan keluarga di sini. Trims atas perhatiannya
BalasHapusIya gmn itu d atas...lanjut sepudi saja kang penulis
Hapuswalaupun tanah kita berlainan warna,
BalasHapusnamun darah kita tetaplah sama.
walaupun sejarah kita tak sama,
marilah saling hormat menghormati.
karena apa yg kita tuliskan adalah warisan dari orang tua kita turun temurun..
Kalau pangeran prawirodiningrat I adipati besuki itu keturunan bindara saod juga ya...?
BalasHapusGanyambung banget
BalasHapusBindara Saud turunan dari Kyai Rabe Pamekasan sementara Kyai Rabe keturunan Kyai Abdullah
BalasHapusTerima kasih infonya .
BalasHapusKeluarga R Panji Moch Said SA