Sepercik
Kaweruh
EYANG
SOSROKARTONO
Disusun
oleh
Muhammad
Agung Priyokusumo
Arif
Muzayin Shofwan
Dikeluarkan
oleh
“KOMUNITAS
PECINTA BUMI SPIRITUAL”
|
Judul Buku:
“SEPERCIK KAWERUH EYANG
SOSROKARTONO”
Disusun oleh:
Muhammad Agung Priyokusumo
Arif Muzayin Shofwan
Penyunting: Muhammad Hafidz
Tim Kreatif Wacana: Ahmad
Mansuri
Penyelaras Akhir: Sulaiman
Untuk Kalangan Sendiri
Cetakan Pertama, 2018
Dikeluarkan oleh
“KOMUNITAS PECINTA BUMI
SPIRITUAL (KPBS)”
|
KATA
PENGANTAR
Segala
puji hanya milik Tuhan sebagai penguasa alam semesta. Shalawat dan salam
mudah-mudahan tetap terlimpahkan kepada para Nabi dan Rasul, para ahli bait dan
sahabatnya serta anak Adam di seluruh penjuru dunia. Ada yang menyatakan bahwa Eyang
Sosrokartono merupakan sosok jenius yang pernah menjadi wartawan, guru, dan
spiritualis luar biasa.
Tulisan
berjudul “Sepercik Kaweruh Eyang
Sosrokartono” ini merupakan sebuah buku yang menjelaskan kata-kata mutiara
Eyang Sosrokartono. Yakni seorang wartawan, spiritualis hebat, guru bangsa yang
pernah ada di bumi Nusantara tercinta. Beliau juga merupakan seorang POLIGLOT
(AHLI BANYAK BAHASA) yang menguasai 24 bahasa asing dan 10 bahasa suku.
Oleh
karena mengharap manfaat dari buku ini, maka dua penulis buku ini berdoa:
“Semoga Allah SWT memberikan manfaat yang luar biasa kepada semua pembaca buku
ini. Dan semoga kata-kata mutiara Eyang Sosrokartono selalu menginspirasi
perjalanan spiritual kita semua. Amiin, Amiin, Amiin, Ya Rabbal Alamin.’’
Blitar,
15 Juni 2018
Penyusun,
Muhammad
A.P. & Arif M.S.
DAFTAR
ISI
Judul
Buku ~ 1
Kata
Pengantar ~ 3
Daftar
Isi ~ 4
Bab
I: Sekelumit Tentang Eyang Sosrokartono ~ 5
Bab
II: Guru Sejati, Ikhlas, Trimah, dan Pasrah ~ 7
Bab
III: Kanthong Bolong, Sugih Tanpo Bolo, Digdoyo Tanpo Aji ~ 9
Bab
IV: Kata-Kata Mutiara Eyang Sosrokartono I ~ 11
Bab
V: Kata-Kata Mutiara Eyang Sosrokartono II ~ 13
Daftar
Bacaan ~ 15
Tentang
Penulis - 16
BAB
I
SEKELUMIT
TENTANG EYANG SOSROKARTONO
Eyang Sosrokartono yang memiliki nama lengkap Raden
Mas Panji Sosrokartono lahir di Mayong pada hari Rabo Paing 10 April 1877.
Beliau kakak dari Raden Ajeng Kartini putra dari R.M. Adipati Ario Sosroningrat
bupati Jepara. Sejak kecil Eyang Sosrokartono telah memiliki keistimewaan dan
mampu membaca masa depan. Tahun 1898 dia sekolah ke negeri Belanda. Tahun 1917
ketika koran Amerika The New York Herald
Tribune membuka lowongan wartawan, Eyang Sosrokartono terpilih sebagai
wartawan surat kabar bergengsi di Amerika tersebut. Agar pekerjaan sebagai
wartawan perang lancar maka dia diberi pangkat mayor oleh Panglima Perang
Amerika.
Perlu diketahui bahwa Eyang Sosrokartono merupakan
seorang POLIGLOT (ahli banyak bahasa), yakni ada 24 bahasa asing dan 10
bahasa suku Nusantara yang beliau kuasai. Di Wina (Austria), Eyang Sosrokartono
dikenal sebagai “JENIUS DARI TIMUR”. Selain itu, Eyang Sosrokartono juga
bekerja sebagai wartawan beberapa surat kabar dan majalah di Eropa.
Sejak tahun 1919-1921, karena penguasaannya pada 24
bahasa asing, Eyang Sosrokartono diangkat sebagai kepala penterjemah untuk
semua bahasa di Liga Bangsa-Bangsa (League
of Nations) yang pada akhirnya LBB ini diubah namanya menjadi Perserikatan
Bangsa-Bangsa ([PBB] United Nations
Organization).
Tahun 1925, Eyang Sosrokartono pulang ke tanah air
dan menetap di Bandung. Eyang Sosrokartono pernah ditawari jabatan sebagai
bupati oleh Pemerintah Hindia Belanda, namun beliau menolaknya. Beliau lebih
memilih menjadi kepala sekolah di Perguruan Taman Siswa yang baru didirikan di
Bandung. Guru-guru di sekolah tersebut antara lain: Ir. Soekarno, Mr. Sunario,
dan Mr. Ustman Sastroamidjoyo.
Setelah tahun 1927 Eyang Sosrokartono keluar dari
Perguruan Taman Siswa karena tekanan Belanda, beliau kemudian sering melakukan TAPABRATA.
Beliau suka puasa tanpa berbuka dan sahur, serta tidak tidur selama
berhari-hari, hingga 40 hari lebih lamanya. Tanggal 30 April 1930, Eyang Sosrokartono
mulai mengadakan penyembuhan dengan air putih di Padepokan Darussalam miliknya
di Bandung.
Eyang Sosrokartono dikenal dengan banyak sebutan,
seperti: Ndoro Sosro, Dokter Cai,
Dokter Alif, Om Sos, Joko Pring, Mandor Klungsu, dan beberapa sebutan
lainnya. Dan pada hari Jumat Paing, 8 Februari 1952, Eyang Sosrokartono wafat
dan dimakamkan di Makam Keluarga Sedhomukti, Kudus. Kata Bung Karno: “...Drs. Sosrokartono almarhum adalah salah
seorang sahabat saya dan beliau adalah seorang putra Indonesia yang besar.”.
Selamat jalan Eyang Sosrokartono.[]
BAB
II
GURU
SEJATI, IKHLAS, TRIMAH, DAN PASRAH
Eyang
Sosrokartono pernah menjelaskan tentang “GURU SEJATI” dengan pernyataannya
sebagai berikut: “MURID GURUNE PRIBADI. GURU MURIDE PRIBADI. PAMULANGE
SENGSARANE SESAMI. GANJARANE AYU LAN ARUME SESAMI”, artinya: “Murid gurunya adalah diri pribadinya. Guru
muridnya adalah diri pribadinya. Ilmu pengetahuannya adalah penderitaan sesama.
Balasannya adalah kebaikan dan keharuman sesama.”
Ungkapan
di atas mengandung pengertian bahwa sesungguhnya dalam diri seseorang terdapat
seorang guru, dan diri seseorang tersebut menjadi murid dari GURU SEJATI. Jadi
GURU dan MURID menyatu di dalam diri pribadinya masing-masing. Sedangkan ilmu
pengetahuannnya adalah segala penderitaan di dunia ini. Yakni, segala bentuk
ilmu pengetahuan dan pengalaman hidup yang langsung dari Tuhan. Buah pahala
dari segala ilmu pengetahuan dan pengalaman yang langsung dari Tuhan adalah
kebaikan dan keharuman sesama.
Selanjutnya
Eyang Sosrokartono juga menyatakan: “SINAU NGRAOSAKE LAN NYUMEREPI TUNGGALIPUN
MANUNGSA, TUNGGALIPUN RASA, TUNGGALIPUN ASAL LAN MAKSUDIPUN AGESANG” artinya: “Perlu belajar ikut merasakan dan mengetahui
bahwa manusia itu satu, rasa itu satu, berasal dari asal yang sama dan belajar
memahami arti dari tujuan hidup.”
Eyang
Sosrokartono kemudian juga menyatakan: “TANSAH ANGLAMPAHI DADOS MURIDING
AGESANG” artinya: “Selalu menjalani
menjadi murid kehidupan”. Yakni, KEHIDUPAN ini merupakan GURU kita. KITA
berguru pada KEHIDUPAN. Dan KEHIDUPAN merupakan GURU kita. Sebab KEHIDUPAN
mengajarkan banyak hal kepada KITA. Ada ungkapan: “PENGALAMAN DALAM KEHIDUPAN
INI ADALAH GURU YANG TERBAIK”.
Dalam
menjalani dan mengatasi kehidupan ini, Eyang Sosrokartono juga menyatakan
demikian: “IKHLAS MARANG OPO SING WIS KELAKON. TRIMAH MARANG OPO KANG DILAKONI.
PASRAH MARANG OPO KANG BAKAL ONO”, artinya: “Ikhlas (lilo legowo) terhadap apa yang telah dijalani. Menerima (trimah)
terhadap apa yang sedang dialami. Pasrah terhadap apa yang akan dihadapi
mendatang.”
Jadi,
IKHLAS UNTUK MASA LALU dapat diartikan: tidak mencari pamrih, tidak ingin
dipuji, tidak pamer kepada orang lain. Sedangkan MENERIMA UNTUK SAAT INI artinya:
tidak terlalu menyesali nasib, sebab dibalik derita ada bahagia, dan dibalik
bahagia pasti ada derita. Selanjutnya PASRAH UNTUK MASA DEPAN artinya kita
tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Untuk itu, semua dipasrahkan
kepada Tuhan. Semoga semua ajaranmu bermanfaat bagi kami Eyang Sosrokartono.[]
BAB III
KANTHONG
BOLONG, SUGIH TANPO BANDHA, DAN DIGDAYA TANPO AJI
Eyang
Sosrokartono memang seorang spiritual, ahli pengobatan dan paranormal yang
berjiwa IKHLAS. Dalam menolong setiap orang yang datang kepadanya, beliau
menggunakan filsafat “KANTHONG BOLONG” dengan ungkapannya sebagai berikut:
“NULUNG PEPADANE ORA NGANGGO MIKIR WAYAH, WADUK, KANTHONG. YEN ONO ISI LUMUNTUR
MARANG SESAMI” artinya: “Menolong sesama
manusia tidak perlu memakai pikiran waktu, perut, dan saku. Bahkan, jika saku
(kanthong) berisi akan mengalir kepada sesama.”
Ungkapan
Eyang Sosrokartono lainnya adalah: “NULUNG TIYANG KULO TINDAK-AKEN ING
PUNDI-PUNDI, SAK MONGSO-MONGSO, SAK WANCI-WANCI”, artinya: “Menolong orang itu saya lakukan di
mana-mana, sewaktu-waktu, dan kapan saja”. Ini terbukti bahwa Eyang Sosrokartono
dalam menolong orang dimulai waktu pagi hingga jam 24.00 WIB (Dua Belas Malam)
baru kemudian Padepokan Darussalam ditutup pada jam tersebut. Namun beliau
setelah itu tidak langsung tidur. Beliau seringkali bermain catur hingga pukul
3 (Tiga) atau 4 (Empat) pagi, itupun sambil berdiri. Beliau juga biasa laku TAPABRATA
atau TIRAKAT hanya dengan makan cabe (lombok) dan satu buah pisang.
Dalam kehidupan ini, Eyang Sosrokartono memakai
filsafat demikian: “SUGIH TANPO BONDO. DIGDAYA TANPO AJI. NGLURUG TANPO BOLO.
MENANG TANPO NGASOR-AKE”, artinya: “Kaya
tanpa harta benda. Sakti atau memiliki keampuhan tanpa ajimat. Menyerang musuh
tanpa bala tentara. Menang tanpa merendahkan”. Kata-kata ungkapan mutiara
tersebut tertulis pada salah satu batu nisan makam Eyang Sosrokartono di
Sidhomukti, Kudus.
Eyang Sosrokartono lalu menyatakan: “PUJI KULO
MBOTEN SANES NAMUNG SUGIH SUGENG, SENENG-IPUN SESAMI”, artinya: “Apa yang saya puji tidak lain hanyalah kaya
keselamatan dan kebahagiaan-nya sesama mahkluk hidup”. Jadi, kekayaan
keselamatan dan kebahagian inilah yang lebih penting dalam kehidupan ini.
Diibaratkan demikian: “Untuk apa kita
kaya raya akan harta benda, akan tetapi kita miskin keselamatan dan miskin
kebahagiaan?”.
Dalam menjalani kehidupan, Eyang Sosrokartono
menekankan pentingnya TEKAD, PASRAH, dan KEADILAN TUHAN. Eyang Sosrokartono
menyatakan demikian: “AJINIPUN INGGIH MBOTEN SANES NAMUNG AJI TEKAD. ILMUNIPUN
ILMU PASRAH. RAPALIPUN ADILIPUN GUSTI”, artinya: “Ajian-nya dalam kehidupan tidak lain hanyalah Aji Tekad. Ilmunya adalah
Ilmu Pasrah. Sedangnya mantra atau doa-nya adalah keadilan Tuhan Yang Maha
Kuasa”. []
BAB
IV
KATA-KATA
MUTIARA EYANG SOSROKARTONO I
Banyak sekali kata-kata mutiara Eyang Sosrokartono
yang dapat kita gunakan untuk bekal menjalani kehidupan saat ini. Oleh karena
itu, saya persembahkan kata-kata mutiara Eyang Sostrokartono sebagaimana
berikut, antara lain:
1. INGKANG KULO DAL-AKEN DUDU TEKAD PAMRIH, ANANGING
TEKAD ASIH. Artinya: “Yang saya gunakan
atau keluarkan bukanlah tekad pamrih, akan tetapi tekad asih.”
2. ANGLURUG TANPO BOLO, TANPO GAMAN. AMBEDHAH TANPO
PERANG, TANPO PEDANG. Artinya: “Mengejar
musuh tanpa bala tentara, tanpa senjata. Menundukkan musuh tanpa perang, tanpa
pedang.”
3. SUWUNG PAMRIH, SUWUNG AJRIH, NAMUNG MADOSI BARANG
INGKANG SAE, SEDAYA KULO SUMANGGAK-AKEN MARANG GUSTI. Artinya: “Tiada pamrih, tiada takut, hanya mencari
sesuatu yang baik, semua saya serahkan kepada Tuhan.”
4. YEN KULO AJRIH, KENGING DIPUN WASTANI NGANDUT PAMRIH
UTAWI ANCAS INGKANG MBOTEN SAE. Artinya: “Jika
saya merasa takut, boleh dikatakan bahwa saya menyimpan pamrih atau niat yang
tidak baik.”
5. LUH INGKANG MEDAL SAKING MANAH PUNIKO DUDU LUH-IPUN
TANGIS PAMRIH, NANGING LUH PERESANIPUN MANAH SUWUNG PAMRIH. Artinya: “Air mata yang keluar dari hati ini bukanlah
air mata karena tangisan pamrih, tetapi air mata perasaan hati yang sepi atau
kosong dari pamrih.”
6. WOSIPUN INGGIH PUNIKO NGUPADI PADHANG ING PETHENG,
SENENG ING SENGSARA, TUNGGALING SEWU YUTA. Artinya: “Yang jelas adalah mencari terang di dalam gelap. Senang dalam
kesengsaraan. Ribuan juta contohnya.”
7. KULO BADHE NYOBI PERABOTIPUN WONG LANANG, INGGIH
PUNIKO: BARES, MANTEP, WANI. Artinya: “Saya
akan mencoba identitas seorang lelaki, yaitu: jujur, mantap, dan berani.”
8. OJO DUMEH, TEPO SLIRO, NGERTI KUWALAT. Artinya: “Jangan merasa hebat. Terhadap siapapun
tenggang rasa. Dan harus tau tuah (semacam hukum karma).”
9. PRABOT KULO MBOTEN SANES BADAN LAN BUDI. Artinya: “Atribut yang bisa saya bawa kapan saja
adalah badan dan budi.”
Demikian sekelumit kata mutiara Eyang Sosrokartono. Semoga kata-kata
tersebut bermanfaat bagi kita.[]
BAB
V
KATA-KATA
EYANG SOSROKARTONO II
Selain kata-kata mutiara di atas, pada bab ini juga
dipersembahkan kata-kata mutiara Eyang Sosrokartono ke-II lanjutannya. Berikut
merupakan kata-kata mutiara Eyang Sosrokartono yang bisa diresapi dan
direnungkan dalam kehidupan sehari-hari:
1. TIYANG MLAMPAH PUNIKO SANGUNIPUN LAN GEMBOLANIPUN
SATUNGGAL INGGIH PUNIKO MAKSUDIPUN. Artinya: “Orang yang melakukan perjalanan spiritual itu hanya memiliki satu
bekal, yaitu satu tujuan/niat.”
2. NYEBAR WIJI SEDEREKAN LAN WIJI UTAMANING KEJAWEN ING
MANCA NAGARI. Artinya: “Benih-benih
persaudaraan dan benih-benih keutamaan dari Jawa itulah yang harus disebarkan
ke semua negara.”
3. TUMRAPING KULO PIYAMBAK, KEJAWI URUN BATOS, KULO
KEDAH WANI URUN BADAN, URUN DADA, URUN BAHU. Artinya: “Bagi saya pribadi, membantu kepada sesama manusia itu selain dengan pengorbanan
batin, juga harus berani membantu dengan dada dan bahu.”
4. NGAWULO DATENG KAWULONE GUSTI LAN MEMAYU AYUNING
URIP, TANPO PAMRIH, TANPO AJRIH, JEJEG MANTEB, MAWI PASRAH. SEBAB PAYUNG KULO
GUSTI KULO. TAMENG KULO INGGIH GUSTI KULO. Artinya: “Dalam menjalani kehidupan ini, saya mengabdikan diri saya kepada sesama
hamba Tuhan dan menyempurnakan kebahagiaan hidup, tanpa pamrih, tanpa takut,
berdiri tegak, mantap dengan pasrah kepada Tuhan. Sebab yang melindungi saya
adalah Tuhan. Dan tempat bergantung saya adalah Tuhan.”
5. YEN KULO MUNDUR SEBAB AJRIH, KULO KENGING DIPUN
WASTANI KIRANG DATHENG GUSTI. Artinya: “Apabila
saya mundur sebab merasa takut, maka saya bisa dinilai sebagai orang yang
kurang pasrah kepada Tuhan.”
6. ANGUNGKUP KABEH, ANYANDAK SIJI. Artinya: “Segala sesuatu harus diraih, tapi hanya satu
yang kita pegang, yaitu ridha Tuhan.”
7. AMBUKO NETRO TEGESIPUN ANUTUP NETRO. ANGGELAR PEMANDHENG
TEGESIPUN ANGRINGKES PEMANDHENG. Artinya: “Membuka
mata artinya menutup mata. Meluaskan
pandangan artinya meringkas pandangan.”
8. WANI MENGKU ANTEPING ATI, KENCENGING PIKIR, BOBOTING
KEKUATANE. Artinya: “Berani menanggung
kemantapan hati, pikiran yang lurus, dan bobotnya kekuatan.”
Demikian kata mutiara Eyang Sosrokartono selesai. []
DAFTAR
BACAAN
Indy
G. Hakim (2008). Tafsir Surat-Surat &
Mutiara-Mutiara Drs. R.M.P. Sosrokartono. Pustaka Kaona.
Pa’
Roesno (1945). Karena Panggilan Ibu
Sejati: Riwayat Hidup Dari Drs. R.M.P. Sosrokartono. Djakarta.
Panitia
Buku Riwayat Drs. R.M.P. Sosrokartono (1992). Kempalan Serat-Serat Drs. Sosrokartono. Surabaya.
Anonim
(1931). Kempalan Serat-Serat Drs. R.M.P.
Sosrokartono. Serat saking Medan 12 Mei 1931 dalam Suxmantojo.
R.
Momammad Ali (Tanpa Tahun). Ilmu Kanthong
Bolong, Ilmu Kanthong Kosong, Ilmu Sunyi Drs. R.M.P. Sosrokartono. Tanpa
Alamat.
Serat-Serat
Eyang Sosrokartono I, yakni: Serat Saking Binjai 5 Juli 1931 dan 9 Juli 1931;
Serat Saking Tanjung Pura (Langkat), 26 Oktober 1931.
--------
II, yakni: Serat Saking Tanjung {Pura 11 Oktober 1993; Djoko Pring “Aji Pring”
Binjai 12 Nov 1931; Djoko Pring “Omong Kosong” Binjai 12 Nov 1931.
--------
III, yakni: Djoko Pring “Lampah Lan Maksudipun” Binjai 12 Nov 1931; Foto Copian
Tahun 1992; Blog Arienda; Blog Inggra; Blog Wib; dan lainnya.
TENTANG PENULIS
Muhammad
Agung Priyokusumo, lelaki yang lahir pada bulan
November ini merupakan salah seorang spiritualis dari Blitar, Jawa Timur. Dia
banyak mempelajari berbagai macam teknik meditasi, di antaranya: Meditasi Sufi,
Meditasi Samatha, Meditasi Vippasana, Meditasi Anapanasati, Meditasi Reiki, dan
berbagai macam teknik meditasi lainnya. Selain itu, lelaki yang pernah bekerja
sebagai Kepala Bagian Keuangan Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Blitar ini
juga sering mengkaji berbagai kitab tasawuf seperti: Kitab Al-Hikam karya
Syaikh Ahmad Ibnu Athoillah As-Sakandari, Kitab Insan Kamil, Kitab Hakikatul Makrifat,
dan lain sebagainya. Pria ini juga banyak mengkaji buku-buku kebatinan Jawa,
seperti: Serat Hidayat Jati, Salat Daim Mulat Sarira, buku kebatinan Eyang
Sosrokartono, dan lainnya.[]
Arif
Muzayin Shofwan, lelaki yang lahir pada bulan Juni
ini merupakan seorang spiritualis yang berasal dari Blitar, Jawa Timur. Lelaki
yang berprofesi sebagai tenaga pendidik ini pernah menulis buku bersama Mbah
Haji Muhammad Agung Priyokusumo berjudul “Kitab
Suluk Rumekso Ing Napas” dan “Buku
Panduan Reiki Tingkat Dasar” serta “Buku
Panduan Ritual Menarik Pusaka”. Selain itu, secara pribadi, lelaki yang
suka meditasi dan tafakur ini juga pernah menulis buku berjudul “Risalah Dzikir Hifdzul Anfas Wal Aurod Dilengkapi
Dengan Sepercik Inti Wejangan Sunan Tembayat” serta “Risalah Dzikir Hasbalah” dan judul buku-buku lainnya.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar