Jumat, 08 November 2019

SEJARAH KISAH MBAH KYAI IBRAHIM (LANGGAR JEDING, SANANKULON, BLITAR)


SEJARAH KISAH MBAH KYAI IBRAHIM (LANGGAR JEDING, SANANKULON, BLITAR)

Oleh: Dr. Arif Muzayin Shofwan, M.Pd.

“Tulislah, siapa tahu bermanfaat dan berkah bagi generasi berikutnya. Tulislah, tulislah, dan tulislah. Apapun bisa Anda tulis dan tulis. Tulislah apa saja, yah apa saja, tentang kuburan, sadranan, dhanyangan, bebek mandi di kali, ayam berkokok pagi-pagi, kodok ngorek, kucing ngejar tikus, jangkrik ngerik, dan lainnya”
(Shofwan, 2019)

Dikisahkan bahwa Mbah Kyai Ibrahim (Langgar/musholla utara jalan di Jeding, Sanankulon, Blitar [terakhir yang mengku adalah Ustadz Muhammad Ridwan, Ustadz Zainul, dan lainnya]) berasal dari Bagelenan, Jawa Tengah. Beliau dahulu kala ketika di Blitar, mbabat pertama kali di daerah Jepun, Selopuro, Blitar. Oleh karena, Mbah Kyai Ibrahim tidak krasan di daerah Jepun, Selopuro, lalu hasil babatannya diberikan kepada pamannya yang bernama Mbah Haji Sholeh. Yakni, sekarang adalah “Masjid Jepun” (Barat Jalan) Jepun, Selopuro, Blitar. Dulu Mbah Kyai Muhammad Irjaz dan putrinya Hj. Siti Rofi’ah (ibu saya) Sekardangan sering ke Jepun ini dan menginap jaman Mbah Haji Sholeh Jepun ini. Di Jepun ini pula, ada beberapa yang disebutkan masih jalur saudara, di antaranya adalah:

1.   Mbah Haji Sholeh, memiliki dua anak yaitu: (1) Mbah Kardis Jepun; dan (2) Nyai Siti Maimunah Jepun memiliki empat anak.
2.   Mbah Haji Ilyas (ipar-nya Mbah Haji Sholeh)
3.   Dan lainnya yang tak bisa disebutkan. (Tak mungkin menyebut lainnya, sebab belum dipelajari sampai kesitu).

Sementara itu, Mbah Kyai Ibrahim (aslinya Bagelenan, Jawa Tengah, konon dari kisah ke atasnya masih nyambung dengan trah Joko Tingkir [Sultan Hadiwijaya Sang Pendiri Kerajaan Pajang], ada yang menyebut masih trah Yosodipuro-an (sebab saat itu, Mbah Kyai Damanhuri Babatan-Wlingi menceritakan bahwa beliau dulu ketika sering kesana masih berjalan jongkok/ndodok, namun silsilah tersebut telah tiada dan terputus), yang bertempat tinggal di Jeding, Sanankulon, Blitar, memiliki 8 anak, yaitu:

1.   Mbah Kyai Muhammad Irjaz (suami Nyai Umi Kulsum Binti Kyai Haji Ahmad Dasuqi), Sekardangan, Kanigoro, Blitar.
2.   Mbah Kyai Sirojam (barat-nya Pondok Pesantren Ibadurrohman Krenceng, Nglegok, Blitar). Yakni, masih tergolong simbahnya KH. Imam Shofwan Al-Hafidz Sang Pendiri Pesantren.
3.   Mbah Kyai Muhammad Irsyad, Kuwut, Nglegok, Blitar.
4.   Mbah Kyai Muhammad Ihsan, Ponggok (utara Gunung Pegat, Ponggok, Blitar)
5.   Mbah Kyai Muhammad Mansyur, Kasim, Selopuro, Blitar.
6.   Mbah Kyai Muhammad Basyir, Kranggan, Pojok, Garum, Blitar.
7.   Mbah Kyai Muhammad Jailani Modin, Jeding, Sanankulon, Blitar (anaknya diantaranya adalah Ustadz Muhammad Ridwan, Ustadz Zainul, Pak Ali, dll).

Persebaran saudara-saudara dari jalur Mbah Kyai Ibrahim (Jeding, Sanankulon, Blitar) sebagai berikut, antara lain:

1.   Di Ngoran, Nglegok, Blitar adalah “Masjid Kuno/Lama” di Ngoran, Nglegok, Blitar tersebut. Yang biasa dan sering nyambung dengan keluarga di Ngoran ini dulu adalah keluarga Kyai Muhammad Ngalimun (langgar di Kuwut, Nglegok, Blitar) dan keluarga Nyai Siti Khodijah (ibunda KH. Imam Shofwan Krenceng, Nglegok, Blitar).
2.   Di Ringinjejer (timur-nya Mantenan, Udanawu, Blitar), tepatnya adalah “Masjid Ringinjejer” (Selatan jalan) Ringinjejer, Udanawu, Blitar. Di antara keturunan keluarga masjid di sana, antara lain: Bapak Mahbub (menantu), Bapak Pandi, Bapak Hamid, dan lainnya. Dulu Mbah Muhammad Irjaz dan putrinya Hj. Siti Rofi’ah (ibu saya) sering ke Ringinjejer ini dan kadang menginap. Adik atau kakaknya KH. Muhammad Mahrus Yunus Pendiri Pondok Sunan Pandanaran Sekardangan juga menikah dengan keluarga Ringinjejer ini.
3.   Di Gadungan, Gandusari, Blitar. Dulu Mbah Kyai Muhammad Irjaz dan putrinya Hj. Siti Rofi’ah (ibu saya) Sekardangan sering ke Gadungan ini. Namanya siapa lupa, tapi namanya memang Jawa. Konon keluarganya berada di seputaran Madrasah Ibtidaiyah Gadungan dan lainnya.
4.   Di Lodoyo-Blitar, ada jalur saudara dari Ngoran, Nglegok, Blitar.
5.   Di Muntilan ada saudara yang dulu masih nyambung bernama Siti Rofi’ah yakni di Pasekan, Keji, Muntilan, Jateng. Namanya ketepatan sama dengan ibu saya dan sering bertemu di rumah Mbah Kyai Damanhuri Bin Muhammad Ridho Babadan, Wlingi, Blitar.
6.   Di Dayu, Nglegok, Blitar juga ada yang masih saudara namanya Yuyun Yarnetik (teman saya sekolah di MAN Tlogo).
7.   Dikisahkan pula bahwa saudara-saudara Mbah Kyai Ibrahim juga banyak yang berada di Ponorogo, Muntilan, dan lainnya.
8.   Yang masih nyambung dengan keluarga Bagelenan Jawa Tengah dulunya adalah keluarga Mbah Kyai Damanhuri Bin Muhammad Ridho (suami Nyai Siti Aisyah Babadan, Wlingi, Blitar). Mbah Kyai Damanhuri ini dulu merupakan Mursyid Thoriqoh Qodiriyah tapi tidak beliau kembangkan.
9.   Dan lainnya.

Selanjutnya, anak-anak dari Mbah Kyai Muhammad Irjaz Bin Kyai Ibrahim Khatib Jumat Masjid Baitul Makmur Sekardangan (suami Nyai Umi Kulsum Binti Kyai Ahmad Dasuqi) Sekardangan, Kanigoro, Blitar, antara lain:

1.   Nyai Siti Aisyah (istri Mbah Kyai Damanhuri Bin Muhammad Ridho) Babadan, Wlingi, Blitar.
2.   Nyai Siti Khodijah (istri Mbah Kyai Muhammad Syahud), Krenceng, Nglegok, Blitar.
3.   Mbah Kyai Bahruddin Khatib Jum’at Masjid Baitul Makmur dan Pengelola TPQ (suami Nyai Istiqomah) Sekardangan Kanigoro, Blitar.
4.   Mbah Kyai Subakir (suami dari Nyai Marfuah dan Pengelola TPQ) di Tumpang, Talun, Blitar. Guru dari Muhammad Naufal Az-Zamzami Bin Arif Muzayin Shofwan Sekardangan (atau Muhammad Naufal Az-Zamzami Binti Ervina Agustin Tumpang).
5.   Mbah Kyai Muhammad Ngalimun (Pemangku Langgar) di Kuwut, Nglegok, Blitar.
6.   Nyai Hj. Siti Rofi’ah (suami Mbah Kyai Haji Tamam Thahir dari Kerjen, Srengat, Blitar) di Sekardangan, Kanigoro, Blitar. (Anaknya antara lain: (1) Dra. Umi Mahfudiyah Wlingi, (2) Dr. Arif Muzayin Shofwan, M.Pd., Sekardangan, (3) Nikmatin Lana Farida, S.Pd.I., Malang, (4) Muhammad Asrori, A.Md Sekardangan)
7.   Nyai Siti Asiyah (istri dari Mbah Kyai Ali Muqoddar) Satreyan, Kanigoro, Blitar.
8.   Kyai Muhammad Zainuddin/Mbah Nuh (istri dari Nyai Siti Munawaroh) Sekardangan, Kanigoro, Blitar.

Silsilah penulis dari jalur Mbah Kyai Ibrahim Jeding, Sanankulon, Blitar adalah:
1.   Mbah Kyai Ibrahim Jeding, berputra:
2.   Mbah Kyai Muhammad Irjaz Sekardangan, berputra:’
3.   Nyai Hj. Siti Rofi’ah (istri Mbah Kyai Haji Tamam Thahir dari Kerjen, Srengat, Blitar) Sekardangan, berputra:
4.   Dr. Arif Muzayin Shofwan, M.Pd.

Demikianlah kisah ini ditulis, mudah-mudahan bermanfaat bagi semua saudara-saudari dimanapun berada. Cerita tambahan: Dikisahkan oleh ayah saya (Mbah Haji Tamam Thahir) dan ibu saya (Hj. Siti Rofi’ah) bahwa nama saya itu gabungan dari nama anak-anak pakde saya dan budhe saya, yaitu:

1.   Kata “ARIF” diambil dari namanya ARIF NURJAYA/MAS ARIF (mindoan saya dan anaknya Pakdhe KH. Miftahul Huda [dulu pernah jadi Kepala MTsN Kunir Wonodadi Blitar. Dan namanya Pakde Sya’roni sebelum haji ke Mekah] Langgar Dermojayan Selatan Jalan, Dermojayan, Srengat, Blitar).
2.   Kata “MUZAYIN” diambil dari namanya MUZAYIN/MAS JAYIN (misanan saya dan anaknya Budhe saya Nyai Siti Khodijah Krenceng, Nglegok, Blitar).
3.   Kata “SHOFWAN” diambil dari namanya KH. IMAM SHOFWAN/MAS IMAM (misanan saya iya anak dari Nyai Siti Khodijah Krenceng, Nglegok, Blitar dan juga Sang Pendiri Pondok Ibadurrohman)

Dari percikan atau potongan nama tiga orang itulah, jadilah nama saya: ARIF MUZAYIN SHOFWAN. Kata Mbah Haji Tamam Thahir ayahku, “Arif” artinya bijaksana atau ahli makrifat. “Muzayin” artinya orang yang menghiasi diri (dengan akhlak karimah/budi pekerti luhur). “Shofwan” artinya bersih atau bening. Semoga nama itu benar-benar terealisasi dalam lahir dan batinku. Semoga semua makhluk berbahagia. Amin, amin, amin. Ya Robbal Alamin.


TENTANG PENULIS

Dr. Arif Muzayin Shofwan, M.Pd., merupakan petualang di makam-makam, kuburan-kuburan, petilasan-petilasan, sadranan-sadranan dan penggali sejarah di Kota Blitar sekitarnya dan lainnya. Dia sering disebut oleh kawan-kawannya dari Laskar Wirogaten Jatimalang, Majelis Diskusi Balitara, kawan-kawan nyarkub-nya dan kawan-kawan lainnya dengan julukan atau gelar berikut: Ki Sambang Kuburan, Mbah Pasarean, Sunan Kijing, Sunan Maesan, Sunan Pathok Kuburan, Sunan Jogo Kuburan, Sunan Jogo Maqom, Mbah Kanjeng Gadhung Melati karena seringnya ziarah ke berbagai makam atau kuburan. Dia juga kadang disebut Mbah Petilasan atau Mbah Dhanyangan atau Raden Dhanyangan sebab seringnya ziarah ke berbagai petilasan-petilasan dan dhanyangan-dhanyangan leluhurnya guna menggali sejarah. Waktu duduk di sekolah MTsN Kunir Wonodadi Blitar, dia sering disebut dengan julukan: Mbah Djayeng Kathon, Mbah Ndoyin, pernah pula diberi julukan Ki Tamat sebab waktu membuat PR cerita ditulisi TAMMAT pada bagian bawahnya. Sementara dalam komunitas Pembuat Borang FAI UNU Blitar, sering disebut Syaikh Belabelu. Waktu duduk dibangku MAN Tlogo sering dipanggil Ki Pekik Suro. Waktu di Pondok Pesantren Al-Falah Trenceng, Sumbergempol, Tulungagung sering disebut dan dipanggil dengan sebutan “Mbah Jalal” yang nama lengkapnya adalah Mbah Muhammad Jalaludin Az-Zubaidi Al-Blitari. Dia juga pernah diberi julukan Pangeran Hing Hong atau Koh Yin ketika bekerja dengan orang Cina atau Tionghoa. Kontak Person dengan penulis adalah WA/HP: 085649706399.

Arif Agus Setiawan dan Arif Muzayin Shofwan setelah diskusi di Gereja Santa Maria Blitar bersama Jaringan GusDurian (yakni, kelompok pemuda Nahdlatul Ulama yang peduli isu toleransi, demokrasi, pluralisme, dan semacamnya)
Bersama Jaringan GusDurian (kelompok pemuda-pemudi Nahdlatul Ulama yang peduli dengan isu kebersamaan, hidup rukun damai dengan agama lainnya) di Gereja Santa Maria Blitar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar