Oleh:
Arif Muzayin Shofwan
“Telah
dikisahkan bahwa Mbah Wali Papak Banyuwangi dan Mbah Wali Tugu Blitar
masih saudara se-ayah namun beda ibu. Keduanya sama-sama cucu dari Hamengku Buwono
II”. (Shofwan, 2020)
Saya
memulai kisah ini dari Mbah Wali Papak (Kyai Ageng RM. Djojopernomo) Banyuwangi
yang dahulu pernah bermukim di daerah Mbrebesmili Santren, Bedali, Purwokerto,
Srengat, Blitar. Beliau merupakan cucu dari Hamengku Buwono II dimana putra beliau yang bernama GPH. Mangkudiningrat menikah dengan Raden
Ayu Rustinah (anak Nyi Ageng Serang [Pahlawan Nasional]). Ketika Mbah Wali
Papak sampai di Mbrebesmili Santren, beliau menjadi anak angkat Kyai Ageng
Ponco Suwiryo (Sayyid Bukhori Mukmin). Dalam beberapa tulisan, putra dari Kyai
Ageng Ponco Suwiryo ada 9 termasuk Mbah Wali Papak (putra angkatnya yang paling
ditresnani). Berikut penjelasannya:
1.
Mbah
Wali Papak (Kyai Ageng R.M.
Djojopoernomo), pendiri Purwa Ayu Mardi Utama (PAMU), hijrah dan wafat di Tojo,
Temuguruh, Banyuwangi.
2.
Mbah
Siddiq, hijrah dan wafat di
Banyuwangi.
3.
Mbah
Tabri, hijrah dan wafat di
Banyuwangi
4.
Mbah
Baurejo, hijrah di daerah Karangkates
dan wafat di sana.
5.
Mbah
Joyodiguno, hijrah dan wafat di
Sumberpucung, Malang.
6.
Mbah
Jayus (Wakil Wirid PAMU), hijrah
dan wafat di Sumberpucung, Malang.
7.
Mbah
Kandar, hijrah dan wafat di Kediri.
8.
Mbah
Wiryontono, merupakan salah satu tokoh
yang mbabat dan mendirikan masjid lama di Plosorejo, Kademangan, Blitar.
9.
Mbah
Abdullah Sulaiman, wafat dan
dimakamkan di Mbrebesmili, Santren, Bedali, Purwokerto, Srengat, Blitar.
Dikisahkan bahwa saat di Mbrebesmili Santren dahulu
kala, Mbah Wali Papak konon sering berkunjung ke rumah adiknya yang beda ibu,
yakni Mbah Wali Tugu. Lha, Mbah Wali Tugu (Sragi, Talun, Blitar) sendiri merupakan
putra angkat dari Mbah Hasan yang termasuk tokoh pembabat desa tersebut. Dalam
satu kisah bahwa memang Mbah Wali Tugu aslinya adalah juga cucu dari Hamengku
Buwono II dari putranya yang bernama GPH. Mangkudiningrat yang memang sejak kecil dititipkan kepada Mbah Hasan tersebut. Dengan
demikian, Mbah Wali Papak dan Mbah Wali Tugu itu adalah saudara seayah beda
ibu. Dalam hal ini, penulis belum mendalami lebih jauh siapa ibu dari Mbah Wali Tugu. Namun ada sebuah kisah bahwa masa perjuangan itu memang ada konsep "Silem Trah" artinya kurang lebih membuang atau menyamarkan trah keturunan di masa perjuangan agar tidak diketahui oleh Belanda kala itu sebagai penjajah negeri ini. Wallahua'lam.
Dituturkan bahwa dalam hal keilmuan, apabila ada
orang yang ingin berguru ilmu kepada Mbah Wali Tugu, maka Mbah Wali Tugu selalu
menyarankan untuk berguru kepada Mbah Wali Papak. Mengapa?. Sebab dalam
perjalanan hidupnya, Mbah Wali Tugu memang tidak pernah mengangkat seorang
murid. Mereka semua yang biasa sarasehan ataupun sowan ke Mbah Wali Tugu
dianggap sebagai “warga”, bukan sebagai “murid”. Karena ya itu tadi, Mbah Wali
Tugu sekali lagi tidak pernah mengangkat siapapun sebagai muridnya.
Saat di Mbrebesmili Santren, selain Mbah Wali Papak
sering berkunjung ke Mbah Wali Tugu, dikisahkan oleh Ki Bambang Yuwono Pasirharjo-Talun
bahwa Mbah Wali Papak dahulu juga sering berkunjung ke rumah ayahnya di Kesamben-Blitar
yang bernama Mbah Hasan Munajat. Selain itu pula, disebutkan pula bahwa Mbah
Wali Papak juga sering berkunjung di daerah Nglegok. Bahkan tongkat Mbah Wali
Papak ini dahulu juga berada di Nglegok-Blitar. Entah siapa sekarang yang
membawa. Di Nglegok ini, yang sering disebut-sebut Pak Nur Abadin Mbrebesmili
adalah Almarhum Mbah Mbeng.
Begitulah kiranya sedikit tulisan sebagai "ijtihad" saya dalam menelusuri keterkaitan Mbah Wali Papak Banyuwangi dan Mbah Wali Tugu Blitar. Disebutkan dalam salah satu hadist Nabi SAW bahwa: "Ijtihad itu kalau benar mendapat dua pahala, dan kalau salah akan mendapat satu pahala". Hehehe. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberkati apa yang saya tulis ini. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pengasih selalu mengasihi semua hamba-Nya. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pengampun selalu mengampuni kesalahan saya dalam menulis catatan ini bila terdapat hal yang salah. Mudah-mudahan kegiatan saya hari ini, kegiatan kami Komunitas Balitara dan semuanya saja, selalu membawa berkah sepanjang zaman, di kehidupan dunia dan akhirat. Amin, amin, amin, Yaa Rabbal Alamiin.
Begitulah kiranya sedikit tulisan sebagai "ijtihad" saya dalam menelusuri keterkaitan Mbah Wali Papak Banyuwangi dan Mbah Wali Tugu Blitar. Disebutkan dalam salah satu hadist Nabi SAW bahwa: "Ijtihad itu kalau benar mendapat dua pahala, dan kalau salah akan mendapat satu pahala". Hehehe. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberkati apa yang saya tulis ini. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pengasih selalu mengasihi semua hamba-Nya. Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Pengampun selalu mengampuni kesalahan saya dalam menulis catatan ini bila terdapat hal yang salah. Mudah-mudahan kegiatan saya hari ini, kegiatan kami Komunitas Balitara dan semuanya saja, selalu membawa berkah sepanjang zaman, di kehidupan dunia dan akhirat. Amin, amin, amin, Yaa Rabbal Alamiin.
“If
you can dream it you can do it”
(Jika
kamu dapat bermimpi, kamu dapat melakukannya)
“Sluman,
slumun, slamet. Selameto lek ngemongi jiwo rogo”
(Semoga
dalam situasi dan kondisi apapun mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan.
Yakni, selamat dalam mengasuh jiwa dan raga masing-masing)
Gambar Mbah Wali Papak (Kyai Ageng R.M. Djojopoernomo) Tojo, Temuguruh, Banyuwangi dan Sri Sultan Hamenku Buwono II. |
Foto Mbah Wali Papak (Kyai Ageng R.M. Djojopernomo) Banyuwangi dengan salah satu ulama dengan surban berwarna hijau yang disampirkan di pundaknya dan yang saya belum tahu siapa beliau ini. |
Saya, Mas Aji, dan Mas Ari saat berziarah ke makam Mbah Hasan Munajat Kesamben-Blitar yang dikisahkan oleh Ki Bambang Yuwono Pasirharjo (Difoto oleh Mbak Ika, cucu Mbah Hasan Munajat Kesamben) |
Tentang
Penulis
Arif
Muzayin Shofwan, seorang pria ini beralamatkan di Jl.
Masjid Baitul Makmur Sekardangan RT. 03 RW. 09 Papungan, Kanigoro, Blitar, Jawa
Timur. Pria ini pada tahun 2020 oleh Mbah Jawoko di Komunitas Balitara (Blitar)
juga disebut dengan sebutan “Ki Sarkub” yang bisa diartikan Sarjana
Kuburan atau Santri Kuburan. Bagi pria tersebut, kuburan merupakan tempat
belajar untuk mengingat kematian. Sebab pada akhirnya semua manusia (kaya,
miskin, cantik, tampan, pintar, bodoh, dan sebutan lainnya) akan mengalami
kematian dan ada banyak kemungkinan akan dikubur di kuburan. Pria yang suka
wedang kopi tersebut dapat dihubungi di nomor HP. 085649706399.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar