SEJARAH
KISAH MBAH KYAI IBRAHIM (LANGGAR JEDING, SANANKULON, BLITAR)
Oleh:
Dr. Arif Muzayin Shofwan, M.Pd.
“Tulislah,
siapa tahu bermanfaat dan berkah bagi generasi berikutnya. Tulislah, tulislah,
dan tulislah. Apapun bisa Anda tulis dan tulis. Tulislah apa saja, yah apa
saja, tentang kuburan, sadranan, dhanyangan, bebek mandi di kali, ayam berkokok
pagi-pagi, kodok ngorek, kucing ngejar tikus, jangkrik ngerik, dan lainnya”
(Shofwan,
2019)
Dikisahkan
bahwa Mbah Kyai Ibrahim (Langgar/musholla utara jalan di Jeding, Sanankulon,
Blitar [terakhir yang mengku adalah Ustadz Muhammad Ridwan, Ustadz Zainul, dan
lainnya]) berasal dari Bagelenan, Jawa Tengah. Beliau dahulu kala ketika di
Blitar, mbabat pertama kali di daerah Jepun, Selopuro, Blitar. Oleh karena, Mbah
Kyai Ibrahim tidak krasan di daerah Jepun, Selopuro, lalu hasil babatannya
diberikan kepada pamannya yang bernama Mbah Haji Sholeh. Yakni, sekarang adalah
“Masjid Jepun” (Barat Jalan) Jepun,
Selopuro, Blitar. Dulu Mbah Kyai Muhammad Irjaz dan putrinya Hj. Siti Rofi’ah
(ibu saya) Sekardangan sering ke Jepun ini dan menginap jaman Mbah Haji Sholeh
Jepun ini. Di Jepun ini pula, ada beberapa yang disebutkan masih jalur saudara,
di antaranya adalah:
1. Mbah
Haji Sholeh, memiliki dua anak yaitu: (1) Mbah Kardis Jepun; dan (2) Nyai Siti
Maimunah Jepun memiliki empat anak.
2. Mbah
Haji Ilyas (ipar-nya Mbah Haji Sholeh)
3. Dan
lainnya yang tak bisa disebutkan. (Tak mungkin menyebut lainnya, sebab belum
dipelajari sampai kesitu).
Sementara
itu, Mbah Kyai Ibrahim (aslinya Bagelenan, Jawa Tengah, konon dari kisah ke
atasnya masih nyambung dengan trah Joko
Tingkir [Sultan Hadiwijaya Sang
Pendiri Kerajaan Pajang], ada yang menyebut masih trah Yosodipuro-an (sebab saat itu, Mbah Kyai Damanhuri Babatan-Wlingi menceritakan bahwa beliau dulu ketika sering kesana masih berjalan jongkok/ndodok, namun silsilah tersebut telah tiada dan terputus), yang
bertempat tinggal di Jeding, Sanankulon, Blitar, memiliki 8 anak, yaitu:
1. Mbah
Kyai Muhammad Irjaz (suami Nyai Umi Kulsum Binti Kyai Haji Ahmad Dasuqi),
Sekardangan, Kanigoro, Blitar.
2. Mbah
Kyai Sirojam (barat-nya Pondok Pesantren Ibadurrohman Krenceng, Nglegok,
Blitar). Yakni, masih tergolong simbahnya KH. Imam Shofwan Al-Hafidz Sang
Pendiri Pesantren.
3. Mbah
Kyai Muhammad Irsyad, Kuwut, Nglegok, Blitar.
4. Mbah
Kyai Muhammad Ihsan, Ponggok (utara Gunung Pegat, Ponggok, Blitar)
5. Mbah
Kyai Muhammad Mansyur, Kasim, Selopuro, Blitar.
6. Mbah
Kyai Muhammad Basyir, Kranggan, Pojok, Garum, Blitar.
7. Mbah
Kyai Muhammad Jailani Modin, Jeding, Sanankulon, Blitar (anaknya diantaranya
adalah Ustadz Muhammad Ridwan, Ustadz Zainul, Pak Ali, dll).
Persebaran saudara-saudara
dari jalur Mbah Kyai Ibrahim (Jeding, Sanankulon, Blitar) sebagai berikut,
antara lain:
1. Di
Ngoran, Nglegok, Blitar adalah “Masjid
Kuno/Lama” di Ngoran, Nglegok, Blitar tersebut. Yang biasa dan sering nyambung
dengan keluarga di Ngoran ini dulu adalah keluarga Kyai Muhammad Ngalimun
(langgar di Kuwut, Nglegok, Blitar) dan keluarga Nyai Siti Khodijah (ibunda KH.
Imam Shofwan Krenceng, Nglegok, Blitar).
2. Di
Ringinjejer (timur-nya Mantenan, Udanawu, Blitar), tepatnya adalah “Masjid Ringinjejer” (Selatan jalan)
Ringinjejer, Udanawu, Blitar. Di antara keturunan keluarga masjid di sana,
antara lain: Bapak Mahbub (menantu), Bapak Pandi, Bapak Hamid, dan lainnya.
Dulu Mbah Muhammad Irjaz dan putrinya Hj. Siti Rofi’ah (ibu saya) sering ke
Ringinjejer ini dan kadang menginap. Adik atau kakaknya KH. Muhammad Mahrus
Yunus Pendiri Pondok Sunan Pandanaran Sekardangan juga menikah dengan keluarga
Ringinjejer ini.
3. Di
Gadungan, Gandusari, Blitar. Dulu Mbah Kyai Muhammad Irjaz dan putrinya Hj.
Siti Rofi’ah (ibu saya) Sekardangan sering ke Gadungan ini. Namanya siapa lupa,
tapi namanya memang Jawa. Konon keluarganya berada di seputaran Madrasah
Ibtidaiyah Gadungan dan lainnya.
4. Di
Lodoyo-Blitar, ada jalur saudara dari Ngoran, Nglegok, Blitar.
5. Di
Muntilan ada saudara yang dulu masih nyambung bernama Siti Rofi’ah yakni di
Pasekan, Keji, Muntilan, Jateng. Namanya ketepatan sama dengan ibu saya dan sering bertemu di rumah Mbah Kyai Damanhuri Bin Muhammad Ridho Babadan, Wlingi, Blitar.
6. Di
Dayu, Nglegok, Blitar juga ada yang masih saudara namanya Yuyun Yarnetik (teman
saya sekolah di MAN Tlogo).
7. Dikisahkan
pula bahwa saudara-saudara Mbah Kyai Ibrahim juga banyak yang berada di
Ponorogo, Muntilan, dan lainnya.
8. Yang
masih nyambung dengan keluarga Bagelenan Jawa Tengah dulunya adalah keluarga
Mbah Kyai Damanhuri Bin Muhammad Ridho (suami Nyai Siti Aisyah Babadan, Wlingi,
Blitar). Mbah Kyai Damanhuri ini dulu merupakan Mursyid Thoriqoh Qodiriyah tapi
tidak beliau kembangkan.
9. Dan
lainnya.
Selanjutnya, anak-anak dari
Mbah Kyai Muhammad Irjaz Bin Kyai Ibrahim Khatib Jumat Masjid Baitul Makmur
Sekardangan (suami Nyai Umi Kulsum Binti Kyai Ahmad Dasuqi) Sekardangan,
Kanigoro, Blitar, antara lain:
1. Nyai
Siti Aisyah (istri Mbah Kyai Damanhuri Bin Muhammad Ridho) Babadan, Wlingi,
Blitar.
2. Nyai
Siti Khodijah (istri Mbah Kyai Muhammad Syahud), Krenceng, Nglegok, Blitar.
3. Mbah
Kyai Bahruddin Khatib Jum’at Masjid Baitul Makmur dan Pengelola TPQ (suami Nyai
Istiqomah) Sekardangan Kanigoro, Blitar.
4. Mbah
Kyai Subakir (suami dari Nyai Marfuah dan Pengelola TPQ) di Tumpang, Talun,
Blitar. Guru dari Muhammad Naufal Az-Zamzami Bin Arif Muzayin Shofwan
Sekardangan (atau Muhammad Naufal Az-Zamzami Binti Ervina Agustin Tumpang).
5. Mbah
Kyai Muhammad Ngalimun (Pemangku Langgar) di Kuwut, Nglegok, Blitar.
6. Nyai
Hj. Siti Rofi’ah (suami Mbah Kyai Haji Tamam Thahir dari Kerjen, Srengat,
Blitar) di Sekardangan, Kanigoro, Blitar. (Anaknya antara lain: (1) Dra. Umi
Mahfudiyah Wlingi, (2) Dr. Arif Muzayin Shofwan, M.Pd., Sekardangan, (3)
Nikmatin Lana Farida, S.Pd.I., Malang, (4) Muhammad Asrori, A.Md Sekardangan)
7. Nyai
Siti Asiyah (istri dari Mbah Kyai Ali Muqoddar) Satreyan, Kanigoro, Blitar.
8. Kyai
Muhammad Zainuddin/Mbah Nuh (istri dari Nyai Siti Munawaroh) Sekardangan,
Kanigoro, Blitar.
Silsilah penulis dari jalur
Mbah Kyai Ibrahim Jeding, Sanankulon, Blitar adalah:
1. Mbah
Kyai Ibrahim Jeding, berputra:
2. Mbah
Kyai Muhammad Irjaz Sekardangan, berputra:’
3. Nyai
Hj. Siti Rofi’ah (istri Mbah Kyai Haji Tamam Thahir dari Kerjen, Srengat,
Blitar) Sekardangan, berputra:
4. Dr.
Arif Muzayin Shofwan, M.Pd.
Demikianlah kisah ini
ditulis, mudah-mudahan bermanfaat bagi semua saudara-saudari dimanapun berada. Cerita tambahan: Dikisahkan oleh ayah saya
(Mbah Haji Tamam Thahir) dan ibu saya (Hj. Siti Rofi’ah) bahwa nama saya itu
gabungan dari nama anak-anak pakde saya dan budhe saya, yaitu:
1. Kata
“ARIF” diambil dari namanya ARIF
NURJAYA/MAS ARIF (mindoan saya dan anaknya Pakdhe KH. Miftahul Huda [dulu pernah jadi Kepala
MTsN Kunir Wonodadi Blitar. Dan namanya Pakde Sya’roni sebelum haji ke Mekah]
Langgar Dermojayan Selatan Jalan, Dermojayan, Srengat, Blitar).
2. Kata
“MUZAYIN” diambil dari namanya
MUZAYIN/MAS JAYIN (misanan saya dan anaknya Budhe saya Nyai Siti Khodijah Krenceng, Nglegok,
Blitar).
3. Kata
“SHOFWAN” diambil dari namanya KH.
IMAM SHOFWAN/MAS IMAM (misanan saya iya anak dari Nyai Siti Khodijah Krenceng,
Nglegok, Blitar dan juga Sang Pendiri Pondok Ibadurrohman)
Dari percikan atau potongan
nama tiga orang itulah, jadilah nama saya: ARIF
MUZAYIN SHOFWAN. Kata Mbah Haji Tamam Thahir ayahku, “Arif” artinya bijaksana atau ahli makrifat. “Muzayin” artinya orang yang menghiasi diri (dengan akhlak
karimah/budi pekerti luhur). “Shofwan”
artinya bersih atau bening. Semoga nama itu benar-benar terealisasi dalam lahir
dan batinku. Semoga semua makhluk berbahagia. Amin, amin, amin. Ya Robbal
Alamin.
TENTANG
PENULIS
Dr.
Arif Muzayin Shofwan, M.Pd., merupakan petualang di
makam-makam, kuburan-kuburan, petilasan-petilasan, sadranan-sadranan dan
penggali sejarah di Kota Blitar sekitarnya dan lainnya. Dia sering disebut oleh
kawan-kawannya dari Laskar Wirogaten Jatimalang, Majelis Diskusi Balitara, kawan-kawan
nyarkub-nya dan kawan-kawan lainnya dengan julukan atau gelar berikut: Ki Sambang
Kuburan, Mbah Pasarean, Sunan Kijing, Sunan Maesan, Sunan Pathok Kuburan, Sunan
Jogo Kuburan, Sunan Jogo Maqom, Mbah Kanjeng Gadhung Melati karena
seringnya ziarah ke berbagai makam atau kuburan. Dia juga kadang disebut Mbah
Petilasan atau Mbah Dhanyangan atau Raden
Dhanyangan sebab seringnya ziarah ke berbagai petilasan-petilasan dan
dhanyangan-dhanyangan leluhurnya guna menggali sejarah. Waktu duduk di sekolah
MTsN Kunir Wonodadi Blitar, dia sering disebut dengan julukan: Mbah
Djayeng Kathon, Mbah Ndoyin, pernah pula diberi julukan Ki
Tamat sebab waktu membuat PR cerita ditulisi TAMMAT pada bagian
bawahnya. Sementara dalam komunitas Pembuat Borang FAI UNU Blitar, sering
disebut Syaikh Belabelu. Waktu duduk dibangku MAN Tlogo sering
dipanggil Ki Pekik Suro. Waktu di Pondok Pesantren Al-Falah Trenceng,
Sumbergempol, Tulungagung sering disebut dan dipanggil dengan sebutan “Mbah Jalal” yang nama lengkapnya adalah
Mbah Muhammad Jalaludin Az-Zubaidi Al-Blitari.
Dia juga pernah diberi julukan Pangeran Hing Hong atau Koh
Yin ketika bekerja dengan orang Cina atau Tionghoa. Kontak Person dengan
penulis adalah WA/HP: 085649706399.
Bersama Jaringan GusDurian (kelompok pemuda-pemudi Nahdlatul Ulama yang peduli dengan isu kebersamaan, hidup rukun damai dengan agama lainnya) di Gereja Santa Maria Blitar. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar