Oleh:
Arif Muzayin Shofwan
“Menulislah, siapa tahu bermanfaat bagi yang
membutuhkan.”
(Anonim)
Hari
Minggu, 19 Maret 2017, saya, Mas Putu Ari Sudana, Gus Ilham Rofii (Pengasuh
Laskar Wirogaten, Jatimalang, Sentul, Blitar) berziarah ke Paseban Makam “Syeh
Sentono Dhowo” di Utara Candi Penataran, Nglegok, Blitar, Jawa Timur. Sampai
di areal paseban tersebut, kami bertiga langsung berwudlu dan kemudian
bertafakur shalat Dhuhur di mushalla dekat dua makam tokoh yang dimakamkan di
tempat tersebut, yaitu Syaikh Badrul Alim dan Syaikh Badrul Zaman.
Usai wiridan secukupnya, kami bertiga langsung ziarah ke makam Syaikh
Badruddin, sebuah makam yang berada di bagian ujung Selatan, dekat dengan
kantor Paseban Makam Syeh Sentono Dhowo.
Usai
berziarah, kami bertiga ngobrol dengan Mbah Suprih, seorang pengelana makam
yang berasal dari Wonotirto-Blitar Selatan dan sudah dua tahun berada di
Paseban Syeh Sentono Dhowo, dan yang membantu perjuangan Mbah Imam Musthofa dalam
mengelola makam. Mbah Suprih menyatakan bahwa ketiga tokoh yang dimakamkan di
Paseban Makam “Syeh Sentono Dhowo” Utara Candi Penataran, Nglegok,
Blitar merupakan sahabat Syaikh Subakir (sang waliyullah yang menumbali
Tanah Jawa). Dan konon, tokoh ke-4 nya dimakamkan di Puncak Gunung Gedang
Blitar. Dan keempat tokoh tersebut antara lain:
1. Syaikh Badruddin (makamnya berada di Ujung
Selatan dalam areal Paseban Makam Syeh Sentono Dhowo)
2. Syaikh Badrul Alim dan Syaikh
Badrul Zaman (makamnya berada di pojok Barat Masjid dalam areal Paseban
Makam Syeh Sentono Dhowo). Dan tepat di Barat makam tokoh ini, merupakan
pejuang-pejuang yang ikut mengelola makam Auilya Syeh Sentono Dhowo.
3. Syaikh Marzuqi (makamnya berada di Puncak
Gunung Gedang Blitar)
Masih
menurut Mbah Suprih yang menyatakan bahwa orang-orang yang berziarah di Paseban
Makam “Syeh Sentono Dhowo” di utara Candi Penataran tidak hanya dari
kaum Islam saja, tetapi juga berasal dari berbagai agama dan aliran apapun. Yang
berziarah ke makam tersebut terkadang menggunakan busana muslim, Kejawen, Arab,
Cina, Nasional, Hindu, Buddha, itu tidak masalah. Tentu saja, apa yang
dinyatakan Mbah Suprih tersebut sesuai semangat “Bhinneka Tunggal Ika Tan
Hana Dharma Mangruwa” artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua, tiada
kebenaran (dharma) yang mendua.
Sementara
itu, Mbah Imam Musthofa Sang Pengelola makam tersebut menyatakan bahwa Paseban
Makam “Syeh Sentono Dhowo” mulai dibangun tahun 1984, saat
gencar-gencarnya peristiwa Petrus. Menurutnya, pembangunan itu juga atas
petunjuk para kiai berikut, antara lain:
1. Mbah
Kyai Dimyathi Baran, Selopuro, Blitar
2. Mbah
Kyai Salamun Sawahan, Kanigoro, Blitar (murid dari Mbah Kyai Dimyati Baran)
3. Mbah
Kyai Jaelani Jengglong, Lodoyo, Blitar (murid dari Mbah Kyai Dimyathi Baran dan
Mbah Kyai Abbas Fakih Sekardangan)
4. Mbah
Kyai Abu Naim Kandangan
5. Mbah
Kyai Joyo Ngalim (murid dari Mbah Kyai Abu Naim Kandangan)
6. Mbah
Kyai Ahyar Klece
7. Mbah
Kyai Yusuf Sanankulon.
Dan
termasuk Mbah Imam Musthofa juga mengikuti para kyai tersebut di atas. Konon
ketika mau membangun makam Syaikh Subakir, beberapa dari para kyai
tersebut menyatakan bahwa kalau ingin membangun makam Syaikh Subakir
(yang berada tepat di Utara Candi Penataran), seharusnya ziarah dahulu ke makam
Sentono (baca; Syeh Sentono Dhowo). Dari sinilah, akhirnya mereka mencari
Paseban Makam “Syeh Sentono Dhowo” yang saat ini telah berdiri bangunan
sebagaimana dalam foto yang saya tampilkan (di bawah). Dan tepat pada tanggal
13-10-2013, Paseban Makam “Syeh Sentono Dhowo” tersebut diresmikan oleh Bupati
Blitar, Bapak Herry Noegroho, SE, MH.
Mungkin
sampai di sini dulu catatan harian (cahar) saya. Mudah-mudahan perjalanan saya
hari ini membawa berkah yang melimpah di dunia dan akhirat. Mudah-mudahan Tuhan
Yang Maha Kuasa, memudahkan segala urusan saya, baik urusan lahir maupun batin,
baik urusan duniawi maupun ukhrawi. Mudah-mudahan, saya, kawan saya, tetangga
saya, dan siapapun yang berhubungan karma dengan saya, semua makhluk hidup
mulai awal hingga akhir, selalu mendapatkan kebahagiaan dari Tuhan Yang Maha Pemberi
Kebahagiaan. Saya akhiri dengan kata Mbah Imam Musthofa: “Lek ning makam
ngendi wae iku sing ati-ati, mergo akeh begalan saka makhluk-makhluk lainnya”.
Wallahua’lam Bishawab.
“If you can dream it you can do it”
(Jika
kamu dapat bermimpi, kamu dapat melakukannya)
“Sluman,
slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga
dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan.
Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)
Saya berfoto di depan prasasti Paseban Makam "Syeh Sentono Dhowo" Utara Candi Penataran, Blitar, Jawa Timur (Dokumentasi, 2017) |
Prasasti peresmian Paseban Makam "Syeh Sentono Dhowo" oleh Bupati Blitar Bapak Herry Noegroho, SE, MH (Dokumentasi, 2017) |
Makam Syaikh Badrul Alim dan Syaikh Badrul Zaman, yakni dua sahabat Syaikh Subakir Sang Tokoh yang menumbali Tanah Jawa (Dokumentasi, 2017) |
Gus Ilham Rofii (Pengasuh Laskar Wirogaten Jatimalang, Sentul, Blitar) dan Mas Putu Ari Sudana usai tafakur dan zikir di makam Syaikh Badruddin (Dokumentasi, 2017) |
Makam Syaikh Badrul Alim dan Syaikh Badrul Zaman difoto dari jarak sekitar lima meter (Dokumentasi, 2017) |
Tentang
Penulis
Arif
Muzayin Shofwan, seorang pria yang berbau kuburan, kijing,
maesan, kembang boreh, kembang kanthil, kembang kenongo dan segala macam
bau-bauan ini beralamatkan di Jl. Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW.
09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Pria yang yang sering dipanggil oleh
Kyai Muhammad AP dengan sebutan “Ki
Gadhung Melathi” atau “Mbah Pasarean”
(karena seringnya berkunjung ke pesarean-pesarean untuk mengkaji sejarah tokoh
yang dimakamkan) tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar